visitaaponce.com

Permintaan Maaf Raja Wilem tidak Sembuhkan Luka Mantan Budak Belanda

Permintaan Maaf Raja Wilem tidak Sembuhkan Luka Mantan Budak Belanda
Raja Belanda Willem-Alexander(AFP/Remko de Waal)

PERDANA Menteri Belanda Mark Rutte meminta maaf atas kejahatan masa lalu perdagangan budak di Suriname dan menjanjikan dana kompensasi 200 juta euro, Desember 2022. Raja Willem-Alexander menyampaikan permohonan serupa pada Sabtu (1/7).

"Apa yang dikatakan orang kepada saya adalah bahwa mereka merasa emosional dengan permintaan maaf perdana menteri, karena ini adalah kata-kata yang ditunggu-tunggu orang sejak 1863," kata Anggota Perwakilan Distrik Amsterdam Vayhishta Miskin.

Permohonan itu, kata dia, merupakan langkah pertama untuk maju dan sembuh sebagai masyarakat. Tanggal 1 Juli menandai 150 tahun sejak de facto berakhirnya perbudakan Belanda dan 160 tahun sejak penghapusan resmi perbudakan Belanda di Karibia.

Baca juga: Raja Belanda Secara Resmi Minta maaf atas Perbudakan di Koloni Mereka

Permintaan maaf Raja Willem-Alexander hanya memiliki nilai simbolis. Penduduk Belanda dari bekas koloni, seperti Suriname dan Antillen, mempertanyakan kelanjutan dari permintaan maaf tersebut.

"Apa yang dikatakan orang kepada kami adalah bahwa mereka ingin kesalahan dan ketidakadilan yang mereka alami di masa lalu dan masih berlanjut hingga hari ini untuk dihapuskan," kata Vayhista Miskin.

Hal yang benar-benar dibutuhkan eks budak, kata dia, adalah pemerintah Belanda memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Pada puncak era kolonialnya, Belanda memimpin jaringan perdagangan budah global yang sangat besar sebagai salah satu kekuatan imperial utama dunia.

Baca juga: Yusril: Belanda Harus Akhiri Kemunafikan

Selama berabad-abad, Belanda bertanggung jawab atas sekitar 5% dari keseluruhan perdagangan budak transatlantik. Belanda membeli dan mengirim hampir 600 ribu orang yang diperbudak dari Afrika ke koloni Karibia serta koloni Eropa lainnya di seluruh Amerika.

Orang Afrika yang diperbudak juga dipindahkan secara paksa ke koloni Belanda di Samudera Hindia, seperti Indonesia saat ini, dan orang Bali atau Jawa yang diperbudak dipindahkan ke daerah yang sekarang menjadi Afrika Selatan. Secara keseluruhan, 15% dari para budak yang dibawa dari Afrika ke Amerika dalam perdagangan transatlantik tidak selamat karena kondisi kapal penyeberangan yang buruk.

Para penyintas dan keturunan mereka menghadapi kehidupan perkebunan yang brutal, dengan kerja paksa dan hukuman yang sering kali kejam karena dianggap membangkang. Belanda adalah salah satu negara Eropa terakhir yang mengakhiri perbudakan di wilayah kolonialnya.

"Permintaan maaf harus memiliki tiga dimensi, yang pertama bertanggung jawab, yang diharapkan berarti Anda memahami kesalahan Anda dan mengakui kesalahan," kata peneliti di University of the West Indies Center for Reparations Research Mia McMorris.

Kedua, lanjut dia, berurusan dengan warisan masa kini, yaitu mangatasi secara berlanjutnya narasi kolonial, profil rasial dan yang mempromosikan ketidaksetaraan ras. 

"Ketiga, menebus kesalahan," tegasnya.

Terdapat sedikit contoh reparasi di dunia nyata, kata Wouter Veraart, profesor filsafat hukum di Free University of Amsterdam. Misalnya ll negosiasi pada 1952 antara negara Jerman Barat pasca-Nazi, Israel dan Claims Conference, badan payung diaspora Yahudi setelah Holocaust.

"Reparasi yang ditawarkan dan dinegosiasikan antara Jerman Barat dan Israel tidak didasarkan pada perhitungan berapa banyak keuntungan yang diperoleh atau semua kerugian, tetapi pada apa yang dibutuhkan di Israel pada saat itu,” jelasnya.

Tahun lalu, Jerman secara resmi mengakui genosida awal abad ke-20 di Namibia dan menjanjikan bantuan pembangunan sekitar 1 miliar euro sebagai bentuk reparasi. 

"Jika Anda benar-benar ingin menghadapi sejarah ini dan tidak lagi mengabaikannya, mengapa Anda tidak berdialog dengan Suriname, misalnya, tentang reparasi," kata Wouter Veraart.

Peneliti McMorris melihat masih banyak hal yang harus dilakukan, tetapi juga alasan untuk optimistis. "Kita berada di dunia yang sedang berubah sekarang," katanya, (DW/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat