visitaaponce.com

Presiden Kolombia Gustavo Petro Didesak Mundur

Presiden Kolombia Gustavo Petro Didesak Mundur
Demonstrasi yang mendesak Presiden Kolombia Gustavo Petro mundur(Joaquín SARMIENTO / AFP)

Ribuan warga Kolombia berunjuk rasa mengkritik Presiden Gustavo Petro atas kekerasan yang terus melanda negara Amerika Selatan tersebut.

"Mundur, Petro!" begitu tulisan yang tertera pada spanduk yang dibawa oleh pengunjuk rasa di Bogota sembari mengibarkan bendera Kolombia.

“Ketidakamanan ada di mana-mana, di pedesaan dan di kota. Masyarakat sudah lelah,” kata pengunjuk rasa Luis Chaparro, seorang pensiunan tentara, kepada AFP.

Baca juga : ‘Until August’ Novel Terakhir Gabriel Garcia Marquez Akhirnya Dirilis

“Kita berada di tengah dua ancaman: kekerasan dan kriminal di satu sisi, dan kebodohan pemerintahan Gustavo Petro di sisi lain,” tambah Miguel Uribe, senator oposisi dan penyelenggara demonstrasi.

Demonstrasi juga pecah di Cali, Medellin, Barranquilla, Bucaramanga dan kota-kota lainnya.

Petro, presiden sayap kiri pertama Kolombia, hanya mendapat sekitar 35% dukungan, menurut jajak pendapat.

Baca juga : Mantan PM: Presiden Kazakhstan Harus Harus Netralisir Faksi Nazarbayev

Pemerintahannya telah bernegosiasi dengan kelompok-kelompok bersenjata yang terus berperang meskipun FARC, kekuatan gerilya utama, telah dilucuti setelah perjanjian damai tahun 2016.

Pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata sering terjadi berturut-turut, dimana warga sipil – khususnya di daerah pedesaan – terjebak dalam pertempuran antara gerilyawan sayap kiri, kelompok paramiliter sayap kanan, kartel narkoba, dan militer.

Para pengunjuk rasa juga mengkritik usulan reformasi sistem pensiun dan layanan kesehatan yang diajukan Petro, karena ia ingin mengekang ketergantungan pada dana swasta.

Banyak yang khawatir hal ini akan menyebabkan terlalu banyak tabungan masyarakat Kolombia yang diperoleh dengan susah payah berada di tangan layanan publik yang memiliki sejarah korupsi yang panjang.

Upayanya untuk memperluas tunjangan pekerja juga ditolak secara luas karena dianggap sebagai pembelanjaan publik yang boros di negara yang secara historis tidak mempercayai kelompok politik kiri dan lembaga-lembaga negara. (AFP/M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat