visitaaponce.com

Stok Makanan Menipis, Warga Gaza Terancam Kelaparan

Stok Makanan Menipis, Warga Gaza Terancam Kelaparan
Warga Gaza menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan(AFP)

SAMAR Rabie 28, bingung bagaimana ia akan memberi makan 15 orang yang tinggal bersamanya. Ibu empat anak ini telah menampung kerabat suaminya dan keluarga mereka, yang mengungsi dari Kota Gaza, di rumahnya di Khan Younis. Kini, mereka berjuang untuk mendapatkan makanan pokok seperti roti.

"Saya pergi ke salah satu mal untuk membeli beberapa barang, tetapi saya tidak menemukan apa-apa," kata Rabie.

Rak-rak itu kosong, tanpa gula, kacang-kacangan, keju, atau produk susu lainnya.

Baca juga : Israel Kembali Bom Kamp Pengungsi Gaza, 20 Orang Tewas

"Hanya ada minyak goreng," kata Rabie, sambil menunjukkan bahwa harga makanan naik tiga kali lipat sejak perang dimulai.

Baca juga : Kehabisan Tenaga, Dokter Bedah di Gaza Terpaksa Tinggalkan RS

"Kami kekurangan banyak bahan makanan pokok, seolah-olah semuanya diatur sedemikian rupa sehingga selain tidak ada listrik dan air, kami juga akan kelaparan,” sebutnya.

Karena kurangnya roti, keluarga dan teman-teman mengandalkan pasta dan nasi untuk memasak, tetapi persediaan bahan makanan itu juga habis dengan cepat.

"Saya hanya khawatir tentang bagaimana kami akan memberi makan satu sama lain setelah dua atau tiga hari, dan apa yang akan kami jalani di hari-hari sulit yang semakin mencekik kami," tambah Rabie.

Mahmoud Sharab, yang juga merupakan penduduk Khan Younis, mengatakan bahwa meskipun ia kecewa dengan kenaikan harga-harga, ia tidak menyalahkan para pedagang atas inflasi yang terjadi pada sayuran.

"Lahan pertanian mereka telah dihancurkan oleh pengeboman Israel yang terus-menerus," ujar pria berusia 35 tahun itu.

"Mereka tidak bisa mencapai tanah mereka,” ujarnya.

Sharab pergi keluar setiap hari untuk menjelajahi toko-toko dan pasar untuk mencari makanan, berharap setidaknya menemukan makanan kaleng dan biji-bijian.

"Saya tidak bisa menemukan apa pun," katanya.

"Saya harus bertanya kepada orang-orang apakah mereka memiliki kacang-kacangan atau daging kalengan ekstra sehingga saya bisa membelinya untuk keluarga saya,” terangnya.

"Apa yang dilakukan Israel adalah perang kelaparan bagi warga, dan kebijakan ini membuat takut banyak orang termasuk anak-anak,” katanya.

Dia menambahkan bahwa pengeboman toko-toko roti yang disengaja telah membuat orang mengantri selama enam atau tujuh jam hanya untuk mendapatkan sekantong roti.

Menurut PBB, tidak ada toko roti di Jalur Gaza utara yang aktif sejak 7 November karena kurangnya bahan bakar, air dan tepung terigu dan karena kerusakan struktural.

Sebanyak 11 toko roti di Jalur Gaza telah hancur total, sementara yang lainnya tidak dapat beroperasi karena kurangnya tepung, bahan bakar dan listrik.

"Ada indikasi mekanisme penanggulangan negatif akibat kelangkaan makanan, termasuk melewatkan atau mengurangi waktu makan dan menggunakan metode yang tidak aman dan tidak sehat untuk membuat api,” seperti dilaporkan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA).

"Orang-orang dilaporkan beralih ke makanan yang tidak biasa, seperti mengonsumsi kombinasi bawang mentah dan terong mentah,” ujarnya.

Sejak Israel memberlakukan pengepungan total di Jalur Gaza pada 7 Oktober, konvoi bantuan nyaris tidak pernah lewat. “Yang berarti mereka hanya bisa memberikan setetes air di lautan dari apa yang dibutuhkan oleh 2,3 juta orang di wilayah itu," kata lembaga-lembaga kemanusiaan.

Sembilan puluh satu truk yang membawa bantuan masuk dari Mesir pada tanggal 14 November, sehingga jumlah total truk yang masuk ke Gaza sejak tanggal 21 Oktober menjadi 1.187 truk. Sebelum perang dimulai, rata-rata 500 truk masuk ke Jalur Gaza setiap harinya.

Meskipun bahan bakar dalam jumlah terbatas diizinkan masuk pada hari Rabu untuk pertama kalinya sejak 7 Oktober, pihak berwenang Israel mengatakan bahwa bahan bakar tersebut akan digunakan secara eksklusif untuk truk-truk yang mendistribusikan bantuan kemanusiaan yang masuk ke tempat penampungan, klinik, dan penerima bantuan lainnya.

Penggunaan lainnya, seperti untuk pengoperasian generator di rumah sakit atau fasilitas air dan sanitasi.

Selain itu, pengiriman bantuan ke bagian utara sama sekali tidak mungkin dilakukan, karena aksesnya sebagian besar terputus.

Pasokan makanan yang terbatas didistribusikan terutama kepada para pengungsi dan keluarga di Jalur Gaza Selatan. Sementara transportasi makanan apa pun ke Kota Gaza dan utara tidak diizinkan oleh Israel.

Menurut kelompok advokasi Euro-Mediterranean Human Rights Monitor, Israel telah secara drastis meningkatkan perang kelaparan terhadap warga sipil di Jalur Gaza sebagai alat penaklukan sebagai bagian dari perang yang sedang berlangsung.

Sebelum perang Israel, 70 persen anak-anak di Jalur Gaza telah menderita berbagai masalah kesehatan termasuk malnutrisi, anemia, dan kekebalan tubuh yang lemah. "Jumlah ini telah meningkat menjadi lebih dari 90 persen sebagai akibat dari pemboman Israel,” kata Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania.

Laporan tersebut menyoroti bahwa Israel telah memfokuskan serangan terhadap generator listrik dan unit energi surya yang menjadi tumpuan perusahaan-perusahaan komersial, restoran, dan lembaga-lembaga sipil untuk mempertahankan tingkat operasi seminimal mungkin.

Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa serangan Israel termasuk penghancuran daerah pertanian di timur Gaza, perahu nelayan, serta pusat pasokan untuk organisasi bantuan, terutama Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), yang menyediakan sebagian besar bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza. (Aljazeera/Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat