visitaaponce.com

Masyarakat Adat Tolak Keras Penguasaan Lahan Hutan Oleh BPOLBF

Masyarakat Adat Tolak Keras Penguasaan Lahan Hutan Oleh BPOLBF
Masyarakat adat lancang di Kelurahan Wae kelambu Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat menolak keras penguasaan lahan hutan oleh Badan(MI/John Lewar)

DATANG menemui Bupati Manggarai Barat tokoh adat lancang mengatakan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) tiba-tiba menguasai tanah lebih dari ratusan hektare di wilayah garapan masyarakat dan hutan tutupan negara. POLBF secara langsung menyingkirkan kehidupan masyarakat lokal dan menghilangkan mata pencarian masyarakat yang bertani.

Diketahui, Peta BPOLBF yang menguasai seluruh hutan kawasan di belakang Kampung Lancang, Kecamatan Komodo itu, merupakan sumber mata air harapan satu satunya bagi masyarakat kampung itu.

Hal itu langsung direspon Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, Selasa (18/5) saat ditemui di ruang kerjanya. Edistasius mengatakan BPOLBF jangan membuat gaduh dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Baca Juga: Pemerintah Bangun Terminal BBM di 3 Lokasi di Timur Indonesia

"Sudah ada laporan warga adat Lancang, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo terkait lahan garapan mereka yang diklaim menjadi kawasan hutan oleh Dinas Kehutanan yang kemudian diserahkan kepada BPO Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk dijadikan destinasi parwisata," tegas Edi Endi.

Dalam tuntutannya, warga adat Lancang menolak tegas peta kawasan yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan BPO Labuan Bajo Flores. Sebelumnya puluhan masyarakat adat Lancang di hadapan Bupati Edi Endi bersama Dami Odos, perwakilan warga adat, meminta Pemkab Mabar untuk mendesak Dinas Kehutanan NTT dan BPOLBF membatalkan peta yang melewati lahan garapan mereka.

"Meminta Pemda Mabar agar mendesak Dinas Kehutanan untuk membatalkan SK Kehutanan Tahun 2016 dan mengembalikan batas Pal yang pilarnya masih di lokasi hutan berjarak sekitar 60 meter dari batas tanah garapan masyarakat,'' ujarnya.

Dami Odos menilai, peta BPOLBF yang menguasai seluruh hutan kawasan di belakang kampung Lancang merupakan sumber mata air bagi masyarakat kampung itu. ''Di atas lahan tersebut sudah ada bangunan rumah milik masyarakat Lancang, berbagai jenis tanaman dan kayu yang telah ditanam oleh pemilik tanah, juga merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Lancang, Raba dan Wae Bo,'' bebernya.

Menaggapi hal itu, Bupati Edi Endi menilai kehadiran BPOLBF bukan mencaplok lahan yang selama ini digarap masyarakat. ''Bukan itu substansi kehadirannya, tetapi bagaimana supaya masyarakat lebih sejahtera. Tolong tunjukkan di mana batas yang benar pal ini. Supaya masyarakat jangan dibuat seperti kelinci percobaan,'' tegasnya.

Direktur Destinasi BPO Labuan Bajo Flores, Konstan Mardinandus Nadus mengaku belum banyak memahami masalah tersebut. ''Saya belum bisa menjawab banyak hal. Jangan cemas,'' ujarnya.

Turut hadir, Wabup Mabar, Yulianus Weng; Kepala UPTD Kehutanan Mabar, Stefan Naftali; Sekda Mabar, Frans Sodo; Kadis Pariwisata dan Kebudayaan, Agustinus Rinus; dan Kepala PLN UPL Labuan Bajo, Ambara. (JL/OL-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat