visitaaponce.com

DPD Soroti CSR BP Tangguh-SKK Migas di Teluk Bintuni

DPD Soroti CSR BP Tangguh-SKK Migas di Teluk Bintuni
Anggota DPD RI asal Papua Barat Filep Wamafma.(Ist)

ANGGOTA DPD RI asal Papua Barat Filep Wamafma meminta Presiden dan Pimpinan DPD untuk mengaudit BP Tangguh-SKK Migas, khususnya terkait operasional Tangguh LNG di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Pasalnya, setidaknya ditemukan empat masalah pokok terkait realisasi CSR BP Tangguh dan perlakuan serta hubungannya dengan masyarakat di wilayah kerja Tangguh LNG di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.

"Ada empat masalah setidaknya yaitu pembohongan publik BP tentang program CSR BP, pelanggaran HAM oleh BP dengan dukungan SKK Migas, kejahatan kemanusiaan oleh BP dengan dukungan SKK Migas dan rasisme implisit dalam program sosial maupun ketenagakerjaan," ungkap Filep dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (16/5).

Menurut dia, pembohongan publik BP tentang CSR yakni terkait klaim kontribusi BP di media yang tidak sejalan dengan fakta di lapangan dan penyalahgunaan keuangan dalam program ekonomi Subitu.

"Dalam publikasi nasional maupun internasional, BP tidak mempublikasi secara transparan sumber dana CSR BP Tangguh. BP menutupi penjelasan mengenai sumber dana CSR dengan kalimat 'BP dengan dukungan SKK Migas, atau BP dengan dukungan Pemerintah'. Frasa ini menutupi informasi tentang sumber dana CSR yakni dari sumber cost recovery, yang mengurangi penerimaan negeri dan dana bagi hasil migas daerah. Ketidaktransparanan BP mengenai sumber dana CSR BP ini telah membohongi publik seolah-olah dana CSR BP bersumber dari keuntungan BP," ungkapnya.

Masalah lain, lanjut Filep, adalah pelanggaran hak asasi manusia oleh BP dengan dukungan SKK Migas terhadap Suku Sumuri dan Suku Sebyar di Kabupaten Bintuni yang mengalami kesulitan untuk memenuhi hak-hak dasar di wilayah kerja Tangguh LNG, seperti air bersih (masyarakat hidup tergantung dari air hujan atau air sungai yang keruh), fasilitas kesehatan dan pendidikan kurang atau bahkan buruk.

Lebih lanjut, Filep mengungkapkan bahwa BP didukung oleh SKK Migas telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat di wilayah operasional perusahaan. Pasalnya, pembiaran yang dilakukan menunjukkan rasa tidak humanis sebagai sesama manusia, terlebih sebagai perusahaan yang bertahun-tahun mengelola SDA migas di tanah Bintuni.

"Pembiaran terhadap adanya stunting, gizi buruk ekstrem, konsumsi air buruk, serta fasilitas kesehatan yang buruk dan pembiaran terhadap kemiskinan ekstrem adalah kejahatan kemanusiaan, sementara BP didukung oleh SKK Migas menikmati kemewahan di LNG Site menggunakan dana cost recovery," jelasnya.


Baca juga: Pembangunan IKN Nusantara Serap 6.700 Tenaga Kerja


Tak hanya itu, Filep juga menyoroti adanya dugaan praktik rasisme implisit dalam program sosial dan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Dugaan ini diperkuat dengan pengakuan mantan pegawai BP Indonesia yang merupakan putra asli Papua yang diterima oleh Filep.

"Informan saya seorang mantan pegawai BP mengaku bahwa mindset rasisme implisit ini terlihat dari pembiaran pihak perusahaan bersama SKK Migas terhadap kondisi serba keterbatasan dan kekurangan yang dialami masyarakat setempat. Hal itu dikonfirmasi oleh kondisi saat ini saat penduduk asli seolah dianggap sebagai objek bisnis, sehingga CSR BP hanyalah kemasan bagi promosi reputasi perusahaan," katanya.

Filep menjelaskan BP membuat publikasi bahwa 70% tenaga kerja Tangguh LNG adalah orang Papua. Namun ironisnya, dalam foto bersama antara delegasi pemda yang dipimpin Pj Gubernur Papua Paulus Waterpauw tidak satu pun anak Papua dalam tim BP yang hadir dalam pertemuan itu.

"Foto itu merupakan visualisasi fakta rasisme implisit dalam aspek ketenagakerjaan di BP dan di Tangguh Proyek di mana kaum kulit putih memimpin di top level, kaum kulit berwarna mengekor di middle level management dan kaum kulit hitam dari Papua dominan di low level," ucap Senator asal Papua Barat ini.

Oleh sebab itu, ia mendesak Presiden bersama pimpinan DPD RI untuk melakukan investigasi dan audit seutuhnya terhadap dampak dan kontribusi perusahaan kepada masyarakat. Hal ini sangat dibutuhkan mengingat fakta dan temuan lapangan yang bertolak belakang dan demi keadilan serta kesejahteraan masyarakat Papua sebagaimana dicita-citakan oleh negara.

"Demi kepentingan bangsa dan negara, saya meminta kepada pimpinan DPD RI untuk menjadikan penyelesaian masalah ini sebagai agenda resmi DPD RI dan meminta Presiden Joko Widodo agar memerintahkan dilakukan investigasi, audit sosial dan audit keuangan terhadap BP, SKK Migas dan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni terkait operasional BP di wilayah Tangguh LNG dan distribusi DBH bagi pembangunan masyarakat pemilik tanah ulayat di wilayah tersebut," pungkasnya. (RO/I-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat