visitaaponce.com

Warga Pematangsiantar Keberatan Penagihan PBB Kedaluwarsa

Warga Pematangsiantar Keberatan Penagihan PBB Kedaluwarsa
Kantor Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Pemantangsiantar(MI/Apul Iskandar)

Masyarakat Pematangsiantar Sumatra Utara kembali resah, mengeluh dan kebingungan saat melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2022 di Bank Sumut.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Pematangsiantar Henry Sinaga mengungkapkan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar melakukan penagihan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang telah kedaluwarsa lebih dari 5 tahun.

Bahkan, lanjut dia, PBB yang sudah lebih dari 20 tahun lebih pun masih ditagih. Penagihan kata ungkap Henry dilakukan pada saat wajib pajak hendak membayar PBB 2022 di Bank Sumut Pematangsiantar.

Baca juga: Menunggak Pajak, Sejumlah Tempat Usaha di Padang Ditindak

"Tindakan Pemko Pematangsiantar tersebut meresahkan dan membingungkan masyarakat juga merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 78 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menentukan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5  tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak," kata Henry Sinaga kepada Media Indonesia, Jumat (1/7)

Padahal menurutnya perda tersebut mengatur PBB yang sudah lebih dari 5 tahun tidak dapat lagi ditagih karena sudah kedaluwarsa apalagi tanpa ada surat teguran sama sekali.  "Sehubungan dengan hal tersebut  saya akan melaporkan hal ini kepada pemerintah pusat dan aparat penegak hukum," tegas Henry.

Keresahan, keluhan dan kebingungan tersebut juga diungkapkan oleh seorang warga Pematangsiantar yang tidak mau disebutkan namanya. Dia menjelaskan saat akan membayarkan PBB di Bank Sumut Kota Pematangsiantar juga ditagih agar membayar PBB mulai dari 1995  tanpa sama sekali ada menerima surat teguran sebelumnya. "Saat diprint out di loket Bank Sumut, pihak petugas loket menyuruh agar membayar pajak tunggakan dari 1995 tanpa ada surat teguran sebelum-sebelumnya, lebih 20 tahunan lah," ujarnya.

Baca juga: Beri WTP ke Anies, BPK Catat Kelebihan Bayar Gaji

Di tempat terpisah, Staf Tax Centre Universitas Sumatra Utara Indra Efendi Rangkuti menerangkan kedaluwarsa menurut ketentuan yang diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo UU No.1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah 5 tahun.

"Artinya, jika utang pajak setelah terbitnya ketetapan pajak dan tidak ada penagihan selama 5 tahun, dianggap kedaluwarsa," kata Indra.

Indra menjelaskan proses penagihan pajak seharusnya dimulai dari terbitnya surat teguran kepada wajib pajak yang tidak menunaikan kewajiban mereka. "Sebagai contoh seorang wajib pajak memiliki utang pajak pada 2015. Pada 2018 fiskus atau aparatur pajak/pejabat pajak baru menerbitkan surat teguran kepada wajib pajak, kedaluwarsanya dihitung dari terbitnya surat teguran tersebut," terangnya.

Baca juga: Kesadaran Warga Cianjur Bayar PBB Terus Meningkat

Jika tidak ada surat teguran yang terbit, ungkapnya, kedaluwarsa dihitung dari saat terutangnya pajak tersebut.

Oleh karena itu, Indra berharap, Pemerintah Kota Pematangsiantar sebagai fiskus agar memperhatikan ketentuan hukum dalam hal penagihan pajak sehingga proses penagihan pajak tidak menimbulkan kontroversi hukum di tengah masyarakat. "Kalau diteruskan akan menimbulkan cacat hukum dalam pemungutannya dan wajib pajak bisa mengajukan gugatan hukum atas proses penagihan tersebut," tegasnya.

Sepenggal-penggal

Kepala Badan Pengelola dan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pematangsiantar Masni menjelaskan pada Pasal 78 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dijelaskan hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

"Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa; atau b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam hal diterbitkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut," kata Masni dalam keterangannya kepada Media Indonesia.

Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ujar Masni adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasi kepada pemerintah daerah.

Kemudian pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib pajak.

"Inilah isi di dalam pasal 78 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 6 Tahun 2011 tentang pajak Daerah. Setiap orang diharapkan membacanya secara menyeluruh dan tidak sepenggal-sepenggal agar ketentuan yang diamanatkan dalam pasal tersebut menjadi jelas," jelas Masni.

Lalu, dalam pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah telah menyatakan piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah  kedaluwarsa dapat dihapuskan.

Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa; atau ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada pemerintah daerah.

Pengakuan utang pajak secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib pajak.

Dalam hal diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat teguran dan/atau surat paksa tersebut.

Dalam hal ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal pengakuan tersebut.

Membaca Pasal 22 ayat (1) PP 55/2016 yang menyebutkan “Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan”, maka kata dia selanjutnya dalam hal penghapusan piutang Negara/Daerah berpedoman kepada: Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan  Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.

"Piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau mutlak dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah, kecuali mengenai piutang Negara/Daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang-Undang. Penghapusan secara bersyarat dilakukan dengan menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah tanpa menghapuskan hak tagih Negara/Daerah. Penghapusan secara mutlak dilakukan setelah penghapusan secara bersyarat. Penghapusan secara mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Negara/Daerah," terangnya.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) PP 55/2016 tersebut di atas disebutkan bahwa terhadap piutang Negara/Daerah yang sudah kedaluwarsa “dapat” dihapuskan, namun kata Masni harus memenuhi kaidah-kaidah dan mekanisme sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017.

"Arti kata 'dapat' sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) PP 55/2016 di atas menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) adalah mampu; sanggup; bisa; boleh; mungkin. Sehingga penggunaan kata 'dapat' juga ditafsirkan sebagai pilihan terhadap dilaksanakan atau tidaknya sesuatu," jelasnya.

"Contoh konkret yang juga dapat dijadikan sebagai yurisprudensi terhadap penagihan piutang pajak yang sudah kedaluwarsa antara lain adalah piutang pajak kendaraan bermotor yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU 1/2022 jo. Pasal 2ayat (1) UU 28/2009," pungkasnya. (X-15)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat