visitaaponce.com

Sekolah Dokter Spesialis

Sekolah Dokter Spesialis
Iqbal Mochtar / Pengurus PB IDI dan PP IAKMI(Dok. Pribadi)

UNTUK menjadi dokter spesialis di Indonesia, seorang dokter umum perlu menjalani pendidikan tambahan selama 3-6 tahun. Di Indonesia, pendidikan tambahan ini berbasis universitas (university base) dimana universitas menjadi penyelenggara dan pendidik program spesialis. Lewat university base ini telah dihasilkan 50 ribu dokter spesialis yang bekerja di berbagai institusi di dalam dan luar negeri.

Meski demikian, kekurangan dokter spesialis di Indonesia telah memicu diskusi tentang peningkatan produksi mereka. Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan model pelatihan berbasis rumah sakit (hospital base) sebagai alternatif untuk mengatasi kekurangan ini.

RUU Kesehatan yang sedang dibahas di Indonesia mendukung pengimplementasian model pelatihan berbasis rumah sakit. Pasal 183 RUU tersebut memungkinkan rumah sakit ditunjuk sebagai rumah sakit pendidikan dan secara mandiri membentuk program dokter spesialis dan sub-spesialis.

Namun, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, seperti menjadi bagian dari Sistem Pendidikan Akademik selama setidaknya 5 tahun dan memperoleh akreditasi tertinggi. Data Januari 2023 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 215.000 dokter, dengan 50.000 di antaranya adalah dokter spesialis di berbagai bidang.

Meskipun jumlah dokter spesialis bervariasi menurut spesialisasi, tingkat kekurangan tetap ada pada beberapa spesialisasi tertentu. Misalnya, hanya ada 150 dokter bedah anak, dengan rasio 1:600.000 untuk jumlah anak. Hal yang sama juga terjadi di negara lain, seperti Inggris dan Amerika Serikat, yang mengalami kekurangan dokter spesialis kronis.

Ada dua model utama dalam memproduksi dokter spesialis, yaitu berbasis universitas dan berbasis rumah sakit. Meskipun masing-masing model memiliki kelebihan dan kekurangan, setiap negara memilih model tertentu tergantung pada sistem pendidikan dan kesehatan, faktor politik, tingkat sosio-ekonomi, dan kebutuhan akan dokter spesialis.

Model berbasis universitas umumnya lebih banyak digunakan di banyak negara Eropa, Timur Tengah, dan Asia, sedangkan model berbasis rumah sakit banyak digunakan di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.

Untuk mengimplementasikan program hospital base, terdapat banyak tantangan. Tantangan pertama adalah jumlah rumah sakit pendidikan yang terbatas dan harus memiliki akreditasi tertinggi serta menjadi bagian dari sistem akademik selama minimal 5 tahun.

Meskipun ada lebih dari 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 210 di antaranya yang merupakan rumah sakit pendidikan, dan hanya sepertiga di antaranya merupakan rumah sakit pendidikan primer yang dapat digunakan sebagai pusat pendidikan spesialis penuh. Rumah sakit lainnya masih tergabung sebagai rumah sakit afiliasi atau satelit, yang tidak sepenuhnya mampu digunakan sebagai pusat pendidikan.

Tantangan kedua adalah persyaratan dan regulasi ketat untuk pelatihan spesialis guna menjamin kualitas dan kompetensi dari spesialis dokter yang dihasilkan. Persyaratan-persyaratan ini meliputi rasio mahasiswa terhadap dosen, jumlah pasien atau kasus yang ditangani oleh mahasiswa, dan ketersediaan fasilitas pendukung seperti laboratorium, fasilitas klinis, peralatan klinis, dan perpustakaan.

Sebelum membuka program-program berbasis rumah sakit tambahan, rumah sakit perlu meningkatkan fasilitas, peralatan, dan infrastruktur mereka, meningkatkan jumlah dosen klinis yang memenuhi persyaratan, menambahkan laboratorium, fasilitas klinis, dan peralatan klinis, serta memastikan jumlah pasien dan kasus yang cukup untuk ditangani.

Tantangan ketiga adalah potensi dikotomi, dualisme, dan konflik yang mungkin timbul dari implementasi dua model pendidikan spesialis di satu negara. Mungkin ada persaingan antara rumah sakit dan universitas, dan kedua program mungkin bersaing satu sama lain, terutama dalam hal sumber daya dan reputasi.

Hal ini dapat menyebabkan ketidakharmonisan dan konflik antara kedua program, dan lulusan dari kedua program tersebut juga dapat memiliki dikotomi dan bahkan menciptakan konflik, terutama jika masing-masing model menggunakan kurikulumnya sendiri.

Meski Indonesia mengalami kekurangan beberapa jenis dokter spesialis, kondisi ini tidak membolehkan pemerintah memproduksi dokter spesialis seenaknya tanpa qulaity assurance. Pendidikan dokter mutlak menyertakan kualitas; sama dengan training pilot. Bila kualitas dokter yang diproduksi tidak adekuat, maka nyawa pasien dan keselamatan masyarakat menjadi risikonya.

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat