visitaaponce.com

Menanti Listrik 24 Jam untuk Bangkitkan Ekonomi di Pulau Palue

PANTAI indah dengan gunung api Rokatenda yang menjulang memancarkan pesona keindahan Pulau Palue, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka. Namun, dibalik keindahan pulau ini kondisi kampung yang dihuni sepuluh ribu warganya masih gelap. Karena listrik belum mereka rasakan optimal sehingga tidak bisa meningkatkan ekonomi rumah tangga warganya.

Membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan menggunakan perahu motor dari Ropa, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende untuk sampai ke Pulau Palue. Gunung Rokatenda yang masih aktif terlihat jelas saat menyeberangi Pulau Palue. Butuh keberanian dan adrenalin lebih untuk sampai ke pulau di bagian utara Pulau Flores itu karena gelombang lautnya cukup menantang.

Beberapa kampung di pesisir dengan dataran sedikit landai mulai terlihat dari tepi pantai ketika sampai di pulau palue. Tiang tiang listrik dengan kabel-kabel berdiri tegak menyangga kabel demi listrik buat warga.  

"Ini setahun pulau ini diterangi listrik hasil perjuangan warga sendiri hingga terang walau belum maksimal untuk kebutuhan lain," ungkap Salestinus Laba, mantan kepala Desa Maluriwu salah satu desa pesisir pantai utara Palue.

Perjuangan mendapatkan listrik berpuluh tahun masih jauh dari harapan, walaupun tiang-tiang listrik telah berdiri di sejumlah kampung dan meteran listrik telah terpasang di rumuh-rumah warga. Baru 7 desa yang teraliri arus listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya hanya untuk penerangan dengan satu desanya yakni desa Lidi yang belum menikmati listrik sama sekali.

Warga mengeluhkan listrik yang ada saat ini hanya mampu menerangi rumah penduduk rata-rata 4 jam sehari dari sore hingga malam. Padahal sebelumnya mereka berharap listrik yang ada bisa menerangi mereka 24 jam demi penerangan dan pemenuhan ekonomi keluarga.

Sejumlah pemuda yang berniat pulang kampung untuk menciptakan lapangan kerja, terpaksa kembali bergantung pada kebutuhan listrik dari bahan bakar minyak yang sangat memakan biaya.

Seperti Sebas, salah satu pemuda perantau dari Desa Maluriwu yang membuka usaha warung sekitar pelabuhan namun mandek dan tak berjalan lancar akibat listrik yang dibutuhkan hanya menyala sekitar 3-4 jam, namun ketika ada penumpang kapal tengah malam diatas jam 22.00 listrik telah mati.

"Saya sebenarnya perantau namun setelah mendengar bahawa di Palue ini ada listrik saya pulang dan membangun usaha namun akhirnya mandek gara-gara listrik berfungsi di jam yang saya tidak butuhkan,” ungkap Sebas salah satu pemuda di desa Maluriwu.

Sejumlah warga terpaksa harus menggunakan senter smartphone untuk kebutuhan penerangan di dapur seperti untuk membersihkan beras.

Sejumlah pemuda juga terpaksa harus menyimpan kembali semua alat pertukangan dari mesin bor listrik, mesin skap kayu, karena daya listrik yang sangat minim, sehingga harus menggunakan generator sebagai pembangkit listrik. Semua perlatan listrik yang berdaya besar harus disimpan sementara karena minimnya pasokan daya listrik. Mereka juga harus mengantri mengecas smartphone agar bisa komunikasi dan penerangan menggunakan smartphone.

Emanuel Lengo, tokoh masyarakat Pulau Palue berharap ada alternatif listrik menggunakan bantuan mesin atau sistem hibrid, demi kebutuhan listrik yang memadai dalam meningkatkan ekonomi dari listrik yang ada.

"Listrik selama ini menyala hanya malam jadi kami berharap setidaknya ada bantuan genset di PLN agar listrik bisa 24 jam sehingga kami juga bisa pakai listrik untuk cari uang meningkatkan ekonomi yang dengan sendirinya bisa bayar pulsa listrik," ucapnya.

Bukan hanya warga akibat kekurangan daya listrik sejumlah guru dan pelajar di sekolah juga mengalami kesulitan. Seperti di Sekolah Menengah Agama Katolik St. Benediktus Palue, kebutuhan listrik selama proses belajar mengajar harus menggunakan genset bahan bakar minyak karena listrik yang tak menyala pada siang hari.

Sejumlah guru mengeluhkan karena sistem belajar yang banyak menggunakan smartphone internet atau laptop tak dapat berjalan dengan baik. Mereka harus merogoh kocek Rp625 ribu sebulan hanya untuk kebutuhan bahan bakar minyak demi memnuhi daya listrik menggunakan genset.

"Selama ini kami gunakan genset sejak berdirinya sekolah ini sejak 2018. Ada perhatian pemerintah pusat buat pembanguan PLTS namun dayanya tidak cukup. Ketika kami membutuh laptop untuk ujian tidak bisa digunakan sama sekali. Siswa memilik HP untuk akses internet mengalami kendala karena tida bisa mengecas,” ungkap Romo Lexi Luna yang juga pastor paroki Ave Maria Bintang laut,Uwa.  

Belum Bisa Bangkitkan Ekonomi

Selain itu akibat minimnya daya listrik sistem komunikasi dan kesehatan juga terganggu. Tidak berhenti sampai di situ sistem pemerintahan terutama aktivitas kantor juga terganggu dan tidak efektif akibat minimnya pasokan daya listrik. Malahan di salah satu desa seperti desa Lidi warganyapun belum menikmati listrik sama sekali walupun hanya untuk penerangan.

Sekertaris Camat Palue, Bernadeta Roja, berharapa listrik hadir optimal untuk meningkatkan perekonomian warganya. "Terbatasnya pasokan listrik membuat kami kesulitan untuk pelyan di kantor juga aktivitas ekonomi. Kami tidak berkerja efektif dan efisien. Kalau panas matahari tidak cukup mungkin kami tidak bisa menikmati listrik. Kalu bisa PLN membantu kami untuk cadangan mesin genset agar listrik bisa 24 jam,” kata Bernadeta.

Menurut Syaifulah Bahri, petugas PLN yang bekerja di pulau tersebut daya listrik untuk pembangkit listrik di pulau palue memiliki daya 760 kwp. Kendala yang di alami PLTS saat ini karena 36 sel baterei penyimpan daya mengalami kerusakan walaupun baru setahun pemakaian atau difungsikan.

"Bila kondisi cuaca normal pengisiann bisa maksimal sampai 100%, namun karena kondisi sel batrei ada yang rusak maka daya baterinya cepat habis. Sesuai prosedur, kami akan nyalakan ketika batrei minimal 75 persen dan akan matikan bila kondisi batrei sudah 50 persen," ungkap Syaifulah.

Warga menunggu dan berharap banyak bantuan pemerintah pusat sembari terus menyuarakan harapannya. Warga Palue berharap keindahan pulau Palue dapat dinikmati oleh warganya dan wisatawan baik siang dan malam, adanya listrik selama 24 jam merupakan suatu keharusan.

"Kami masyarakat Palue berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo. Dengan adanya program kecamatan terang hari ini kami masyarakat Palue setelah 77 tahun Indonesia merdeka kami boleh menikmati listrik yakni dengan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Semestinya keberadaan PLTS ini tidak hanya untuk melayani kebutuhan penerangan akan tetapi bisa mendukung kegiatan ekonomi rumah tangga, pendidikan, keagamaan, penyelengaraan pemerintahan," beber Salestinus Laba. (OL-13)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat