visitaaponce.com

LMHKN ke KPK Pertanyakan Laporan Dugaan Korupsi Bupati Biak Numfor Rp2,2 T

LMHKN ke KPK Pertanyakan Laporan Dugaan Korupsi Bupati Biak Numfor Rp2,2 T
Joey Nicolas Lawalata (baju putih) dan Bambang Edhi Kusumah dari LMHKN mendatangi KPK menanyakan laporan dugaan korupsi Bupati Biak Nunfor(dok.ist)

SETELAH sebulan lebih laporan warga terkait temuan tindak korupsi senilai Rp2,2 triliun yang diduga dilakukan oleh Bupati Biak Numfor, Herry Ario Naap, tak juga direspon, Lembaga Monitoring Hukum dan Keuangan Negara (LMHKN) Kabupaten Biak Numfor, mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (3/10).

Joey Nicolas Lawalata dan Bambang Edhi Kusumah dari LMHKN yang ditemui di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan menjelaskan perihal kedatangannya ke gedung lembaga anti rasuah tersebut.

"Kami tadi mengonfirmasi perihal permasalahan yang ada di Biak Numfor yang waktu itu kami melakukan aksi di KPK. Apakah ada tindak lanjut. Benar tidak ada laporan dari masyarakat," ujar Joey Nicolas Lawalata.

Joey sengaja menanyakan tindak lanjut KPK terhadap laporan mereka Agustus lalu. Apalagi dirinya dan rekan-rekannya dipanggil panitia khusus (Pansus) DPRD Biak Numfor belum lama ini.

"Terkait isu penyalahgunaan anggaran APBD senilai Rp2,2 triliun yang kami aksikan dalam demo 5 Agustus 2022 di KPK ini. Apakah sudah berjalan dan ada laporan tersebut tidak. Apakah KPK menindaklanjuti atau tidak. Jangan hanya kepentingan yang lain gitu lho. Karena ada beberapa indikasi dimana politik Papua itu panas lho," ujar Joey.

Joey mempertanyakan sikap para anggota pansus DPRD Biak Numfor yang tak mengundang Bupati Herry Ario Naap, pada saat mereka dipanggil dalam pembahasan dugaan penyalahgunaan dana APBD Biak Numfor oleh sang bupati.

"Hanya saja kami menilai, dalam pelaksanaan Pansus tersebut seperti ada penggiringan terhadap kalangan masyarakat Kab. Biak Numfor yang telah melakukan aksi di KPK pada tanggal 13 Agustus lalu untuk tujuan tertentu yang keluar dari tujuan Pansus tersebut dibentuk. Dengan bukti yaitu diundangnya Ketua LSM Kampak Biak dan Ketua LMHKN untuk menghadiri Pansus, bersama Dewan Adat Byak dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Biak Numfor yang juga turut diundang hadir”, ucap Joey.

Lanjut Joey, bahkan ketika Ketua LSM Kampak Biak dan LMHKN tidak memenuhi undangan menghadiri Pansus tersebut, ada semacam tekanan dan ancaman untuk dihadirkan secara paksa.

"Jadi pihak DPRD Biak Numfor akan meminta bantuan aparat Kepolisian untuk menghadirkan paksa keduanya. Padahal terkait aturan DPR RI/DPRD dapat meminta bantuan Kepolisian untuk menghadirkan paksa pihak undangan DPRD telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 16/PUU-XVI/2018, sebab pemanggilan paksa oleh DPR RI/DPRD tersebut bertentangan dengan UUD 1945, terkecuali pihak yang mengundang tersebut adalah Penegak Hukum dalam konteks suatu perbuatan pelanggaran hukum, atau Pengadilan dalam proses sidang perkara hukum,Pungkas Joey.

Sementara Bambang E.K menjelaskan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan DPR RI dan DPRD memiliki tiga hak. Yakni hak interpelasi untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak angket, untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ketiga, hak menyatakan pendapat yang merupakan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

"Jika mengacu pada hak-hak dan fungsi Pansus DPR RI/DPRD dibentuk, maka seyogyanya yang diundang hadir dalam Pansus DPRD Kab. Biak Numfor itu adalah Bupati Biak Numfor dan BPK RI Perwakilan Provinsi Papua, bukan instrumen masyarakat Biak Numfor melaporkan ke KPK. Apalagi bukankah hasil dari Pansus DPRD terhadap temuan BPK RI tersebut adalah hanya dalam bentuk Rekomendasi kepada Eksekutif untuk menyelesaikan semua permasalahan kerugian keuangan Negara yang menjadi temuan BPK RI?," terang Bambang E.K.

Dugaan korupsi dana APBD Biak Numfor senilai Rp2,2 triliun merupakan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Papua. Hal itu disebutkan bahwa adanya kerugian keuangan Negara sebesar Rp2,2 Trilyun itu ada dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor Tahun Anggaran 2017 sampai dengan 2021.

Sementara itu, KPK menyatakan jika pihaknya sudah menerima adanya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi senilai Rp2,2 triliun dan sudah ditelaah.

"Ternyata benar, adanya laporan masyarakat sudah diterima KPK. KPK katanya akan menindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan. Sudah ada beberapa alat bukti yang dikantongi KPK. Khususnya yang terkait dengan temuan BPKRI dan sejumlah asset yang tidak diyakini kewajarannya," tutup Joey menirukan jawaban petugas KPK. (OL-13)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat