visitaaponce.com

Yenti Garnasih Kasus BLBI Jangan Semua Diperdatakan

Yenti Garnasih: Kasus BLBI Jangan Semua Diperdatakan
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih.(Dok Pribadi)

DEKAN Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih mengingatkan pemerintah untuk tidak memukul rata mekanisme hukum kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI ke perdata.

Ia meminta pemerintah untuk memilah kasus-kasus yang masih dalam ranah pidana.

"Jangan semuanya diperdatakan, harus dipilah-pilah, mana yang memang masih pidana. Nanti kalau pidananya gagal, baru perdatun (perdata dan tata usaha negara)," ujar Yenti saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (13/4).

Menurutnya, putusan Mahkamah Agung atas upaya hukum peninjauan kembali yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Syarfuddin Arsyad Temenggung tidak otomatis membuat seluruh perkara BLBI masuk ke ranah perdata. Putusan itu juga menjadi pijakan KPK melakukan SP3 terhadap penyidikan tersangka lain, yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih.

Diketahui, Syafruddin pernah divonis 13 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Hukuman itu dikuatkan menjadi 15 tahun di tingkat banding.

Namun MA membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut karena kasus yang menjeratnya dinilai bukan pidana.

"Makanya, gara-gara itu kok disimpelkan semuanya. Apa iya Tumenggung itu satu-satunya pelaku, kok jadi semua berdampak seperti ini. Hanya karena tidak ada masalah pidana, langsung rontok semua, tidak otomatis langsung beralih ke perdata," jelas Yenti.

Presiden Joko Widodo telah membentuk Satuan Tugas Penaganan Hak Tagih Negara Dana BLBI melalui Keputusan Presiden No. 6/2021. Berdasarkan Keppres tersebut, satgas memiliki waktu sekitar 2,5 tahun sampai akhir 2023 untuk bekerja.

Yenti menyangsikan batas waktu kerja yang diamanatkan satgas. Ia menilai proses pemetaan terhadap aset yang nilainya ditaksir Rp110 triliun tersebut tidak akan selesai dalam satu tahun, kecuali jika satgas telah memiliki data yang benar.

"Belum lagi harus dikuatkan dengan komitmen, nanti jangan sampai kalau ada presiden baru, siapa pun itu, dengan kabinet yang barum langsung mangkrak lagi (satgasnya)," kata Yenti.

Sejalan dengan waktu kerja satgas, Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) itu juga menilai penting hadirnya Undang-Undang Perampasan Aset. Menurutnya, satgas akan bekerja dengan sia-sia tanpa aturan tersebut, terlebih saat proses inventarisasi aset.

"Saat proses inventarisasi, misalnya ada hotel, bukan berarti langsung dihitung saja nilainya terus ditutup, enggak. Tapi harus dikelola, nanti atas namanya satgas ini, jadi tetap jalan, tidak tambah mangkrak, ataupun PHK yang mendadak," tandas Yenti.

Media Indonesia sudah menghubungi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dan Jaksa Agung Muda Perdata, Tata Usaha Negara (JAM-Datun) Kejagung, Feri Wibisono, untuk mengetahui progres satgas. Kendati demikian, sampai berita ini ditulis, keduanya tidak merespon. (Tri/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat