visitaaponce.com

Penunjukan Perwira Aktif sebagai Penjabat Kepala Daerah Abaikan Supremasi Sipil

Penunjukan Perwira Aktif sebagai Penjabat Kepala Daerah Abaikan Supremasi Sipil
Ilustrasi TNI(Ant/M Risyal Hidayat)

PENUNJUKAN penjabat oleh kepala daerah dalam rangka penyelarasan keserentakan jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada), menyisakan kekhawatiran publik. Salah satunya masyarakat sipil yang mempertanyakan penunjukan perwira aktif TNI/Polri sebagai Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.

Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif M Ihsan Maulana mengatakan mengembalikan TNI dan Polri ke ranah politik sipil mengingkari semangat reformasi. Salah satu amanat reformasi adalah menghapuskan dwi fungsi TNI/Polri dan memperkuat supremasi sipil.

"Aturan dalam UU TNI dan UU Polri juga jelas melarang para perwira aktif untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Kekhawatiran publik terbukti ketika Kepala BIN Daerah (Kabinda) Sulteng Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin ditunjuk Mendagri sebagai penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku," ujar Ihsan dalam pernyataan bersama koalisi masyarakat sipil, Rabu (25/5).

Baca juga: Penunjukan Brigjen Andi jadi Pj Bupati Bertentangan dengan UU TNI

Penunujukan itu berdasarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) No: 113.81-1164 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pj Bupati Seram Bagian Barat, Maluku. 

Dalam Kepmendagri tersebut, Andi ditunjuk menggantikan Bupati Timotius Akerina, yang telah berakhir masa jabatannya.

Koalisi mencatat tiga hal yang menjadi permasalahan dalam penujukkan Brigjen TNI Andi Chandra. Pertama, penujukan Penjabat tidak melalui mekanisme yang demokratis. 

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI Hurriyah mengatakan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan kepala daerah dipilih secara demokratis. 

Pada Putusan MK No. 67/PUU- XIX/2021, ujar dia, MK mengingatkan pentingnya klausul secara demokratis tersebut dijalankan. 

MK, tegasnya, memerintahkan agar pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana yang tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, termasuk transparansi.

'Namun, Kemendagri tidak melibatkan publik dalam pemilihan Brigjen Andi sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat," ucapnya. 

Ia menambahkan Kepmendagri tentang pengangkatan Andi, belum dapat diakses secara luas oleh publik.

Masyarakat sipil mendesak agar Kemendagri membuat aturan pelaksana sebagaimana diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi. 

Kedua, sambung Hurriyah, UU Pilkada No. 10/2016 telah mengatur bahwa penjabat bupati/walikota hanya dapat berasal dari Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama.

Sementara itu, imbuh dia, jabatan Kabinda yang diemban Brigjen Andi Chandra, bukan merupakan JPT Pratama sebagaimana disyaratkan UU Pilkada. 

Lebih jauh, bila merujuk pada UU Intelijen Negara dan Perpres 90/2012 tentang BIN, jabatan-jabatan di BIN bukanlah jabatan ASN, seperti yang didefinisikan dalam UU ASN.

"Dapat disimpulkan bahwa Brigjen Andi tidak memenuhi kriteria seperti yang disyaratkan UU Pilkada," tuturnya.

Ketiga, selain bukan pejabat JPT Pratama, koalisi mencatat Brigjen Andi Chandra masih merupakan prajurit TNI aktif. Sehingga dianggap bertentangan dengan UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

"UU tersebut menentukan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif," ujar Peneliti Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz.

Oleh karena itu, koalisi mendesak Kemendagri untuk membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj. Bupati Seram Bagian Barat karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi.

Selain itu, koalisi menuntut Kemendagri melaksanakan amanat reformasi, menjalankan hukum, dan menjamin prinsip demokrasi dalam penunjukan penjabat kepala daerah. 

Koalisi juga mendesak Kemendagri untuk tidak menunjuk prajurit TNI dan Polri aktif untuk menjadi penjabat, meminta pemerintah agar segera menerbitkan aturan pelaksana tentang pengakatan penjabat kepala daerah sesuai perintah Putusan MK.

"Mendesak Kemendagri membuka nama-nama calon penjabat kepala daerah yang akan ditunjuk sebagai bentuk transparansi," pungkas Beni Kurnia Illahi, dari Pusat Kajian Konstitusi Universitas Andalas, Sumatra Barat. (OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat