visitaaponce.com

Penyuluh CSA NTB Tingkatkan Wawasan Emisi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca

Penyuluh CSA NTB Tingkatkan Wawasan Emisi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca
Sebanyak 30 penyuluh NTB melakukan studi banding di BSIP Lingkungan Pertanian Pati, Jawa Tengah.(Ist)

UPAYA Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan pertanian rendah karbon (low carbon] didukung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) antara lain dengan melakukan studi banding ke BSIP Lingkungan Pertanian Pati, Jawa Tengah,  bagi 30 penyuluh berwawasan Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA).

Sebanyak 30 penyuluh NTB terlibat pada kegiatan SIMURP di NTB yang merupakan Provincial Project Implementation Unit (PPIU) NTB dari Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) dan penyuluh pendamping kegiatan SIMURP pada enam kecamatan di Kabupaten Lombok Tengah.

Tujuan kegiatan studi banding selama tiga hari atau pada 20 - 22 November 2023, untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan penyuluh/petugas terkait emisi, mitigasi dan absorbsi Gas Rumah Kaca [GRK] pada lahan pertanian, dampak pencemaran lingkungan dan penanggulangannya.

Baca juga: Bank Dunia Akui Keberhasilan Indonesia Implementasi CSA

Penyuluh dan petugas CSA berperan vital pada pengukuran emisi GRK, yang diawali pengambilan sampel kemudian menghitung tingkat emisi GRK, yang merupakan salah satu kegiatan Program SIMURP bagi petani berwawasan CSA.

Penekanan emisi GRK berdampak pada peningkatan produksi dan produktivitas padi, sejalan arahan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman, pangan merupakan aspek paling strategis yang wajib dibangun bersama, karena ketahanan pangan identik dengan ketahanan negara.

"Ketahanan pangan identik dengan ketahanan negara. Kalau krisis ekonomi itu kita mampu bertahan, kita bisa lewati, krisis kesehatan, covid 19 kita lewati tapi kalau krisis pangan bisa berdampak pada lainnya. Kita harus betul-betul menjaganya bersama," katanya.

Baca juga: Kementan Bersama Alumni IPB Perkuat Ketahanan Pangan, Melalui Benih Unggul

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan [BPPSDMP] Dedi Nursyamsi mengatakan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri di bawah business as usual [BAU] pada 2030, sementara dengan dukungan internasional hingga 41%.

"Kita butuh aksi adaptasi. Setiap aksi yang dilakukan, untuk mengantisipasi dampak buruk perubahan iklim serta menjaga kedaulatan pangan. Hal ini menjadi prioritas utama pembangunan pertanian," katanya.

Dedi Nursyamsi menambahkan, dibutuhkan pula aksi mitigasi, dimana setiap aksi harus bertujuan pada penurunan emisi GRK, tetapi harus mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas pertanian.

Baca juga: Tingkatkan Produksi Padi dan Jagung, Kementan Optimasi Lahan Rawa dan Lahan Non Irigasi

"Sudah ada inovasi teknologi mitigasi GRK yang diterapkan petani seperti menerapkan pengairan berselang, penggunaan bahan organik matang, varietas padi rendah emisi metana paket teknologi Climate Smart Agriculture atau CSA." katanya.

Pembangunan Rendah Karbon pada sektor pertanian dapat diidentifikasi menjadi beberapa kategori, yaitu pengelolaan lahan sawah, penggunaan pupuk organik dan biogas untuk menyerap emisi Gas Rumah Kaca [GRK] dan perbaikan pakan ternak melalui pakan hijau dan konsentrat. (RO/S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat