visitaaponce.com

Hasil Pertanian Surplus, Boyolali Percaya Diri Hadapi Fenomena El Nino

Hasil Pertanian Surplus, Boyolali Percaya Diri Hadapi Fenomena El Nino
Hamparan padi siap panen di Ngemplak, Boyolali(MI/Widjajadi)

PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Boyolali, Jawa Tengah, meyakini ketahanan pangan di wilayahnya tidak akan begitu terpengaruh dengan kondisi kemarau yang lebih kering tahun ini, karena adanya fenomena El Nino.  

"Petani di Boyolali tetap tenang, karena masih punya cadangan gabah. Di puluhan desa, lumbung pangan juga terisi gabah. Lebih dari itu, petani tetap mengelola tanaman pangan, seperti palawija. Dan yang padi, dipilih varietas yang butuh sedikit air serta tahan hama," kata Kepala Dinas Pertanian Boyolali, Joko Suhartono saat dikonfirmasi, Sabtu (12/8).

Joko menegaskan, ketahanan pangan yang cukup dan bahkan berlebih membuktikan Boyolali tidak perlu khawatir dengan kemarau yang didorong fenomena El Nino. 

Baca juga : Pesan Cinta Lingkungan dalam Parade Budaya SMAN 1 Aesesa

Produksi gabah  semester pertama hingga Juli 2023 kemarin yang menghasilkan  224.987 ton gabah kering giling (GKG) atau 127.928 ton setara beras, dari luas panen 41.103 hektar.

"Produktivitas rata-rata 58,63 kuintal per ha. Dengan capaian 127.928 ton beras, Boyolali masih surplus sekitar 67.677 ton. Jadi Boyolali masih aman pangan di tengah kemarau yang menurut BMKG akan lebih kering tahun ini," kata dia.

Baca juga : Kelola Sampah TPS3R Kupas Desa Panggungharjo Layak Replikasi

Sementara untuk produksi  jagung hingga Juli 2023 juga masih aman. Dengan luas tanam 23.050 hektar, mampu menghasilkan 56,19 kuintal per ha. Total produksi mencapai 156.889 ton.

Yang jelas, papar Joko, kalangan petani sudah hafal dengan karakter kemarau di wilayahnya dan bagaimana menyikapi. Mereka pun pada 2016 juga menghadapi kondisi kemarau akibat fenomena El Nino, tapi mampu mengantisipasi dengan baik.

Pertanian yang beririgasi teknis, tetap melanjutkan menanam padi dengan varietas yang hemat air, berumur pendek, dan kuat menghadapi hama. Sehingga tetap bertahan dan berhasil dipanen.

"Selebihnya sawah tadah hujan ya harus bergeser pola tanamnya, gantian mengelola palawija.Yang daerah lereng pegunungan bertahan dengan hortikultura. Dan kami amati hingga menjelang pertengahan Aguatus, tidak ada yang terganggu dalam mengelola tanaman pangan, baik di sawah maupun pekarangan," imbuh Joko.

Dinas Pertanian pun selain terus mendekat ke petani juga melakukan identifikasi dan pemetaan wilayah yang terdampak kekeringan, sehingga dapat segera dicarikan langkah-langkah antisipasi.

Seperti misalnya, lanjut Joko, mendorong pemerintah desa, dengan anggaran desa untuk mengalokasikan pembangunan embung atau program satu desa satu embung memperbaiki sumur dangkal atau sumur dalam di dekat lahan, membenahi parit, aerta merehabilitasi jaringan irigasi tersier dan program pompanisasi.

"Kami terus koordinasi lintas pemangku kepentingan sebagai upaya mitigasi seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU)," pungkas Joko. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat