visitaaponce.com

Air untuk Kedaulatan Pangan

Air untuk Kedaulatan Pangan
(Dok. Pribadi)

PERINGATAN Hari Pangan Sedunia (HPS) dirayakan setiap tahun pada 16 Oktober. Tahun ini, FAO (Food and Agriculture Organisation) atau organisasi pangan dan pertanian PBB mengangkat tema Water is life, water is food, leave no one behind (Air adalah kehidupan, air adalah makanan, jangan tinggalkan siapa pun). Tema HPS 2023 yang ke 42 dipilih sebagai bahan refleksi saat dunia menghadapi krisis air akibat musim kemarau berkepanjangan.

Tema itu tentu bukan sekadar slogan kosong yang tak memiliki makna. Aktualisasinya begitu kental karena setiap hari kita membutuhkan pangan dan air. Namun, belakangan ini ketersediaan pangan makin langka di beberapa daerah karena air sebagai kebutuhan hidup paling dasar mengalami krisis. Alam yang diharapkan bisa memasok kebutuhan air untuk sektor pertanian ternyata memiliki keterbatasan.

Selama ini alam kerap dimaknai sebagai sumber air yang tak terbatas sehingga saat air berlimpah orang cenderung tak memedulikan dan menjaga keberlanjutannya untuk berbagai kebutuhan. Ketika air mogok mengalir di sungai, sumur penduduk menjadi kering dan petani berteriak karena air menghilang dari sawah mereka, kita tersentak alam punya batas untuk dikuras.

 

Dampak kekeringan

Kekeringan yang melanda sebagian wilayah Indonesia beberapa bulan terakhir ini dan diperkirakan akan masih berlanjut praktis membuat kegiatan pertanian menjadi terhambat. Fenomena alam El Nino yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak kekeringan di sebagian wilayah.

Beruntunglah sebagian petani yang berlahan kebetulan tak jauh dari jangkauan saluran irigasi yang masih dialiri air sehingga secara relatif kemarau tak mengganggu kelangsungan tanaman padi mereka. Namun, tak sedikit lahan yang sebelumnya subur kini menjadi lahan yang terlihat gersang tak terolah, dengan lumpur sawah mengeras, dan pecah-pecah, yang membuatnya tak mungkin ditanami padi.

Kini, sebagian besar petani tak bisa berbuat apa-apa dan pasrah saja terhadap dampak buruk kekeringan. Mereka hanya bisa menatap, makin lama makin menipis jumlah air yang mengalir di saluran-saluran irigasi, dan bahkan sebagian sudah menunjukkan tanda-tanda kematian karena tak ada lagi air yang mengalir untuk membasahi lahan mereka.

Kekeringan yang sudah berlangsung selama empat bulan lebih membuat panas di siang hari begitu terik, mengakibatkan penguapan air dari tanah semakin tinggi. Cuaca panas itu tak hanya membuat penduduk kesulitan memperoleh air bersih, tapi juga menyebabkan sejumlah petambak udang di berbagai daerah menjerit menyaksikan udang mereka mati akibat suhu air meningkat.

Hal yang lebih memprihatinkan lagi, para petani sudah mulai menjual peralatan usaha tani mereka sebagai modal untuk musim tanam berikutnya. Itu menunjukkan persediaan bahan pangan yang mereka miliki juga makin menipis dan sebagian dari mereka terancam kelaparan. Tak pelak lagi, itu akan menyebabkan sejumlah penduduk di berbagai daerah akan mengalami rawan gizi dan menambah prevalensi stunting pada anak balita.

Penderita rawan gizi akibat kekeringan hanyalah salah satu puncak gunung es. Di bawahnya, ada segumpal masalah rawan pangan dan gizi yang lebih buruk di berbagai daerah sebagai dampak ikutan ketahanan pangan yang terganggu. Karena itu, pemerintah harus segera menyelamatkan gunung esnya dengan melakukan perbaikan prasarana dan sarana irigasi agar air dapat mendorong peningkatan produksi pangan.

Sektor pertanian ialah pemakai air terbanyak dari semua sektor usaha, yakni sekitar 68%, lalu disusul sektor industri 28%. Namun, tingkat efisiensi pemakaian air di sektor pertanian hanya 45%. Ketidakefisienan penggunaan air terjadi sejak keluar dari dam yang mencapai 20%, hilang dari jaringan sekunder dan tertier mencapai 15%, dan sebesar 20% penggunaan yang tidak optimal di area pertanian.

Tingginya angka kehilangan air harus segera disiasati dengan perbaikan prasarana dan sarana irigasi dan pengelolaan air irigasi guna meningkatkan efisiensi pemakaiannya di sektor pertanian, yang pada gilirannya mencegah ambruknya ketahanan pangan nasional.

 

Menghijaukan kawasan hulu

Jika diteropong dari kacamata jumlah produksi gabah kering giling (GKG), pemerintah selalu mengeklaim produksi GKG selama lima tahun terakhir rata-rata meningkat 3% sampai 5%, yang setara dengan 32 juta ton beras. Itu artinya sudah dapat mencukupi kebutuhan beras nasional dengan jumlah penduduk 273 juta jiwa sebab tingkat konsumsi beras 100 kg per kapita per tahun.

Namun, di sisi lain pemerintah selalu direpotkan beras impor dan sebagian masyarakat di berbagai pelosok negeri kerap dikabarkan mengalami ancaman kelaparan karena tak mampu membeli beras. Fenomena itu menunjukkan konsep ketahanan pangan kurang memperhatikan kemampuan individu atau rumah tangga untuk mengakses pangan yang tersedia.

Guna mengerem pertambahan prevalensi kelaparan gizi di masa datang sebagai dampak buruk kekeringan, konsep ketahanan pangan berkelanjutan di era digital ini haruslah diarahkan pada kemampuan setiap individu untuk mendapatkan bahan pangan secara baik (UU No 18/2012). Salah satu solusi yang harus dipertimbangkan ialah pemda harus sungguh-sungguh melakukan perbaikan pengelolaan air di sektor pertanian.

Dengan ketersediaan air dalam jumlah yang cukup, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dapat berjalan dengan baik. Terlepas dari pro dan kontra angka produksi beras yang tahun ini dikabarkan sudah menurun sekitar 1 juta ton sebagai dampak kekeringan yang makin meluas, pengawalan produksi pangan harus tetap dijaga dengan perbaikan sistem pengelolaan air yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mengingat air sebagai anak kunci keberhasilan kedaulatan pangan, sudah saatnya dirumuskan kembali berbagai upaya untuk mengatur air di sektor pertanian, yang keberadaannya makin diperebutkan. Kembali menggali nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan air di sektor pertanian diharapkan dapat memperkuat sistem kelembagaan pengelolaan air guna meningkatkan pemanfaatannya secara efisien untuk perwujudan kedaulatan pangan di masa datang.

Namun, keberhasilan pengelolaan air amat bergantung pada suplai air dari hulu atau pegunungan yang masih memiliki berbagai vegetasi. Krisis air yang terjadi saat ini bisa dilihat sebagai fenomena yang tidak berdiri sendiri. Kekeringan pada musim kemarau dan banjir di musim hujan, selain fenomena alam yang given situation juga resultante ketidakramahan kita terhadap alam yang berdampak pada ketidakseimbangan ekologi.

Paradigma lama yang menyubordinasikan SDA menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling berkuasa untuk mengeksploitasi SDA. Tanpa mengindahkan aturan karena dilindungi tangan-tangan yang tak kelihatan sehingga kayu di seputar hutan lindung, misalnya, masuk agenda penebangan untuk meraup keuntungan kelompok atau pribadi.

Kenyataan seperti itu tampak pada penebangan hutan di berbagai daerah di Tanah Air. Sekadar menyebut contoh hutan di kawasan Danau Toba, Sumut, berkurang secara signifikan yang menyebabkan permukaan air Danau Toba makin menurun. Itu sejalan dengan data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, setiap tahun tak kurang dari 2 juta ha hutan di Indonesia dibabat habis akibat adanya penebangan liar.

Karena itu, untuk merespons tema HPS 2023, pemerintah dan masyarakat luas harus menyadari bahwa hutan memiliki peran penting dalam siklus air. Sebab itu, pemerintah bertanggung jawab menghijaukan kawasan hulu kembali supaya air untuk pertanian tercukupi di masa datang. Jika tidak, tema HPS 2023 sekadar slogan kosong tak punya makna bak sandiwara satu babak.

Untuk itu, krisis air dan strategi mengatasinya patut diangkat sebagai tema debat politik capres 2024. Para kandidat memaparkan konsep dan rencana kebijakan di bidang kedaulatan pangan berkelanjutan kepada masyarakat.

Rumusan konkret water is life, water is food, leave no one behind untuk dijadikan sebagai way of life pemerintahan hasil Pemilu 2024 menjadi sangat penting. Defisit air menjelang Indonesia emas 2045 harus dihindari agar kedaulatan pangan dapat terwujud seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat