visitaaponce.com

Rabies

Rabies
dr. RM Indra, Sp.A(K)(Dok. Pribadi)

RABIES atau dikenal juga sebagai penyakit anjing gila adalah penyakit akibat infeksi virus rabies yang menyerang saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang).  Penularan rabies terutama melalui gigitan oleh hewan penular rabies, namun dapat juga melalui cakaran atau jilatan pada luka terbuka. 

Di Indonesia, 98% hewan penular rabies adalah anjing, meski dapat juga kucing, kera, kelelawar, rubah atau hewan mamalia darat lainnya.  Virus rabies ditemukan hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia. 

Setiap tahun, virus ini menyebabkan sekitar 59.000 kematian. Setelah terkena gigitan, gejala rabies akan timbul dalam  waktu yang sangat bervariasi, dapat antara 30-150 hari, namun kadang terdapat kasus yang gejalanya timbul hanya beberapa hari setelah gigitan.  Gejala yang  timbul dibagi menjadi beberapa tahap. 

Baca juga: Jurnalis Sekolah Membantu Gerakan Inovasi Sekolah Berkemajuan 

Tahap pertama terjadi gejala tidak khas berupa demam, lesu, hilang nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala dan tenggorokan.  Gejala pada tahap kedua atau disebut tahap sensoris meliputi rasa kesemutan atau panas di tempat gigitan, cemas dan timbul reaksi berlebihan terhadap cahaya atau suara. Tahap selanjutnya disebut sebagai tahap eksitasi, sudah timbul gangguan saraf pusat yang jelas seperti kebingungan, halusinasi, ketakutan (fobia) dan agresivitas.  Fobia merupakan ketakutan tidak beralasan dengan hal-hal yang ada di sekitar misalnya ketakutan terhadap air (hidrofobia), udara (aerofobia) dan cahaya (fotofobia). Semua bentuk fobia ini dapat ditemukan pada orang yang terkena rabies, namun hidrofobia merupakan gejala khas pada rabies.  

Gejala lain pada  tahap ini berupa kaku otot, keringat, liur,  atau air mata berlebihan. Sekitar 70-80% pasien akan meninggal dalam beberapa hari setelah tahap ini. Beberapa pasien mengalami tahap lain berupa tahap kelumpuhan atau paralisis, yaitu kelemahan otot, termasuk kelumpuhan pada otot pernapasan dan jantung yang juga akan menyebabkan kematian.

Hewan yang terkena rabies juga menunjukkan gejala yang serupa dengan gejala pada manusia.  Pada tahap awal terjadi perubahan perilaku, tidak dapat mengenali majikan,menghindar dan tidak patuh, mudah terkejut dan berontak. Pada tahap selanjutnya, hewan juga mengalami fotofobia, sehingga sering sembunyi di bawah tempat tidur, meja atau kursi.  

Hewan juga akan mengalami halusinasi, sehingga seolah mencaplok serangga, mengunyah benda-benda sekitar.  Perilaku hewan makin sensitif dan akan menyerang semua objek yang bergerak.  Pada tahap ini juga mulai terjadi kelumpuhan otot, terjadi perubahan suara, liur berlebihan, berbuih dan berdarah. Tahap selanjutnya berupa tahap kelumpuhan.  

Rahang tampak menggantung, terjadi kelemahan yang dimulai dari kaki belakang sehingga berjalan dengan menyeret kaki belakang.  Selain bentuk agresif tersebut (disebut juga bentuk “furious”), juga terdapat bentuk paralisis (disebut juga bentuk “dumb”). Pada tipe dumb, hewan yang terkena rabies tidak menunjukkan agresivitas, tetap tenang hingga masuk fase kelumpuhan meski juga terdapat perubahan perilaku.  Sebagian besar anjing akan meninggal dalam 10-14 hari setelah menunjukkan gejala.

Belum terdapat pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan pasien yang telah terkena rabies yang menunjukkan gejala. Kematian hampir pasti terjadi pada semua kasus.  Segelintir pasien yang selamat dari jutaan kasus rabies juga mengalami kecacatan berat.  Akan tetapi, dengan penanganan yang cepat dan tepat pasca gigitan hewan penular rabies, penyakit ini dapat dicegah.  

Apabila seseorang digigit oleh hewan yang dicurigai rabies yang menunjukkan gejala-gejala seperti di atas, lakukan penanganan luka yang benar, pemberian vaksin dan/atau serum anti rabies, serta mengamankan hewan yang dicurigai.  Penanganan hewan yang dicurigai harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menyebabkan penularan lebih lanjut akibat gigitan.  

Sebaiknya lakukan pelaporan kepada petugas setempat, misalnya ke Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan atau pemerintah setempat untuk penangkapan.  Penanganan awal luka yang benar dilakukan dengan mencuci dengan sabun pada air yang mengalir.  Pencucian dengan sabun ini dilakukan setidaknya selama 15 menit.  Langkah ini sangatlah penting, karena virus rabies dapat diinaktivasi dengan sabun.  

Setelah pencucian luka, berikan zat antiseptik povidone iodine atau alkohol 70%.  Selanjutnya, segeralah datang ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diperiksa oleh petugas kesehatan.  Tergantung jenis luka dan status vaksinasi korban, petugas kesehatan akan memutuskan untuk memberikan vaksin anti rabies (VAR) dan/atau serum anti rabies (SAR). 

Apabila diberikan, VAR akan disuntik sebanyak empat kali, yaitu saat awal, 7 hari, 21 hari dan 28 hari setelahnya.  Semua jadwal penyuntikan harus dipatuhi agar upaya pencegahan dapat berhasil. Meski penyuntikan masih efektif beberapa hari hingga beberapa minggu setelah gigitan, sebaiknya tetap dilakukan sesegera mungkin.  Apabila telah timbul gejala, pemberian VAR sudah tidak efektif dan umumnya penyakit akan berakhir dengan kematian.
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat