visitaaponce.com

Kepentingan Negara Minyak bakal Kuasai KTT Iklim COP28 di Dubai

Kepentingan Negara Minyak bakal Kuasai KTT Iklim COP28 di Dubai
Raja minyak sekaligus Presiden COP28 Sultan bin Ahmed Al Jaber (kanan) dan Wakil UNFCCC Simon Stiell saat MoU tuan rumah COP28, Agustus 2023(AFP/HO)

NEGARA-negara Teluk yang kaya minyak telah memposisikan diri mereka sebagai juara dalam inovasi iklim dan penjaga kepentingan bahan bakar fosil. Upaya ini menjadi sebuah tindakan penyeimbang yang dapat menggagalkan aksi di KTT Iklim COP28 di Dubai.

KTT iklim PBB tahun ini dipimpin dan diselenggarakan oleh Uni Emirat Arab, sebuah negara yang dijuluki "perusahaan minyak yang melekat pada negara" oleh seorang pengamat yang tidak ingin disebutkan namanya agar mereka dapat berbicara dengan bebas tentang negosiasi tersebut.

"UEA telah menjadi pemimpin dalam hal perubahan iklim,” kata Direktur Jenderal COP28 Majid Al Suwadi. "Kami telah melakukan bagian kami," sebutnya.

Baca juga : Kontroversi Juragan Minyak di KTT Iklim

"Namun salah satu kelemahan yang melekat pada sistem COP adalah bahwa kepentingan nasional pasti akan mempengaruhi hasilnya," kata Ahmed El Droubi, manajer kampanye internasional di Climate Action Network.

Memang, UEA telah menunjuk Sultan Al Jaber, kepala perusahaan minyak milik negara ADNOC, sebagai presiden COP, yang menuai protes dari para pencinta lingkungan.

Baca juga : IKN Akan Luncurkan Komitmen Sebagai Kota Nol Emisi Karbon di COP 28 Dubai

Pada COP27 di Mesir, di mana para pelobi minyak dan gas lebih banyak daripada delegasi lainnya, teks akhir mencakup ketentuan di menit-menit terakhir untuk meningkatkan energi rendah emisi.

Istilah tersebut mencakup gas alam, di mana Mesir telah menginvestasikan miliaran dolar dalam beberapa tahun terakhir.

Di Dubai, para aktivis memperkirakan bahwa perjuangan akan semakin sulit, dengan industri hidrokarbon yang berniat untuk tidak hanya menunda, menyangkal, mengalihkan tindakan iklim yang berarti, “Tetapi juga melakukan pencucian hijau (green washing) atas polusi yang mereka lakukan," ujar Farhana Sultana, profesor geografi dan lingkungan hidup di Syracuse University, kepada AFP.

Pertaruhan di COP28

Untuk menjaga pemanasan global pada rata-rata 1,5 derajat Celsius di atas suhu pra-industri, emisi gas rumah kaca harus turun 43 persen pada tahun 2030 dari tingkat tahun 2019, menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, badan iklim PBB.

"Saat ini, kita tidak mengurangi apa pun, dan situasinya semakin mendesak setiap tahun," ujar Karim Elgendy, associate fellow di Chatham House, kepada AFP.

Sebelumnya, permintaan akan sasaran untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dalam kesepakatan terakhir COP28 di Dubai bukanlah permintaan yang sepele. Permintaan mendesak itu, didukung oleh ilmu pengetahuan yang jelas dan tegas.

"Uni Eropa bersedia mengambil langkah-langkah tambahan untuk membantu negara-negara berkembang, terutama dalam hal kerusakan iklim," kata Komisioner Iklim Eropa, Wopke Hoekstra, yang telah menjadi sorotan tajam karena pengalaman masa lalunya di industri minyak.

Namun, ini berarti semua negara kaya perlu mulai berkontribusi, tambahnya dari ibu kota Uni Emirat Arab, di mana menteri dan negosiator berkumpul selama dua hari pertemuan persiapan sebelum COP28 bulan depan.

Pada pertemuan lanjutan ini, UE membahas "elemen-elemen inti" yang, akan menentukan hasil dan keberhasilan pembicaraan iklim PBB yang akan datang. Elemen-elemen tersebut meliputi mitigasi, dana kerugian dan kerusakan, hingga adaptasi.

Dalam hal mitigasi, Hoekstra mengatakan, UE memiliki keinginan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, mencapai puncak emisi gas rumah kaca global tahun 2025, melipatgandakan energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi dua kali lipat pada 2030. (Z-4)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat