visitaaponce.com

Aspek PPN atas Agunan Pascaberlakunya UU HPP

Aspek PPN atas Agunan Pascaberlakunya UU HPP
Mohammad Ishaq Ibrahim(Dok pribadi)

AGUNAN dapat didefinisikan sebagai jaminan tambahan berupa barang yang diserahkan debitur kepada kreditur dalam rangka pembelian kredit, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, atau pinjaman atas dasar hukum gadai, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan di sektor keuangan.

Penyerahan agunan yang diambil alih (AYDA) oleh kreditur kepada pembeli agunan termasuk dalam pengertian penyerahan hak atas barang kena pajak (BKP) yang dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Pasal 10 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2023 sebagai salah satu turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) atas agunan yang diserahkan oleh kreditur kepada pembeli agunan, termasuk dalam pengertian penyerahan hak atas BKP yang terhutang PPN. 

Agunan yang diambilalih tersebut dapat berupa hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, jaminan fidusia, hipotek, gadai, atau pembebanan sejenis lainnya. Ketentuan AYDA oleh kreditur dari debitur dan diserahkan kepada pembeli agunan diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Agunan Yang Diambil Alih Oleh Kreditur Kepada Pembeli Agunan, mulai berlaku sejak 1 Mei 2023. 

Latar belakang terbitnya aturan tersebut untuk memberikan kepastian hukum dikarenakan banyak terjadi sengketa di lapangan. Secara garis besar, PMK Nomor 41 Tahun 2023 tersebut mengatur sejumlah ketentuan di antaranya terkait besaran tertentu PPN, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta terkait pengkreditan pajak masukannya.

Adapun yang dimaksud kreditur dalam aturan ini merupakan lembaga keuangan yang memberikan kredit, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, atau pinjaman atas dasar hukum gadai, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan. Sedangkan debitur adalah nasabah yang memperoleh kredit, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pinjaman atas dasar hukum gadai, atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian kreditur dengan nasabah yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan.

Subjek pajak pemungut dalam transaksi ini adalah kreditur atau lembaga keuangan dengan objek berupa penjualan AYDA oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan. Sedangkan pembeli agunan adalah orang pribadi atau badan selain kreditur yang membeli agunan melalui lelang atau di luar lelang untuk pemungutan PPN, dilakukan pada saat kreditur menerima pembayaran dari pembeli agunan atas penyerahan agunan tersebut. 

PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran tertentu ditetapkan sebesar 10% dari tarif PPN atau sebesar 1,1% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa harja jual agunan. Atas PPN yang dipungut kreditur yang merupakan pengusaha kena pajak (PKP), wajib membuat faktur pajak berupa tagihan atas penjualan agunan atau dokumen lain yang sejenis. Diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dengan kode transaksi 05, yang paling sedikit memuat keterangan nomor dan tanggal dokumen, nama dan nomor pokok wajib pajak kreditur, nama dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan debitur, nama dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan pembeli agunan, uraian barang kena pajak, dasar pengenaan pajak, dan jumlah PPN yang dipungut.
 
Selanjutnya kreditur wajib menyetor PPN yang dipungut dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) dan/atau sarana administrasi lain, yang disamakan dengan SSP dengan ketententuan menggunakan NPWP kreditur, kode akun pajak/jenis setoran 411211/100, disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum surat pemberitahuan (SPT) Masa PPN disampaikan, dilaporkan pada SPT masa PPN 1111 setiap akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak sehubungan dengan penyerahan agunan tidak dapat dikreditkan oleh kreditur. Atas pengambilalihan agunan oleh kreditur dari debitur tidak diterbitkan faktur pajak. Namun pembeli agunan jika merupakan PKP dapat mengkreditkan PPN yang tercantum dalam faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sebagai ilustrasi tuan A menerima pembiayaan dari PT B (PKP) atas pembelian sebuah mobil minibus dengan nomor polisi B XXXX WMJ dan telah dibebani hak jaminan fidusia. Lalu, tuan A dinyatakan wanprestasi dan mobil tersebut disita oleh PT B. Pada Juni 2022, PT B menyerahkan agunan tersebut ke PT C (juru lelang) untuk dijual melalui lelang sesuai perjanjian kerja sama. 

Setelah melalui proses lelang, diumumkan sebagai pembeli lelang adalah tuan D (PKP) dan diterbitkan risalah lelang dengan harga jual Rp200 Juta. Pembayaran dilakukan oleh tuan D pada 1 Juli 2023. Sesuai perjanjian kerja sama, PT C (juru lelang) akan memungut fee sebesar 2% kepada PT B (PKP) dan 3% kepada si pembeli (tuan D) dari harga jual lelang. 

Berdasarkan informasi tersebut, maka PT B (kreditur) sebagai PKP wajib memungut PPN atas penjualan agunan kepada tuan D pada 4 Juli 2023 sebesar 10% x 11% x Rp200.000.000 atau sebesar Rp2.200.000, membuat faktur pajak dengan kode transaksi 05, dibuat SSP dengan kode akun pajak/jenis setoran 411211/100 disetor paling paling lambat 31 Agustus 2023. Kemudian dilaporkan dalam SPT Masa PPN Juli 2023 paling lambat 31 Agustus 2023. 

Tuan D dapat mengkreditkan pajak masukannya. Pada saat PT B (PKP) menyerahkan agunan kepada juru lelang,  belum termasuk penyerahan BKP sehingga belum terutang PPN dan tidak dibuat faktur pajak. Faktur pajak juga dibuat oleh PT C ketika memungut fee hasil penjualan lelang kepada PT B dan tuan D dengan menggunakan tarif PPN 11% faktur pajak kode transaksi 01.

PPN atas agunan 

Sejak berlakunya UU HPP dan terbitnya PP 44/2022 yang diperkuat aturan turunan PMK Nomor 41 Tahun 2023 lebih memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan, baik bagi kreditur, debitur, pembeli agunan, dan masyarakat pada umumnya.

Kepastian hukum dan rasa keadilan terwujud dalam bentuk; pertama, kemudahan administrasi pemungutan PPN oleh kreditur berstatus PKP yang mewajibkan pembuatan faktur pajak, berupa tagihan atas penjualan agunan atau dokumen lain yang sejenis yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.

Kedua, tarif efektif yang rendah karena PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran tertentu sebesar 10% dari tarif PPN atau sebesar 1,1% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa harja jual agunan.

Ketiga, atas pengambilalihan agunan oleh kreditur dari debitur tidak diterbitkan faktur pajak, pembuatan faktur pajak diwajibkan kepada kreditur pada saat pembayaran diterima oleh kreditur dari pembeli agunan. Sehingga hal itu tidak akan membebani cash flow kreditur, dan pembeli agunan dapat mengkreditkan PPN Masukannya, sehingga memberikan rasa keadilan.

Dengan terbitnya PMK 41 Tahun 2023 sebagai turunan PP Nomor 44 Tahun 2023 dapat memberikan solusi atas permasalahan yang selama ini terjadi. Wajib pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan tertib.

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat