visitaaponce.com

Efektifkah Bea Masuk Menahan Laju Impor

Efektifkah Bea Masuk Menahan Laju Impor?
Marsanto Adi Nurcahyo(Dok pribadi)

SUDAH sering kita dengar kalau barang dari Tiongkok itu lebih murah harganya dibandingkan produk dalam negeri. Bukan hal baru kalau menengok barang-barang yang ditawarkan di pasar ataupun marketplace dan harganya murah, ternyata produk dari negeri tirai bambu.

Atau ada juga harga buah apel Malang lebih mahal dibandingkan buah serupa dari luar negeri. Padahal jarak dari Jakarta ke Malang, Jawa Timur lebih dekat daripada Jakarta ke Shanghai. Tapi masyarakat Jakarta bisa mengonsumsi buah apel dari Tiongkok dengan harga yang lebih murah.

Pemerintah telah mengatur perdagangan antarnegara dengan instrumen bea masuk. Setiap barang impor dikenakan bea masuk sehingga secara teori harga barang akan menjadi lebih tinggi. Dengan begitu harga jual di pasaran dalam negeri lebih mahal. Namun kenyataannya barang dari luar negeri tetap saja lebih murah.

Kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia juga mendukung adanya produk impor yang lebih murah. Indonesia telah menyepakati perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa partner dagang penting. Indonesia juga telah menandatangani free trade agreement dengan beberapa negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, seluruh negara ASEAN, dan bahkan dengan beberapa negara di benua eropa dan Amerika.

Dengan adanya perjanjian perdagangan bebas, Indonesia tidak dapat mengatur bea masuk sesuai keinginan sendiri. Terdapat perjanjian yang harus disepakati termasuk besaran bea masuk. Dengan perdagangan bebas, bea masuk antarnegara akan diturunkan bahkan hingga 0%. Jika Indonesia tidak taat pada perjanjian tersebut akan berisiko dipermasalahkan di kancah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Perlindungan

Di sisi lain, pemerintah wajib melindungi masyarakat dan industri dari perdagangan yang tidak fair. Instrumen tersebut dapat menggunakan pengenaan bea masuk tambahan. Terakhir, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan beleid tentang bea masuk tindakan pengamanan untuk produk sirup fruktosa. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126 tahun 2020 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Sirop Fruktosa. Aturan tersebut berlaku per 9 September 2023.

Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) diterbitkan untuk melindungi produksi sirup dalam negeri. Hasil evaluasi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia menunjukkan bahwa terjadi kanaikan pangsa impor sirup fruktosa dari Turki, Korea Selatan, dan Thailand. Sebelumnya BMTP untuk produk sirup fruktosa ini telah diberlakukan untuk barang dari Tiongkok dan Filipina.

BMTP merupakan bea masuk tambahan yang mana selain bea masuk umum (most favoured nation) yang telah dikenakan seperti biasanya, akan dikenakan pula bea masuk tambahan. Dengan demikian bea masuk barang tersebut lebih tinggi lagi.

Sesuai UU Kepabeanan terdapat beberapa jenis bea masuk tambahan. Yang termasuk bea masuk tambahan adalah bea masuk antidumping, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk imbalan, dan bea masuk pembalasan. Permasalahannya adalah apakah dengan adanya bea masuk tambahan tersebut mampu membendung impor dari luar negeri? Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah, terutama dalam melindungi produk dalam negeri dari serbuan barang impor. Diharapkan, sesuai teori, dengan bea masuk yang lebih besar maka barang impor akan berkurang.

Permintaan pasar

Beberapa penelitian mengenai pengenaan bea masuk tambahan menunjukkan hasil yang berbeda. Dalam jangka pendek pengenaan bea masuk tambahan ini tidak signifikan menahan laju impor. Namun dalam jangka Panjang mampu menurunkan jumlah barang impor.

Dalam jangka pendek, walaupun pengenaan bea masuk tambahan dilakukan, namun permintaan pasar tidak berkurang. Sesuai hukum dagang setiap ada permintaan akan ada penawaran. Walaupun harga naik, tetap saja barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri sehingga impor tetap akan terjadi. Hal itu membuat kebijakan bea masuk tambahan tidak efektif dalam jangka pendek. Lain halnya jika produksi dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan domestik, impor tidak perlu dilakukan lagi.

Yang perlu digarisbawahi di sini adalah adanya permintaan pasar di dalam negeri. Permintaan tersebut seharusnya dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Pertanyaannya, mengapa harus impor jika ada produksi di dalam negeri. Bisa jadi barang produksi dalam negeri lebih mahal, atau bisa jadi spesifikasi produk dalam negeri belum memenuhi harapan pasar.

Kembali ke kasus pengenaan BMTP produk sirup fruktosa. Menurut informasi Kemenperin, pada 2020 hanya ada dua perusahaan produsen sirup fruktosa. Saat ini telah bertambah menjadi lima perusahaan. Kapasitas terpasang produksi industri mencapai 224 ribu ton per tahun. Namun produksi fruktosa hanya 141.404 pada 2022 dengan jumlah impor mencapai 7.495 ton.

Hal itu menunjukkan adanya kurang efektifnya kapasitas produksi di Indonesia. Jika kapasitas tersebut dimaksimalkan mungkin saja tidak perlu impor lagi. Bahkan mungkin malah bisa ekspor produk yang sudah melebihi kebutuhan di dalam negeri.

Jadi alih-alih menggunakan instrumen bea masuk, untuk mengurangi tingkat impor pemerintah dapat menggunakan beberapa cara. Pertama, pemerintah bisa mendorong produsen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Daripada menerapkan bea masuk tambahan, sebaiknya pemerintah juga dapat meningkatkan optimalisasi dari produksi fruktosa dalam negeri. Mengapa masih impor jika kapasitas terpasang produksi dalam negeri seharusnya mampu memenuhi kebutuhan domestik.

Kedua, Pemerintah seharusnya juga mendorong kualitas produk dalam negeri agar sesuai dengan keinginan pasar. Apakah ada spesifikasi tertentu yang tidak bisa diproduksi didalam negeri sehingga harus impor? Jika ada sebaiknya pemerintah memikirkan cara bagaimana agar produksi dalam negeri mampu mengimbangi produk luar negeri, caranya dengan peningkatan teknologi ataupun skill yang dibutuhkan pekerja Indonesia.

Ketiga, jika harga barang hasil produksi dalam negeri tidak dapat bersaing dengan harga barang luar negeri, perlu dilakukan kajian mendalam mengapa itu bisa terjadi. Apakah biaya logistik di Indonesia lebih mahal? Apakah biaya investasi perlu dikurangi ataukah industri perlu ada fasilitas lain yang bisa mendorong efisiensi dari Perusahaan? Jangan sampai ada pengeluaran perusahaan yang tidak perlu, yang pada akhirnya berimbas dan mempengaruhi harga jual serta daya saing.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat