E-Voting Dinilai Belum Jadi Kebutuhan untuk Pemilu 2024
Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Ihsan Maulana menilai penggunaan sistem pemungutan suara secara elektronik atau e-voting belum menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi pihak penyelenggara pada Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.
"Kami, di Kode Inisiatif, melihat penggunaan e-voting belum menjadi satu kebutuhan bagi pemilu di Indonesia, terutama untuk Pemilu 2024 mendatang," kata Ihsan saat dihubungi ANTARA dari Medan, Selasa.
Menurutnya, lembaga penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), lebih baik mengutamakan pada pengembangan serta penyempurnaan digitalisasi di tahapan pemungutan suara melalui Sistem Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
"KPU mengembangkan sistem rekapitulasi suara secara elektronik melalui Sirekap di Pilkada 2020. Menurut kami, hal yang lebih cocok dilakukan adalah mengembangkan rekapitulasi elektronik, yakni bagaimana Sirekap pada Pilkada 2020 itu dikembangkan, disempurnakan, untuk Pemilu dan Pilkada 2024," tambahnya.
Dia juga menyebutkan beberapa alasan yang menurutnya penggunaan e-voting belum mendesak di Pemilu 2024. Pertama, menurutnya, penggunaan teknologi informasi sudah sepatutnya diutamakan demi mengatasi beban yang dihadapi petugas dalam penyelenggaraan pemilu.
Pemungutan suara bukan merupakan tahapan yang menimbulkan beban bagi petugas dalam penyelenggaraan pemilu di Tanah Air. Sebaliknya, beban penyelenggaraan pemilu yang dihadapi para petugas ada pada tahapan penghitungan serta rekapitulasi suara, katanya.
"Tren beban dalam penyelenggaraan bukanlah pada saat pemungutan suara, melainkan pada saat penghitungan dan rekapitulasi suara. Proses tersebut sangat panjang. Petugas harus menyelesaikan pekerjaannya dalam kurun waktu 24 jam dan rekap berjenjang. Maka, wacana pengembangan teknologi informasi lebih tepat ditempatkan pada rekapitulasi elektronik daripada pemungutan suara," jelasnya.
Selain itu, menurut dia, penggunaan e-voting akan sulit diterapkan dalam Pemilu 2024 karena rawan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Kami memandang idenya jangan langsung loncat ke e-voting, dimana hal itu belum pernah diwacanakan dalam skala pemilu (nasional) Indonesia. Kalau di tingkat desa (pilkades), itu memang sudah pernah, tapi kalau di tingkat pemilu nasional akan sangat sulit, karena rawan terjadi penyalahgunaan dan kecurangan, seperti datanya bisa dicuri, hilang, atau pun servernya diretas," katanya.
Ia juga mengatakan beberapa negara yang pernah menggunakan e-voting mulai meninggalkan pemanfaatan teknologi tersebut.
"Di beberapa negara yang menerapkan e-voting, mereka mulai berubah. Mereka yang sudah pernah menggunakan e-voting berubah kembali menggunakan proses manual," ujarnya. (Ant/OL-12)
Terkini Lainnya
Langgar Kode Etik, DKPP Pecat Tiga Penyelenggara Pemilu
Urus Kampanye Pilkada 2024, KPU-Bawaslu Diminta Belajar dari Pemilu 2024
Partisipasi Warga Jakarta untuk Pemilu 2024 Capai 78%
Perputaran Uang Pemilu 2024 Mencapai Rp80 Triliun
Menteri PPPA: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Harus Diberikan Efek Jera
Bawaslu Cegah Calon Berkampanye Sebelum Pemilu Ulang 2024
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap