visitaaponce.com

Mimpi Eks Pemukim Israel di Gaza Ingin Kembali

Mimpi Eks Pemukim Israel di Gaza Ingin Kembali
Tentara Israel berpatroli di sepanjang perbatasan Israel-Gaza pada 27 Desember 2023 di tengah pertempuran yang sedang berlangsung.(AFP/Jack Guez.)

"RUMAH di tepi pantai bukanlah mimpi!" Slogan iklan yang dibuat oleh pengembang permukiman Israel terdengar di telinga para eks pemukim Jalur Gaza yang ingin kembali ke wilayah Palestina setelah perang.

Hampir dua dekade setelah pemukim Israel keluar dari Gaza, pengembang realestat Harey Zahav memicu kontroversi ketika mereka mengunggah slogan tersebut di media sosial pada pertengahan Desember ketika Israel melancarkan serangan militer terhadap penguasa Hamas di wilayah tersebut.

"Kampanye ini mengungkapkan keinginan untuk kembali (ke Gaza) tetapi kami tidak memiliki proyek yang sedang dikembangkan," kata Zeev Epstein, pemilik perusahaan tersebut, yang terkenal karena membangun pos-pos pemukim liar di Tepi Barat yang diduduki tanpa izin pemerintah Israel.

Baca juga: Realestat Israel Masuki Jalur Gaza Ingin Bangun Rumah Mewah

Epstein menyampaikan komentar tersebut kepada televisi Channel 13 Israel ketika para pendukung Palestina menyatakan kemarahannya setelah melihat proposal membangun rumah-rumah di tepi pantai di atas reruntuhan Gaza yang dibom.

Israel secara sepihak menarik pasukan terakhirnya dan 8.000 pemukim pada 11 September 2005. Langkah ini mengakhiri kehadirannya di Gaza yang dimulai pada 1967, tetapi tetap mempertahankan kendali penuh atas perbatasan wilayah tersebut.

Meskipun menarik diri, Israel memberlakukan blokade darat, laut, dan udara di wilayah tersebut. Negara Zionis itu masih dianggap secara internasional sebagai kekuatan pendudukan di Jalur Gaza.

Baca juga: eSIM Bantu Warga dan Jurnalis di Gaza di Tengah Terputusnya Jaringan Internet

Semua permukiman di tanah Palestina yang dijajah itu dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas permukiman tersebut disetujui oleh Israel. Tidak ada pejabat Israel yang mengusulkan rencana untuk mengirim pemukim Yahudi kembali ke wilayah tersebut setelah pecahnya perang pada 7 Oktober, ketika militan Hamas melancarkan serangan mematikan di Israel selatan dan Israel menanggapinya dengan kampanye militer tanpa henti.

Namun, pada Rabu (27/12, anggota parlemen koalisi Zvika Foghel mengatakan kepada radio publik bahwa Israel harus, "Mengambil kendali atas wilayah utara Sungai Gaza dan membangun permukiman Yahudi baru."

Hidup di surga

Bagi Hannah Picard, warga Prancis-Israel berusia 66 tahun yang tinggal selama 16 tahun di jantung Jalur Gaza, "Jelas bahwa kami akan kembali." Perang yang sedang berlangsung di Gaza, katanya, merupakan awal dari kepulangannya.

Baca juga: Empat Tewas dalam Serangan Israel terhadap Jenderal Iran di Suriah

"Jauh di lubuk hati, kami bermimpi untuk kembali, karena ini rumah kami," kata Picard dalam wawancara di apartemen tiga kamar tidurnya di Jerusalem yang ia gambarkan sebagai rumah sementara.

Bekas rumahnya di tepi pantai di Gaza tengah, katanya, mirip dengan, "Hidup di surga."

Perang Gaza paling berdarah yang pernah terjadi ketika pejuang Hamas menyerang Israel dan menewaskan sekitar 1.140 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka Israel. Mereka menyandera 250 orang, dan 129 di antaranya masih berada di Gaza, kata Israel.

Pengeboman dan serangan darat balasan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 20.915 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan Gaza. Tuntutan permukiman kembali di Gaza telah mendapatkan dukungan di kalangan warga Israel, banyak di antara mereka yang mengalami trauma dan terpacu oleh serangan 7 Oktober.

Memerintah Gaza

Oded Mizrahi--yang bekerja di Museum Gush Katif di Jerusalem--dinamai berdasarkan nama blok permukiman Israel di Jalur Gaza, yakin bahwa mereka akan kembali ke  wilayah itu sesegera mungkin.

"Kami tidak tahu persis bagaimana caranya, tetapi semua orang memahami bahwa Hamas tidak bisa tinggal di sana," katanya kepada AFP. "Kami tidak punya pilihan lain selain memerintah" Gaza, katanya.

Meskipun pihak berwenang Israel belum membicarakan masa depan Gaza dengan jelas, Amerika Serikat menegaskan bahwa keputusan berada di tangan Palestina. "Kami tidak percaya bahwa masuk akal bagi Israel, atau tepat bagi Israel, untuk menduduki Gaza, menduduki kembali Gaza dalam jangka panjang," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan kepada wartawan saat berkunjung ke Israel baru-baru ini.

"Pada akhirnya kendali atas Gaza, administrasi Gaza, dan keamanan Gaza harus dialihkan ke tangan Palestina." Melihat gambaran pada 2005, warga Israel menangis saat meninggalkan rumah mereka di permukiman Gaza, tentara menangis ketika mereka menjalankan perintah evakuasi, buldoser yang menghancurkan rumah-rumah dan sinagoga yang dibakar oleh warga Palestina terpatri dalam ingatan kolektif Israel. 

Di museum Gush Katif dipajang foto-foto, peta, dan cenderamata dari permukiman yang hancur seperti botol-botol kecil berisi pasir dari Gush Katif serta buku-buku tentang sejarah Yahudi di Gaza. T-shirt bertuliskan "Kami akan pulang" dijual seharga 35 shekel (US$10).

"Orang-orang ingin mempelajari cerita ini," kata Mizrahi. "Ada di berita." (AFP/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat