visitaaponce.com

Azerbaijan Desak Separatis Armenia Menyerah

Azerbaijan Desak Separatis Armenia Menyerah
Azerbaijan melancarkan operasi militer terhadap wilayah Nagorno-Karabakh yang ditinggali separatis Armenia.(AFP)

AZERBAIJAN melancarkan operasi militer terhadap wilayah Nagorno-Karabakh yang ditinggali separatis Armenia. Operasi itu akan berlanjut sampai selesai.

Peningkatan kekerasan terbaru terjadi ketika Rusia, yang merupakan mediator kekuasaan tradisional di wilayah tersebut, melakukan invasinya ke Ukraina. Kekhawatiran akan terjadinya perang baru di wilayah Kaukasus yang bergejolak semakin meningkat.

Armenia menuduh Azerbaijan menambah pasukan di sekitar wilayah yang disengketakan mayoritas penduduknya Armenia. Kelompok separatis mengatakan Azerbaijan menggunakan artileri, pesawat tempur, dan drone serang dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menyebutnya sebagai serangan darat.

Baca juga: Perundingan Damai Armenia-Azerbaijan Terancam Gagal

Ledakan mengguncang kubu separatis Stepanakert pada Selasa (20/9) pagi dan beberapa jam kemudian, seorang jurnalis AFP di kota itu mengatakan penembakan berlanjut.

Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pihaknya telah mengambil alih lebih dari 60 posisi militer selama tindakan anti-teroris lokal. Separatis Armenia mengatakan pertempuran terus berlanjut di seluruh jalur kontak dan pasukan Azerbaijan berusaha untuk maju ke wilayah tersebut.

Baca juga: Memanas, Lima Tewas dalam Bentrokan di Perbatasan Azerbaijan-Armenia

Kelompok separatis mengatakan 25 orang, termasuk sedikitnya lima warga sipil, tewas, 80 lainnya luka-luka, dan enam desa telah dievakuasi. Pemerintahan di ibu kota Azerbaijan, Baku, mendesak separatis Karabakh untuk meletakkan senjata mereka dan menawarkan pembicaraan di kota Yevlakh.

“Angkatan bersenjata ilegal Armenia harus mengibarkan bendera putih. Jika tidak, tindakan anti-teroris akan terus berlanjut hingga akhir," jelas Pemerintahan.

Protes di ibu kota Armenia

Kedua negara bekas Uni Soviet yang bersaing di Kaukasus ini telah terlibat dalam perselisihan selama puluhan tahun mengenai Karabakh, dengan permusuhan skala besar yang pecah pada 1990-an dan 2020.

Gejolak terbaru ini menimbulkan kekhawatiran akan kerusuhan tersebut dapat mengganggu stabilitas wilayah yang bergejolak tersebut. Ketika pengunjuk rasa yang marah bentrok dengan polisi di ibu kota Armenia, Yerevan, yang menyerukan Pashinyan untuk mengundurkan diri, dewan keamanan negara itu memperingatkan akan terjadinya kerusuhan skala besar.

“Saat ini terdapat bahaya nyata terjadinya gejolak massal di Republik Armenia dan berjanji untuk mengambil langkah-langkah efektif untuk menjaga ketertiban konstitusi," ungkap keterangan dewan tersebut.

Kementerian Kesehatan Armenia mengatakan polisi maupun warga sipil telah mencari bantuan medis. Beberapa di antaranya dirawat di rumah sakit.

“Kita tidak boleh membiarkan orang-orang tertentu, kekuatan tertentu memberikan pukulan terhadap negara Armenia. Sudah ada seruan, datang dari berbagai tempat, untuk melakukan kudeta di Armenia,” kata Pashinyan.

Menuduh Azerbaijan terlibat dalam pembersihan etnis warga Armenia Karabakh, Pashinyan mengatakan tentara Armenia tidak terlibat dalam pertempuran tersebut dan situasi di perbatasan antara Armenia dan Azerbaijan stabil.

Dia mendesak Rusia dan PBB untuk mengambil langkah dan berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Dalam pernyataan terpisah, Blinken dan Macron meminta Baku segera menghentikan serangannya. Kementerian luar negeri Armenia mengutuk agresi Azerbaijan yang bertujuan untuk menyelesaikan kebijakan pembersihan etnis dan meminta pasukan penjaga perdamaian Rusia yang ditempatkan di wilayah tersebut untuk mengambil langkah yang jelas dan tegas untuk menghentikan pertempuran tersebut.

Azerbaijan membenarkan operasinya, dengan alasan penembakan sistematis oleh pasukan yang didukung Armenia dan menuduh mereka melakukan kegiatan pengintaian dan memperkuat posisi pertahanan, serta menuduh kelompok separatis memiliki kesiapan tempur tingkat tinggi.

"Rusia dan Turki, yang mengawasi misi penjaga perdamaian yang rapuh di Nagorno-Karabakh, telah diberitahu tentang operasi tersebut," kata pernyataan resmi Baku.

Turki, sekutu bersejarah Azerbaijan yang mayoritas penduduknya Muslim dan memandang Armenia yang sebagian besar beragama Kristen sebagai salah satu saingan regional utamanya, menyebut operasi tersebut dibenarkan dan mendesak negosiasi komprehensif.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Moskow Maria Zakharova mengatakan pihaknya telah menerima pemberitahuan terbaru tentang dimulainya operasi Azerbaijan. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia prihatin dan berupaya membuat kedua negara bernegosiasi.

Kelompok separatis Armenia menyalahkan kelambanan internasional sebagai penyebab pertempuran baru ini. “Dengan mengabaikan peringatan tentang niat kriminal Azerbaijan dan menolak mengambil tindakan yang sesuai, semua aktor internasional yang bertanggung jawab gagal mencegah (tindakan) agresi Azerbaijan lagi terhadap Nagorno-Karabakh," kata mereka dalam sebuah pernyataan.

Prancis menyerukan Dewan Keamanan untuk bertemu mengenai krisis ini, yang terjadi ketika para pemimpin berkumpul di Majelis Umum tahunan.

"Operasi ini ilegal, tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat diterima,” kata Menteri Luar Negeri Perancis Catherine Colonna.

Pertempuran itu meletus hanya beberapa jam setelah Azerbaijan mengatakan empat petugas polisi dan dua warga sipil tewas dalam ledakan ranjau di Nagorno-Karabakh, dan pihak berwenang menyalahkan kelompok separatis.

Kematian dini hari itu terjadi setelah separatis Armenia mengatakan mereka telah mencapai kesepakatan dengan pihak berwenang Azerbaijan untuk melanjutkan pengiriman bantuan ke Karabakh.

Ketika Uni Soviet runtuh pada 1991, separatis etnis Armenia di Karabakh memisahkan diri dari Azerbaijan. Konflik yang terjadi kemudian merenggut sekitar 30.000 nyawa.

Perang enam minggu pada 2020 menyebabkan Armenia menyerahkan sebagian besar wilayah yang dikuasainya sejak 1990-an. (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat