visitaaponce.com

Klub Palestino di Cile, Identitas Palestina di Tanah Latin

Klub Palestino di Cile, Identitas Palestina di Tanah Latin
Klub Palestino, sebuah klub penggemar sepakbola Palestina berdiri di Chile(Facebook)

RIBUAN mil jauhnya dari konflik di Timur Tengah, bendera Palestina berkibar pada malam musim gugur yang dingin di sebuah stadion sepak bola di ibu kota Cile, Santiago.

Ratusan penggemar keluar untuk mendukung tim mereka, Klub Olahraga Palestina - klub sepak bola profesional yang bermain dengan warna bendera hijau, hitam, merah dan putih dari bendera Palestina.

Lengan kiri jersey tim menampilkan peta Palestina -- seperti yang terlihat sebelum pembentukan Israel tepat 75 tahun lalu. Politik tidak pernah jauh dari klub yang didirikan ekspatriat Palestina pada 1920 itu.

Baca juga: Kematian Tahanan Warga Palestina Timbulkan Kemarahan

‘Lebih dari sebuah tim, kami adalah perwakilan semua orang’, adalah jargon dari klub. 

"Kami bahkan memiliki lagu: 'Gaza menolak/Palestina ada'," kata penggemar Rafael Milad, seorang pengusaha berusia 29 tahun, kepada AFP.

Baca juga: Negara-negara Muslim Taruh Harapan Besar pada Indonesia Terkait Palestina

"Klub Palestino berusia 100 tahun, lebih tua dari Negara Israel," tambahnya.

Pada awal abad ke-20, orang Arab Kristen dari kota Betlehem, Beit Jala dan Beit Sahur tiba di tempat yang jauh di Chili dan mendirikan komunitas Amerika Selatan yang saat ini berjumlah sekitar setengah juta orang, terbesar di luar dunia Arab.

Mereka menjadi pedagang tekstil yang sukses, dan keturunan mereka memasuki ranah politik: 35 orang pernah menjadi menteri atau anggota kongres.

Tiga dekade setelah dibentuk pada tahun 1920, klub melakukan debut profesionalnya.

"Palestino adalah Palestina dan Palestina adalah Palestino. Kami selalu sangat peduli dengan penyebabnya," kata mantan pemain klub Roberto Bishara.

Palestino telah memenangkan dua gelar nasional (1955 dan 1978) dan berhasil mencapai semifinal di Copa Libertadores pada tahun 1979.

Pada tahun 2014, tim tersebut mengubah nomor 1 di bagian belakang jersey mereka menjadi bentuk memanjang dari wilayah Palestina sebelum tahun 1948. Namun, Asosiasi Sepak Bola Chile, kini telah melarang dan bahkan mendenda klub atas tindakan ini.

Pernah, para pemain juga menimbulkan kontroversi ketika mereka mengenakan keffiyeh, penutup kepala tradisional yang dikenakan pria Timur Tengah, ke lapangan.

Pada 2019, klub mengadakan layar raksasa untuk para penggemar di Ramallah untuk mengikuti duel internasional melawan River Plate Argentina.

Saat ini skuat tidak lagi memiliki pemain asal Palestina. Terakhir adalah Nicolas Zedan, yang meninggalkan klub pada 2021. Namun tim mengungkapkan akan terus mewakili semangat dari orang Palestina. 

"Semua orang Palestina yang berada di sana mengalami masa sulit. Setiap kemenangan Palestino adalah kegembiraan kecil di antara penderitaan yang mereka alami setiap hari," ungkap Miguel Cordero, seorang pengacara asal Palestina berusia 49 tahun kepada AFP.

Saat pertandingan dilakonkan secara tandang, para penggemar berkumpul untuk menonton pertandingan di clubhouse, yang juga berada di Santiago, yang memiliki sekitar 4.600 anggota. Tempat tersebut memamerkan peta bersejarah Palestina, mural dengan sosok pemimpin Yasser Arafat dan memainkan musik Arab sebagai latar belakang.

Francisco Munoz, 48, mungkin adalah penggemar tim yang paling mencolok. Dia sering pergi ke stadion dengan berpakaian seperti "syaikh" Arab dan rumahnya adalah tempat suci bagi tim.

"Saya berada di sebuah konferensi  di mana saya melihat orang Israel membawa orang keluar dari rumah mereka tanpa peringatan dan membunuh mereka. Di sana saya mulai bersimpati untuk tujuan tersebut,” kata Munoz. 

Kini, Palestino ikut membiayai sekolah sepak bola untuk anak laki-laki dan perempuan di wilayah Palestina. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat