visitaaponce.com

Waspadai Intervensi di Korupsi ASABRI

Waspadai Intervensi di Korupsi ASABRI
Ketua Pusat Kajian Antipencucian Uang (Pukau) Indonesia, Yunus Husein.(Dok. MI/ROMMY PUJIANTO)

DUGAAN kasus korupsi yang terjadi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) disarankan untuk ditangani penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun kejaksaan. Ketua Pusat Kajian Antipencucian Uang (Pukau) Indonesia Yunus Husein menyebutkan, langkah tersebut untuk menghindari terjadinya intervensi saat penyidikan.

“Di sini (kasus ASABRI) kan polisi sudah masuk duluan, Polda Metro sudah masuk duluan, jadi agak beda dengan kasus Jiwasrya. Kalau saya cenderung lebih baik ditangani kejaksaan atau kalau perlu KPK,” kata Yunus kepada Media Indonesia, kemarin.

Yunus melihat adanya potensi intervensi tersebut, mengingat adanya faktor militer dalam pengelolaan perusahaan tersebut. “Karena (direksi) BUMN kan dianggap penyelenggara negara juga. Terus mengurangi intervensilah. Kalau ASABRI kan ada baju hijaunya (TNI--red) di situ,” tambahnya.

Seperti halnya dengan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, Yunus menduga ada manipulasi di pasar modal seperti goreng saham di ASABRI. Permainan tersebut terjadi dengan menaikkan harga saham dan dibeli perusahaan manajer investasi (MI) yang tidak independen. “MI diintervensi, didikte harus beli saham tertentu. Walaupun harganya tinggi, beli. Tapi waktu jual ya harganya lebih murah dari harga beli. Waktu beli itu diduga ada manipulasi pasar, orang bilang goreng-goreng saham,” jelas Yunus.

Akibat permainan tersebut, beban kerugian diemban ASABRI yang notabene ialah perusahaan pelat merah. Yunus menyebut intervensi terhadap para MI dalam membeli saham dilakukan orang-orang pintar.

Dalam kasus Jiwasraya, orang-orang pintar yang dimaksud merujuk kepada Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Selain tindak pidana korupsi, Yunus mengatakan penyidik juga perlu mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada para pelaku di kasus ASABRI. Ini dilakukan dengan menerapkan prinsip follow the money. “Kalau hasil korupsinya disembunyikan asal-usulnya, itu sudah menyangkut pencucian uang,” tandasnya.

Kasus dugaan korupsi di ASABRI bermula saat saham-saham yang menjadi portofolio berguguran sepanjang 2019. Pada tahun itu, liabilitas ASABRI tercatat senilai Rp36,94 triliun, sementara asetnya Rp30,84 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian menemukan potensi kerugian perusahaan sebesar Rp16,7 triliun. (Tri/P-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat