visitaaponce.com

431.247 Keluarga di NTT Berisiko Stunting

431.247 Keluarga di NTT Berisiko Stunting
Berdasarkan data e-PPGBM jumlah anak stunting di NTT tercatat sebanyak 63.804 orang dan keluarga berisiko stunting sebanyak 431.247.(MI/Palce Amalo)

SEKRETARIS Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nusa Tenggara Timur (NTT) Mikhael Yance Galmin menyebutkan ada dua sasaran utama yang harus diintervensi guna mempercepat penurunan stunting di daerah itu. Keduanya ialah jumlah anak stunting tercatat sebanyak 63.804 orang sesuai data e-PPGBM dan keluarga berisiko stunting sebanyak 431.247.

"Kami mengharapkan agar mencermati keluarga yang berisiko stunting itu, memang data-data yang sifatnya sanitasi, air bersih tidak bisa diintervensi oleh BKKBN, tetapi oleh kementerian terkait, pemerintah, dan swasta. Data-data itu ada di BKKBN provinsi maupun kabupaten dan kota," katanya saat berbicara pada Forum  Koordinasi Jurnalis NTT Kerjasama BKKBN NTT bersama Tanoto Foundation di  Kupang, Selasa (21/11) sore.

Hal itu sudah diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Baca juga: Atasi Stunting, Sumatra Barat Bagi-Bagi Sembako dan Telur

Menurutnya, keluarga berisiko stunting ialah keluarga yang memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak stunting, terdiri dari calon pengantin (catin), pasangan usia subur, ibu hamil, keluarga dengan anak 0-23 bulan, dan keluarga dengan anak 24-59 bulan.

Selain itu, penapisan faktor risiko yang mudah diamati dan memenuhi signifikansi dalam mempengaruhi terjadinya stunting yaitu sanitasi, akses air bersih, dan kondisi 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, terlalu banyak).

Baca juga: Di Bangkok, BKKBN Paparkan Program Kampung Keluarga Berkualitas

Menurutnya, BKKBN memiliki data prosentase keluarga yang tidak memilki sumber air minum utama yang layak dan jamban yang layak, terbanyak di Sumba Tengah sebesar 70,4%  keluarga yang tidak memilki jamban yang sehat dan Sumba Barat Daya sebesar 55,7% untuk keluarga yang tidak memiliki sumber air minum utama yang layak.

Adapun BKKBN sudah melakukan intervensi di lapangan, untuk 6.105 catin dan pasangan usia subur. "Untuk catin wanita ideal 13% dan berisiko 87%, dan catin pria ideal 15% ideal dan berisiko 85%," ujarnya.

Plt Kepala BKKBN NTT dokter Elsa Pongtulurun mengatakan, sesuai agenda pembangunan dalam RPJMN ke 4 Tahun 2020-2024, BKKBN diberikan mandat untuk mensukseskan agenda ke-3 yaitu meningkatkan kualitas SDM, dan Berdaya Saing dan agenda keempat yaitu peningkatan kualitas masyarakat.

"Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan pengetahuan jurnalis dalam meluruskan informasi terkait percepatan penurunan stunting di NTT, sebab pentingnya edukasi yang diberikan kepada masyarakat terkait stunting, seperti bahaya atau dampak jika anak terkena stunting, " ujarnya.

External Communications Manager Tanoto Foundation Patrick Hutajulu mengatakan, kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan bagi jurnalis untuk menciptakan produk jurnalis dalam rangka membantu penurunan stunting di NTT.

"Kami terus menekankan bahwa kolaborasi pentahelix yang merupakan pendekatan dari aksi nasional percepatan penurunan stunting yang di dalamnya kolaborasi antara pemerintah dan swasta, institusi pendidikan, masyarakat dan media, " ujarnya.

Menurutnya, forum komunikasi tersebut merupakan dukungan Tanoto Foundation kepada media untuk terus bersuara, menjadi corong utama dalam mengedukasi dan memberikan informasi kepada publik demi penurunan stunting di NTT, " ujarnya.

Percepatan penurunan stunting terus digalakkan oleh pemerintah yakni BKKBN dari pusat hingga daerah demi mencapai target nasional penurunan stunting 2024 sebesar 14 persen.  Adapun prevalensi stunting di NTT sudah turun menjadi 15,2 persenpersen atau 63.804 anak.

Kegiatan ini juga menghadirkan pembicara, Kadis Kesehatan dan Dukcapil NTT, Ruth Laiskodat dan CEO Tribun, Dahlan Dahi. (Z-3)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat