visitaaponce.com

Desa Kristen Tepi Barat Palestina Berdoa untuk Perdamaian Gaza

KEHENINGAN yang tidak biasa terjadi di jalan-jalan Zababdeh. Ini merupakan desa Palestina yang menjadi rumah bagi salah satu komunitas Kristen terbesar di Tepi Barat yang dijajah Israel.

Pada Hari Natal sebelumnya, umat Kristen Palestina akan berbondong-bondong dari kota-kota sekitarnya untuk menikmati peri lampu dan pasar yang meriah di desa berpenduduk sekitar 5.000 orang. Namun ketika perang berkecamuk di Gaza dan kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, komunitas Kristen di sini tidak berminat merayakan Natal pada Senin (25/12).

Tahun ini para anggotanya berdoa untuk perdamaian dan berduka atas kematian serta khawatir terhadap kekerasan yang terjadi di wilayah mereka sendiri. Pada awal Hari Natal, jurnalis AFP mendengar suara tembakan dan sirene di dekat Jenin, kota yang hampir setiap hari menjadi lokasi serangan pasukan Israel.

Baca juga: Warga Palestina tidak Rasakan Sukacita Natal akibat Serangan Israel

"Bagaimana kita bisa merayakannya?" kata Nazeria Yousef Deabis, 76, yang telah tinggal di Zababdeh sepanjang hidupnya dan tidak pernah merasakan suasana begitu suram. Tidak ada pohon Natal di rumahnya. 

"Masyarakat tidak merasa meriah. Mereka kehilangan teman dan kerabat di Gaza," katanya. "Penjajahan (Israel) menghancurkan Jenin dan anak-anak dibunuh secara brutal."

Tentara Israel mengatakan serangan yang sering mereka lakukan di Jenin, terutama di kamp pengungsi yang berdekatan, menargetkan orang Palestina yang dicap teroris. Namun Kementerian Kesehatan Palestina di Ramallah mengatakan banyak dari mereka yang tewas ialah warga sipil.

Baca juga: Warga Palestina Ceritakan Penyiksaan dalam Tahanan Tentara Israel

Pasukan dan pemukim Israel telah membunuh lebih dari 300 orang di Tepi Barat sejak dimulainya perang, kata pejabat kesehatan Palestina. Israel telah menjajah Tepi Barat sejak perang Enam Hari pada 1967.

Warga Kristiani Palestina butuh perdamaian

Peperangan antara Hamas dengan Israel berdampak besar pada penghidupan masyarakat. Di jalanan Zababdeh yang sepi, toko dekorasi Natal milik Gabi Khadar dipenuhi barang-barang perayaan yang belum terjual seperti perada, berkotak-kotak pernak-pernik, dan lebih dari 20 pohon Natal plastik.

Tidak ada satu pohon pun yang dibeli tahun ini. Pria Kristen Anglikan berusia 55 tahun itu kini terlilit utang dan kesulitan membayar sewa. Dia harus memberi tahu anak-anaknya untuk tidak mengharapkan hadiah besar.

"Putra saya yang berusia 16 tahun mengerti," kata Khadar. "Dia mengatakan kepada saya bahwa dia tidak membutuhkan sepatu baru pada Natal ini. Dia cukup puas dengan sepatu lama."

Meskipun demikian, beberapa ibadah keagamaan tetap berjalan. Pastor Elias Tabban, 50, memimpin misa khidmat di Gereja Visitasi Katolik.

Ratusan umat Kristen Palestina berdiri di bangku gereja dan bernyanyi untuk menunjukkan persatuan saat gumpalan dupa membubung ke seluruh gereja. Tabban mengatakan masyarakat sangat terpukul akibat perang di Gaza. 

Seorang perempuan di Zababdeh kehilangan dua saudara perempuannya beserta suami dan anak-anak mereka ketika bom menghantam gereja Ortodoks di sana. Masyarakat juga takut desanya menjadi sasaran berikutnya. "Semua orang berpikir, 'Kapan giliran kami?'" kata Tabban. 

Namun Natal menawarkan kesempatan untuk berkumpul di sekitar warga Palestina yang membutuhkan dan berdoa untuk mengakhiri kekerasan. "Kami membutuhkan perdamaian lebih dari sebelumnya." (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat