visitaaponce.com

Terhindar dari Jebakan Utang Tiongkok

Terhindar dari Jebakan Utang Tiongkok
Ilustrasi mI(MI/Seno)

DUNIA masih diliputi ketidakpastian yang tinggi, yang kemudian berdampak terhadap kondisi ekonomi global, antara lain tingginya tekanan inflasi dan tingkat suku bunga dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Tekanan inflasi tinggi menyebabkan bank sentral di berbagai negara di dunia menaikkan suku bunga acuan.

Federal Reserve (Fed), bank sentral AS, misalnya, menaikkan suku bunga Fed fund ke kisaran target 5,25%-5,50%, tertinggi sejak 22 tahun lalu. Kondisi itu memicu kekhawatiran terhadap volatilitas sistem keuangan global.

Dalam merespons kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) juga menaikkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6% pada Oktober 2023. Imbasnya akan membuat ongkos pinjaman dan bunga utang di banyak negara melambung tinggi, termasuk Indonesia.

Kehadiran Presiden Jokowi di Tiongkok dalam Pertemuan Belt and Road Forum for International Cooperation (BRFIC), 17-18 Oktober lalu, menunjukkan posisi Indonesia sudah menjadi bagian dari skenario Belt and Road Initiative (BRI). BRI merupakan proyek prestisius Tiongkok dalam membiayai pembangunan internasional di banyak negara, dengan tujuan memperkuat pengaruh dan dominasi mereka terhadap perekonomian global.

Pertemuan yang dihadiri perwakilan dari sekitar 130 negara tersebut ingin mengonsolidasi kembali megaproyek BRI, setelah banyak mengalami kegagalan, baik di Asia maupun Afrika. Selama ini BRI banyak memberikan pinjaman untuk proyek infrastruktur di Asia dan Afrika, yang membuat banyak negara mengalami ketergantungan dan krisis ekonomi yang parah. Kondisi itulah yang kemudian disebut sebagai jebakan utang.

 

Ketergantungan terhadap Tiongkok

Ketergantungan Indonesia terhadap pembiayaan dari Tiongkok terlihat jelas. Keterlibatan Tiongkok dalam membiayai proyek-proyek strategis di Indonesia, mulai smelter nikel, batu bara, energi listrik, otomotif, kereta api cepat Indonesia-Tiongkok, pembangunan IKN, hingga rencana impor beras dari Tiongkok.

Bahkan, nilai penanaman modal asing (PMA) Tiongkok di Indonesia, hingga periode kuartal III 2023, mencapai angka sebesar US$5,6 miliar. Itu menempatkan Tiongkok sebagai negara nomor dua PMA terbesar di Indonesia. Nilai investasi Tiongkok pada 2022 melonjak 63,92% dari tahun sebelumnya (yoy), sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Dari sisi utang luar negeri (ULN), Tiongkok menempati posisi keempat kreditur terbesar ke Indonesia. Tiongkok menambah porsi utang mereka menjadi sebesar US$21,21 miliar, atau Rp325,95 triliun, pada Juli. Peningkatan utang Indonesia ke Tiongkok terjadi pada rentang waktu 2014-2020, pada 2014 baru sekitar US$7,89 miliar, meningkat tajam pada 2020 sebesar US$20,65 miliar atau mengalami peningkatan sekitar 161,7%.

Meningkatnya alokasi utang dari Tiongkok ke Indonesia tentunya tidak bisa dilepaskan dari penarikan pinjaman luar negeri untuk mendukung pembiayaan program dan proyek yang sedang dikerjakan pemerintah dalam beberapa waktu terakhir.

Begitu pula dari perdagangan internasional, kinerja ekspor dan impor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat bergantung pada Tiongkok. Tiongkok masih berada di puncak urutan negara tujuan ekspor dan impor Tanah Air. Selain menguntungkan, kondisi itu sebenarnya memberikan dampak yang kurang baik bagi perekonomian nasional. Kinerja perdagangan internasional Indonesia akan sangat tergantung pada kondisi perekonomian Tiongkok. Jika perekonomian Tiongkok melambat, sudah pasti ekspor dan impor Indonesia juga akan tergerus.

 

Jebakan utang

Dalam proses gencarnya pembangunan yang sedang dilakukan pemerintah, kebijakan ULN tentu tidak bisa dihindari. Keterbatasan anggaran yang dimiliki membuat pemerintah melakukan pinjaman ke negara atau lembaga tertentu. Namun, perlu juga diwaspadai kondisi tertentu yang kemudian menjadi jebakan bagi pemerintah sendiri.

Sebagai contoh, proyek pembangunan Pelabuhan Internasional Hambantota di Sri Lanka. Pembengkakan biaya proyek atau cost overrun terjadi sehingga kreditur memberikan tambahan utang dengan syarat jaminan dari APBN Sri Lanka. Pihak pengelola juga meminta perpanjangan waktu penguasaan proyek atau konsesi selama 99 tahun.

Hal itulah yang menjadi kekhawatiran tersendiri terhadap proyek kereta api cepat Indonesia Tiongkok, memiliki pola yang sama seperti yang terjadi dalam pembangunan Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka. Total proyek kereta cepat yang berlangsung sejak 2016 mencapai US$7,27 miliar, atau setara Rp110,16 triliun.

Setelah proyek itu mengalami pembengkakan biaya senilai US$1,2 miliar, atau setara Rp18,36 triliun, China Development Bank (CDB) memberikan pinjaman sebesar US$560 juta, atau Rp8,3 triliun, untuk membiayai cost overrun yang besarannya setara Rp17,8 triliun, dengan tingkat bunga utang sebesar 3,4%. Selain itu, yang menjadi kekhawatiran ialah Tiongkok meminta APBN sebagai jaminan dari pinjaman utang proyek tersebut, termasuk perpanjangan masa konsesi yang ditawarkan dari 50 tahun menjadi 80 tahun.

Ke depan untuk menghindari kondisi-kondisi yang akan menjebak diri sendiri, utang terutama untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang bersifat ambisius dan mercusuar perlu dihindari. Pemerintah perlu membuat skala prioritas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat banyak saat ini dan memiliki dampak bagi penguatan fundamen ekonomi nasional.

Terutama fokus untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), dengan meningkatkan kualitas lembaga pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, peningkatan fasilitas dan layanan kesehatan yang masih rendah.

Untuk menghindari peningkatan bunga utang yang tinggi, sebaiknya pemerintah perlu melakukan renegosiasi ulang terkait dengan utang dan bunga utang yang akan menjadi beban bagi generasi yang akan datang mengingat bunga utang akan menjadi tanggungan APBN setiap tahunnya.

Selain itu, pemerintah perlu mengurangi konsesi yang bersifat jangka panjang dan tidak menguntungkan bagi Indonesia di masa yang akan datang. Jangan sampai perpanjangan konsesi akan menjadi jebakan utang bagi kita di masa yang akan datang karena yang akan menanggung dampaknya ialah generasi bangsa ke depan.

Peran Kementerian Keuangan dan Bappenas sebagai bendahara negara dan perencana pembangunan serta BPK sebagai auditor negara dalam memeriksa pembangunan perlu seobjektif mungkin menilai proyek-proyek ambisius yang diusulkan presiden apakah layak atau tidak. Polemik kereta cepat itu dari awal tidak saja terkait dengan persoalan teknis, tetapi juga pembiayaannya.

Semula dikukuhkan sebagai proyek business to business (B to B) tanpa adanya penjaminan, tetapi akhirnya menjadi proyek pemerintah dengan pembiayaan dan jaminan dari APBN. Peran DPR dengan fungsi pengawas perlu diefektifkan kembali agar setiap utang yang dilakukan pemerintah tidak menjadi debt trap bagi pembangunan Indonesia ke depan.

Pemerintah juga perlu me-review kebijakan fiskal dalam mengantisipasi jebakan utang tersebut.

Melakukan revisi insentif fiskal yang merugikan Indonesia, seperti kebijakan tax holiday dan tax allowance, sudah sepantasnya dihentikan, untuk proyek-proyek yang tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, sementara dampak kerusakan yang ditimbulkan terlampau masif.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan diversifikasi pembiayaan atau mencari sumber pembiayaan lain selain yang bersumber dari Tiongkok sehingga Indonesia tidak mengalami ketergantungan ke satu negara atau sumber pembiayaan.

 

Penutup

Tidak bisa dimungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia saat ini yang tidak berutang karena untuk membiayai program pembangunan di negara masing-masing, termasuk di Indonesia. Namun, utang pada dasarnya ialah suplemen atau pelengkap pembangunan yang tidak bisa dibiayai anggaran pemerintah.

Namun, kondisi hari ini justru terjadi sebaliknya, utang telah menjadi kebutuhan untuk membiayai proyek-proyek prestisius dan ambisius dari negara-negara tertentu sehingga menimbulkan jebakan utang yang harus ditanggung generasi ke depan. Oleh sebab itu, pemimpin ke depan harus bisa mencari solusi yang soft untuk menghindari terjadinya jebakan utang.

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat