Sekolah Dokter Spesialis
![Sekolah Dokter Spesialis](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/05/5963aef73d9144981f23570ef5c7b825.jpg)
UNTUK menjadi dokter spesialis di Indonesia, seorang dokter umum perlu menjalani pendidikan tambahan selama 3-6 tahun. Di Indonesia, pendidikan tambahan ini berbasis universitas (university base) dimana universitas menjadi penyelenggara dan pendidik program spesialis. Lewat university base ini telah dihasilkan 50 ribu dokter spesialis yang bekerja di berbagai institusi di dalam dan luar negeri.
Meski demikian, kekurangan dokter spesialis di Indonesia telah memicu diskusi tentang peningkatan produksi mereka. Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan model pelatihan berbasis rumah sakit (hospital base) sebagai alternatif untuk mengatasi kekurangan ini.
RUU Kesehatan yang sedang dibahas di Indonesia mendukung pengimplementasian model pelatihan berbasis rumah sakit. Pasal 183 RUU tersebut memungkinkan rumah sakit ditunjuk sebagai rumah sakit pendidikan dan secara mandiri membentuk program dokter spesialis dan sub-spesialis.
Namun, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, seperti menjadi bagian dari Sistem Pendidikan Akademik selama setidaknya 5 tahun dan memperoleh akreditasi tertinggi. Data Januari 2023 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 215.000 dokter, dengan 50.000 di antaranya adalah dokter spesialis di berbagai bidang.
Meskipun jumlah dokter spesialis bervariasi menurut spesialisasi, tingkat kekurangan tetap ada pada beberapa spesialisasi tertentu. Misalnya, hanya ada 150 dokter bedah anak, dengan rasio 1:600.000 untuk jumlah anak. Hal yang sama juga terjadi di negara lain, seperti Inggris dan Amerika Serikat, yang mengalami kekurangan dokter spesialis kronis.
Ada dua model utama dalam memproduksi dokter spesialis, yaitu berbasis universitas dan berbasis rumah sakit. Meskipun masing-masing model memiliki kelebihan dan kekurangan, setiap negara memilih model tertentu tergantung pada sistem pendidikan dan kesehatan, faktor politik, tingkat sosio-ekonomi, dan kebutuhan akan dokter spesialis.
Model berbasis universitas umumnya lebih banyak digunakan di banyak negara Eropa, Timur Tengah, dan Asia, sedangkan model berbasis rumah sakit banyak digunakan di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.
Untuk mengimplementasikan program hospital base, terdapat banyak tantangan. Tantangan pertama adalah jumlah rumah sakit pendidikan yang terbatas dan harus memiliki akreditasi tertinggi serta menjadi bagian dari sistem akademik selama minimal 5 tahun.
Meskipun ada lebih dari 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 210 di antaranya yang merupakan rumah sakit pendidikan, dan hanya sepertiga di antaranya merupakan rumah sakit pendidikan primer yang dapat digunakan sebagai pusat pendidikan spesialis penuh. Rumah sakit lainnya masih tergabung sebagai rumah sakit afiliasi atau satelit, yang tidak sepenuhnya mampu digunakan sebagai pusat pendidikan.
Tantangan kedua adalah persyaratan dan regulasi ketat untuk pelatihan spesialis guna menjamin kualitas dan kompetensi dari spesialis dokter yang dihasilkan. Persyaratan-persyaratan ini meliputi rasio mahasiswa terhadap dosen, jumlah pasien atau kasus yang ditangani oleh mahasiswa, dan ketersediaan fasilitas pendukung seperti laboratorium, fasilitas klinis, peralatan klinis, dan perpustakaan.
Sebelum membuka program-program berbasis rumah sakit tambahan, rumah sakit perlu meningkatkan fasilitas, peralatan, dan infrastruktur mereka, meningkatkan jumlah dosen klinis yang memenuhi persyaratan, menambahkan laboratorium, fasilitas klinis, dan peralatan klinis, serta memastikan jumlah pasien dan kasus yang cukup untuk ditangani.
Tantangan ketiga adalah potensi dikotomi, dualisme, dan konflik yang mungkin timbul dari implementasi dua model pendidikan spesialis di satu negara. Mungkin ada persaingan antara rumah sakit dan universitas, dan kedua program mungkin bersaing satu sama lain, terutama dalam hal sumber daya dan reputasi.
Hal ini dapat menyebabkan ketidakharmonisan dan konflik antara kedua program, dan lulusan dari kedua program tersebut juga dapat memiliki dikotomi dan bahkan menciptakan konflik, terutama jika masing-masing model menggunakan kurikulumnya sendiri.
Meski Indonesia mengalami kekurangan beberapa jenis dokter spesialis, kondisi ini tidak membolehkan pemerintah memproduksi dokter spesialis seenaknya tanpa qulaity assurance. Pendidikan dokter mutlak menyertakan kualitas; sama dengan training pilot. Bila kualitas dokter yang diproduksi tidak adekuat, maka nyawa pasien dan keselamatan masyarakat menjadi risikonya.
Terkini Lainnya
Banyak Anak Indonesia Diterima di Universitas Kelas Dunia, Tanda Kualitas Pendidikan Nasional Terus Membaik
Pembentukan Satgas PPDB Dinilai tidak Efektif Halau Kecurangan
Kemendikbud-Ristek Upayakan Pemerataan Akses Pendidikan melalui PPDB
Banyak Penerima KJP Gagal Lolos PPDB, Pemprov DKI Jangan Lepas Tangan
Ingin Menjadi Anggota Polri? Simak Persyaratannya Berikut
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Kesehatan Mental Remaja Isu Terpinggirkan
Mengejar Rasio Ideal Dokter Spesialis
Kurangi Potensi Stres, Distribusi Dokter Spesialis Perlu Diimbangi dengan Kesejahteraan
Kemenkes Siapkan Penerimaan PPDS Hospital Based Batch Awal
IAKMI Dorong Kemenkes Berikan Gaji Dokter pada Peserta PPDS Hospital Based
Agenda Busuk di Balik Isu Depresi dalam Pendidikan Spesialis
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap