visitaaponce.com

Caleg, Selebritas, dan Politik

Caleg, Selebritas, dan Politik
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

DALAM membicarakan manusia sebagai pelaku dalam struktur sosial, kita sering mendengar istilah modal ekonomi dan modal sosial. Yang pertama mengacu pada materi atau harta, sementara yang kedua berhubungan dengan networking atau jejaring sosial. Kedua hal itu sering kali dijadikan modal bagi individu untuk meningkatkan perannya di masyarakat, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Karl Marx percaya bahwa modal ekonomi (uang dan aset) amat menentukan posisi seseorang dalam tatanan sosial.

Namun, ada hal lainnya yang menurut sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu, tidak boleh dilupakan, yakni modal budaya (cultural capital). Bourdieu mendefinisikan modal budaya sebagai keakraban dengan budaya dalam suatu masyarakat, seperti tarian, musik, teater, film, galeri, sastra, dan bentuk seni lainnya. Pengenalan terhadap segala rupa kesenian itu telah kita peroleh di dalam keluarga maupun pendidikan di sekolah. Bourdieu percaya bahwa modal budaya itu dapat memperhalus budi pekerti dan berperan penting bagi individu maupun masyarakat.

Kita sering menyebut mereka yang menggauli kesenian sebagai seniman. Seniman yang telah tenar lalu sering disebut selebritas meski istilah ini di Indonesia juga kadang rancu karena bisa juga digunakan untuk ustaz atau dai. Namun, terlepas dari definisi itu, seperti profesi lainnya, para selebritas tersebut juga mempunyai hak politik yang sama dalam pemilu, baik untuk memilih maupun dipilih. Namun, masyarakat sering kali nyinyir jika ada seniman atau selebritas ikut kontestasi dalam pemilu. Padahal, keikutsertaan mereka sah-sah saja. Terlepas apa motivasi mereka, menurut saya, ini baik bagi perkembangan dan iklim demokrasi meski masih perlu dicermati juga kinerja mereka jika terpilih kelak. 

Namun, sejauh ini, dari beberapa selebritas yang terpilih, ada juga yang punya integritas dan idealisme, bahkan berani mundur dari jabatannya sebagai wakil bupati karena tidak mau mencederai janji pada konstituennya. Sebaliknya, tidak jarang mereka yang katanya ‘politikus tulen’ justru ndableg dan mencalonkan diri lagi meski jelas-jelas pernah terbukti korupsi. Jadi, alangkah tidak adil jika kita memandang dan menggeneralisasi seseorang hanya berdasarkan profesinya. Don’t judge a book by its cover.

Kini, ada ribuan bacaleg dari puluhan parpol peserta pemilu yang telah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meski baru bersifat sementara, kita bisa mencermati nama-namanya. Mereka berasal dari beragam profesi, seperti aktivis, ekonom, pengacara, wartawan, dan seniman/selebritas. Kita tentu berharap mereka bukan sekadar alat untuk mendulang suara bagi parpol, melainkan betul-betul menunjukkan kinerja yang berkualitas, mumpuni, dan sungguh-sungguh untuk menyuarakan aspirasi rakyat yang sudah memilih.

Banyak contoh selebritas yang mampu memengaruhi massa dengan nilai-nilai kebaikan, baik di dalam maupun luar parlemen. Di luar negeri ada Arnold Schwarzenegger yang pernah menjadi Gubernur California selama periode 2003-2011 atau Bono (U2) dan Chris Martin, vokalis Coldplay, yang rajin mengadvokasi isu-isu lingkungan, baik di dalam maupun luar panggung. Kita tentu berharap para selebritas lokal, termasuk yang memilih terjun ke dunia politik, mencontoh mereka. Gunakan pengaruh Anda untuk sesuatu yang positif. Jadilah selebritas yang betul-betul berkualitas, bukan kaleng-kaleng. Jangan pula hiraukan mereka yang nyinyir dan iri hati. Selamat berjuang. Wasalam.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat