visitaaponce.com

Tunjangan Pajak vs Pajak Ditanggung Perusahaan

Tunjangan Pajak vs Pajak Ditanggung Perusahaan
Suhut Tumpal Sinaga(Dok pribadi)

SELAIN gaji dan upah, perusahaan biasanya memberikan kompensasi dalam bentuk lain kepada karyawan sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan. Bentuk kompensasi lain itu misalnya tunjangan kesehatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, bonus, fasilitas rekreasi, asuransi, program pengembangan diri, dan lain-lain. 

Gaji, upah, atau imbalan lain dalam bentuk uang dikenal sebagai benefit in cash. Sedangkan imbalan dalam bentuk selain uang, yaitu dalam bentuk barang (selain uang), jasa, atau fasilitas dikenal sebagai benefit in kind atau sering juga secara 'kurang tepat' disebut dengan fringe benefit. Setiap perusahaan mungkin punya kebijakan pemberian kompensasi yang berbeda dan bervariasi antarkaryawan, tergantung dari negosiasi antara perusahaan dengan karyawan. 

Terkait dengan pajak penghasilan karyawan, lazimnya terdapat dua jenis kompensasi yang diberikan oleh perusahaan; tunjangan pajak dan pajak ditanggung perusahaan. Tunjangan pajak maksudnya adalah perusahaan memberikan tunjangan dalam bentuk uang yang dimaksudkan untuk membayar pajak penghasilan karyawan. Sedangkan pajak ditanggung perusahaan maksudnya adalah pajak membayari pajak penghasilan karyawan. Keduanya dapat meliputi sebagian atau seluruh dari pajak penghasilan karyawan.

Selama ini perlakuan pajak penghasilan atas kedua jenis kompensasi itu berbeda satu sama lain. Tunjangan pajak termasuk sebagai penghasilan bagi karyawan dan objek PPh Pasal 21 sehingga wajib dipotong oleh perusahaan. Sedangkan pajak ditanggung perusahaan tidak dipotong PPh pasal 21 oleh perusahaan karena dianggap merupakan penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan.  

Peraturan perpajakan sebelum Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, memang menyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dikecualikan dari objek pajak.

Namun kemudian UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menganulir perlakuan perpajakan atas natura dan kenikmatan menjadi tidak dikecualikan dari objek pajak. Hal ini kemudian dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diterima Atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura atau Kenikmatan. 

Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 66 tahun 2023 dengan tegas menyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan.

Ada keraguan

Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pajak karyawan yang ditanggung perusahaan sekarang tidak lagi dikecualikan dari objek pajak sehingga menjadi objek PPh Pasal 21. Namun PMK Nomor 66 tahun 2023 tidak secara spesifik mengatur perlakuan atas pajak karyawan yang ditanggung perusahaan ini. Sementara Peraturan Dirjen Pajak nomor Per-16/PJ/2016 yang dengan tegas menyatakan bahwa pajak penghasilan yang ditanggung pemberi kerja tidak dipotong PPh Pasal 21, masih berlaku sampai dengan hari ini karena belum dicabut atau diganti. Hal ini mengakibatkan masih terdapat keraguan di antara masyarakat wajib pajak tentang perlakuan atas pajak ditanggung perusahaan.

Secara substansial ekonomis sebenarnya kompensasi dalam bentuk tunjangan pajak sama saja dengan pajak ditanggung perusahaan. Karyawan mendapat manfaat ekonomis yang sama. Keduanya mempunyai nilai uang yang sama dan sesungguhnya kurang tepat jika dikategorikan sebagai natura/kenikmatan (benefit in kinds). 

Pajak ditanggung perusahaan juga sebenarnya adalah kompensasi dalam bentuk uang (benefit in cash), karena perusahaan menanggung pajak karyawan yang seandainya tidak ditanggung perusahaan, harus dibayar oleh karyawan dalam bentuk uang. Benefit in cash bukan berarti harus dalam bentuk uang kartal tetapi juga termasuk uang giral, seperti cek, giro, kartu kredit, kartu debit, wesel pos, uang elektronik, atau dompet digital.

Sepertinya Per-16/PJ/2016 rancu dalam mengartikan pajak ditanggung perusahaan sebagai benefit in kinds (fringe benefit). Kalau kita lihat definisi benefit in kinds, misalnya menurut OECD Glossary of Tax Terms, benefit in kind diartikan sebagai pendapatan dalam bentuk selain tunai sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang diberikan. 

Sedangkan fringe benefits diartikan sebagai manfaat tambahan selain gaji atau upah. Fringe benefits dapat diberikan dalam bentuk tunjangan uang, misalnya bonus liburan, atau dalam bentuk benefit in kinds, misalnya akomodasi gratis. Jadi pengertian fringe benefits lebih luas daripada benefit in kinds, karena juga dapat mencakup benefit in cash dalam bentuk uang kartal dan uang giral sebagai imbalan dari pekerjaan selain gaji atau upah. 

Dengan demikian maka pajak ditanggung perusahaan jelas bukan benefit in kinds tetapi lebih merupakan fringe benefits, yang diberikan dalam bentuk tunjangan uang. Fringe benefits dalam bentuk tunjangan uang, dari semula, memang seharusnya tidak dikecualikan dari objek pajak.

Kelaziman atau best practice yang berlaku di berbagai negara juga sebenarnya tidak mengecualikan fringe benefits dari objek pajak. Hanya fringe benefits tertentu saja, atau dengan jumlah maksimal tertentu (de minimis fringe benefits), yang dikecualikan dari pengenaan pajak. Misalnya di Amerika Serikat, asuransi kesehatan, kontribusi pensiun, dan bantuan pendidikan tertentu dikecualikan dari pajak. Selain itu, fringe benefits yang bernilai kecil seperti makanan ringan, minuman, hadiah kecil, uang makan, uang transport, dll juga dikecualikan. 

Di Inggris, voucher perawatan anak dan kontribusi pensiun tertentu dikecualikan dari pajak. Begitu juga dengan fringe benefit bernilai kecil seperti makan di kantin kantor, mobile phone, tempat parkir di kantor, dan hadiah Natal senilai maksimal £150 dan diberikan pada semua karyawan. Di Italia, fringe benefit senilai maksimal €600 per tahun tidak dikenakan pajak. 

Di Irlandia, perusahaan dapat memberikan paling banyak dua hadiah kecil (fringe benefit) tanpa dikenakan pajak dengan nilai total maksimal €1.000 per tahun. Sementara di Australia dan Selandia Baru, fringe benefit dikenakan pajak tersendiri yang dikenal dengan fringe benefit tax (FBT). FBT merupakan pajak yang dibayar oleh perusahaan, bukan karyawan.

Terbitnya PMK Nomor 66 tahun 2023 yang menegaskan perlakuan pajak atas natura dan kenikmatan sebagai objek pajak penghasilan sudah tepat, dan lebih sesuai dengan kelaziman atau best practice di dunia. Namun masih sedikit menyisakan kebingungan di tengah masyarakat wajib pajak karena tidak secara spesifik menyinggung tentang perlakuan PPh Pasal 21 atas pajak ditanggung perusahaan. Semoga saja Direktorat Jenderal Pajak sudah menyadari permasalahan ini dan segera memberikan penegasan tentang perlakuan yang tepat atas PPh pasal 21 dari pajak ditanggung perusahaan.

Penulis merupakan peserta pelatihan penulisan artikel populer hasil kerja sama Politeknik Keuangan Negara STAN dengan Media Indonesia Institute

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat