visitaaponce.com

Pesimistis Bayangi Evaluasi JPU

Pesimistis Bayangi Evaluasi JPU
Pengacara menyampaikan nota pembelaan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara "live streaming".(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

TIM hukum penyidik KPK Novel Baswedan, Saor Siagian, menyatakan pesimistis Jaksa Agung ST Burhanuddin akan serius mengevaluasi jaksa penuntut umum (JPU) pada perkara penyiraman Novel. Kejaksaan disebutnya turut bertanggung jawab atas tuntutan rendah yakni 1 tahun penjara terhadap penyerang Novel.

“Apakah mungkin kasus seserius Novel, Jaksa Agung tidak tahu? Apalagi kasus ini sangat diberi atensi oleh Presiden. Kejaksaan Agung yang bertanggung jawab ketika kasus ini disidangkan,” ucap Saor saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku akan meng evaluasi jaksa yang menangani kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Jaksa menuntut satu tahun untuk kedua terdakwa anggota polisi, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Rencana evaluasi itu muncul saat Jaksa Agung bertemu Komisi III DPR, Senin (29/6).

Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota Komisi III mengkritisi Kejaksaan mengenai rendahnya tuntutan terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Pasalnya, tuntutan itu jauh berbeda jika dibandingkan dengan tuntutan kasus serupa. Pada kasus-kasus lain, tuntutan pidana penyiraman air keras di atas 3 tahun hingga 8 tahun penjara.

Menurut Saor, tim kuasa hukum Novel sebenarnya sudah melayangkan sejumlah keberatan terkait persidangan, salah satunya soal kuasa hukum terdakwa yang juga berasal dari kepolisian. Namun, imbuh Saor, JPU yang semestinya berada di sisi korban, justru tidak berkeberatan.

“JPU tidak keberatan kuasa hukum yang mendampingi terdakwa dari kepolisian. Saksi-saksi kunci tidak dihadirkan. Kita sudah surati agar dipanggil, tapi (JPU) tidak mau, sehingga JPU dan penyidik membuat sidang ini formalitas untuk menutupi aktor penyiraman air keras kepada Novel,” jelasnya.


Disiplin

Secara terpisah, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Giri Ahmad Taufik mempersoalkan niat Jaksa Agung terkait evaluasi JPU. Kejaksaan disebutnya hanya bisa mendisiplinkan jaksa yang diduga keliru dalam melakukan penuntutan, tapi tidak untuk mengubah perkara.

“Kalau Jaksa Agung mau mendisiplinkan jaksanya, masih memungkinkan karena tuntutannya itu ngawur. Tapi, untuk kasusnya tidak bisa, karena persidangan sudah jauh jalannya, tinggal menunggu vonis,” ucap Giri saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Menurut Giri, harapan atas rasa keadilan masyarakat kini bertumpu pada majelis hakim. Ia berharap hakim bisa menghukum dengan maksimal. Menurutnya, hakim bisa mempertimbangkan fakta persidangan secara cermat dengan mengabaikan tuntut an jaksa dan menghukum pelaku dengan Pasal 355 ayat (1). Pasal itu, ucap Giri, tertuang dalam surat dakwaan primer.

“Hakim bisa mengambil pertimbangan sendiri sehingga bisa menghukum maksimal,” ujar Giri.

Menurut rencana, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) akan membacakan vonis terhadap Rahmat dan Ronny pada Kamis (16/7). Keduanya dinilai melakukan dakwaan subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (P-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat