visitaaponce.com

30 Anak di Tapanuli Tengah Jadi Korban Pencabulan, Kementerian PPPA Desak Polisi Tangkap Pelaku

30 Anak di Tapanuli Tengah Jadi Korban Pencabulan, Kementerian PPPA Desak Polisi Tangkap Pelaku
Ilustrasi pencabulan(Dok. MI)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras aksi pencabulan yang dilakukan seorang laki-laki berinisial HCP (26) terhadap korban yang diduga mencapai 30 anak laki-laki di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. 

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menegaskan pihaknya mendorong aparat kepolisian segera menangkap pelaku kekerasan seksual yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

“Kami mengecam keras aksi pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh pelaku HCP (26) terhadap korban yang diduga mencapai 30 anak laki-laki. Pelaku saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka meski masih buron dan kami berharap pelaku bisa ditangkap. Kami mendukung kerja keras pihak aparat kepolisian yang masih memburu pelaku,” ujar Nahar dalam keterangannya, Kamis (30/11).

Baca juga : Ditinggal Istri, Seorang Pria Perkosa Anak Kandungnya yang Berusia 16 Tahun

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, Nahar menjelaskan pelaku diduga melancarkan aksinya sejak 2022. 

Awal mulanya korban diajak bermain gim dan saat korban lengah, pelaku melakukan aksi cabulnya. Hingga akhirnya salah satu korban berusia 10 tahun melaporkan kejadian tersebut ke orang tuanya. Dari pengakuan korban itulah, orang tua korban melaporkan tindak pidana kekerasan seksual tersebut ke Polres Tapanuli Tengah.

Baca juga : Tua Tua Keladi, Kakek di Flotim Pelaku Tindak Asusila Pada 5 Anak SD

“Kemen PPPA melalui Tim Layanan SAPA 129 berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sumatera Utara dalam upaya penjangkauan, melakukan asesmen awal, pendampingan hukum, dan pendampingan psikologis terhadap para korban yang merupakan Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) untuk memberikan penanganan sesuai kebutuhan. Selain korban, pelaku juga perlu melakukan pemeriksaan psikologi untuk melihat apakah ada kemungkinan kelainan seksual yang dimilikinya,” ungkap Nahar.

Nahar mengatakan jika pelaku terbukti melakukan tindak pidana kekerasan seksual sesuai Pasal 4 ayat (2) huruf c UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau khususnya melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak maka terancam sanksi pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai pasal 82 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Dalam hal tindak pidana pencabulan menimbulkan korban lebih dari 1 orang ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sesuai pasal 82 ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan pasal 82 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik sesuai pasal 82 ayat (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Nahar menegaskan, dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan.

“Kami pun mendorong agar para Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada terduga pelaku atas tindakannya yang tidak hanya merugikan korban, namun juga menimbulkan akibat yang luar biasa seperti gangguan psikologis berupa trauma berkepanjangan dan juga gangguan seksual,” tambah Nahar.

Nahar juga mengajak masyarakat yang melihat atau mengalami kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seperti UPTD PPA, UPT Bidang Sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. 

Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129 yang dikelola oleh Kemen PPPA. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat