visitaaponce.com

Perjuangan Muslim di Monfalcone Italia untuk Bisa Beribadah

Perjuangan Muslim di Monfalcone Italia untuk Bisa Beribadah
Umat Islam saat Idul Fitri di kawasan industri Parco Dora di Turin, Italia.(Marco BERTORELLO / AFP)

SEBAGIAN Muslim di kota Monfalcone, Italia, menggunakan tempat parkir yang berada di basement sebuah gedung untuk melaksanakan salat Jumat. Mereka hanya sebagian kecil dari umat Islam di kota itu yang sejak November dilarang melaksanakan salat berjamaah di gedung kebudayaan yang digunakan sebagai rumah ibadah Muslim.

Mereka menggunakan lokasi milik pribadi untuk menjalankan bagian dari hak beragama ini sambil menunggu keputusan pengadilan. Muslim di kota ini mengajukan gugatan kebijakan zonasi yang menghalangi hak konstitusional untuk beribadah.

Di antara mereka adalah Rejaul Haq, pemilik tempat tersebut yang menyatakan kekecewaan atas aturan baru dari wali kota ini yang berhaluan kanan. “Katakan padaku kemana aku harus pergi? Kenapa aku harus pergi ke luar Monfalcone? Aku tinggal di sini, aku membayar pajak di sini,” keluh Haq, warga negara Italia yang dinaturalisasi dan tiba dari Bangladesh pada 2006.

Baca juga : Meningkat Pascakonflik di Gaza, Lebih dari 41,2% Muslim di Jerman Alami Rasisme Setiap Hari

Menurut dia umat Katolik, Ortodoks, Protestan, hingga yehuwa memiliki gereja masing-masing dan diperbolehkan menjalankan ibadah. “Tetapi kenapa kita tidak bisa punya satu saja?" ujarnya.

Sepertiga dari 30 ribu penduduk kota yang tinggal di luar Trieste ini adalah imigran. Sebagian besar dari mereka adalah Muslim Bangladesh yang mulai berdatangan pada akhir 1990-an untuk membangun kapal pesiar di pabrik Fincantieri, yang galangan kapalnya merupakan yang terbesar di Italia.

Wali kota Monfalcone Anna Cisint mengklaim pembatasan ini hanya soal zonasi, bukan diskriminasi. Peraturan perencanaan kota buatannya ini sangat membatasi pendirian tempat ibadah khususnya bagi Muslim, seperti di negara sekuler lain.

Baca juga : Hukum Merayakan Valentine oleh Umat Muslim Menurut Hadis dan Ulama

Dia mengatakan bahwa bukan tugasnya untuk menyediakan tempat ibadah. “Sebagai wali kota, saya tidak menentang siapa pun, saya bahkan tidak akan menyia-nyiakan waktu saya untuk melawan siapa pun, tapi saya juga di sini untuk menegakkan hukum,” kata Cisint kepada AFP.

Namun, dia berpendapat jumlah imigran Muslim, yang didorong oleh reunifikasi keluarga dan kelahiran baru, telah menjadi terlalu banyak bagi Monfalcone. “Terlalu banyak, kamu harus mengatakannya apa adanya," katanya.

Isu diskriminasi Muslim di Monfalcone telah menjadikan Cisint dan kebijakannya itu berita utama nasional dalam beberapa bulan terakhir.

Baca juga : Niat Sholat Idul Adha Secara Berjamaah dan Sendiri Lengkap dengan Arab, Latin, dan Artinya

Kebijakannya ini disinyalir sebagai bagian dari langkah politiknya untuk mendapatkan tempat dalam pemilihan Parlemen Eropa. Dia merupakan anggota partai liga yang anti-imigran pimpinan Matteo Salvini, yang merupakan bagian dari pemerintahan koalisi Perdana Menteri Giorgia Meloni.

Liga ini selama beberapa dekade telah menghalangi pembukaan masjid di basis mereka di Italia utara. Namun masalahnya terjadi secara nasional di Italia yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.

Islam tidak termasuk dalam 13 agama yang memiliki status resmi berdasarkan hukum Italia, sehingga mempersulit upaya pembangunan tempat ibadah.

Baca juga : 165 Peserta dari Lima Benua Ikuti Prakualifikasi MTQ Internasional di Jakarta

Saat ini terdapat kurang dari 10 masjid yang diakui secara resmi, kata Yahya Zanolo dari Komunitas Keagamaan Islam Italia (COREIS), salah satu asosiasi Muslim utama di negara tersebut.

Itu berarti bahwa dari sekitar dua juta umat Islam di Italia, sebagian besar berada di ribuan tempat ibadah darurat yang menimbulkan prasangka dan ketakutan pada populasi non-Muslim.

Cisint, yang berada di bawah perlindungan polisi sejak menerima ancaman pembunuhan secara daring pada Desember, mengeluhkan penolakan terhadap integrasi oleh komunitas yang disebutnya sangat tertutup.

Dia mempertanyakan bahasa Arab dan bukan Italia yang digunakan di pusat-pusat komunitas ini. Dia juga menyinggung perempuan yang berjalan di belakang laki-laki dan anak perempuan bercadar.

Menjelang pemilu Eropa, Liga Eropa sekali lagi memanfaatkan imigrasi ilegal ke Italia – di mana hampir 160 ribu migran tiba dengan perahu tahun lalu, sebagian besar dari negara-negara Muslim sebagai sumber suara.

Salvini menyebut pemungutan suara pada Juni sebagai referendum mengenai masa depan Eropa. Itu untuk memutuskan apakah Eropa akan tetap ada atau akan menjadi koloni Sino-Islam.

Namun umat Muslim di Monfalcone tidak cocok dengan stereotip yang dieksploitasi oleh Liga, karena mereka dipersenjatai dengan izin kerja atau paspor.

“Kami datang ke sini bukan untuk melihat indahnya kota Monfalcone,” canda Haq. “Tapi karena ada pekerjaan di sini.”

Banyak warga Muslim mengatakan kepada AFP bahwa mereka merasakan rasa ketidakpercayaan, bahkan kebencian, dari beberapa warga yang sudah lama tinggal di sana.

Putusan keadilan

Pengadilan administratif di Trieste akan memutuskan pada 23 Mei kebijakan Cisint yang melarang Muslim beribadah di tempat umum. Haq mengatakan umat Muslim di Monfalcone tidak mempunyai rencana lain jika kalah. Kekhawatiran juga akan tetap ada meskipun mereka menang.

Sementara itu Cisint secara aktif mempromosikan bukunya bertajuk Sudah Cukup: Imigrasi, Islamisasi, Penyerahan. Ia memperingatkan bahwa situasi Monfalcone dapat ditiru di tempat lain. (AFP/Cah)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat