visitaaponce.com

Soroti Kasus Impor Baja, Komisi III DPR Minta Kejagung tidak Tebang Pilih

Soroti Kasus Impor Baja, Komisi III DPR Minta Kejagung tidak Tebang Pilih
Anggota Komisi III DPR Johan Budi SP(MI/Susanto)

JAKSA Agung Sanitiar Burhanuddin diingatkan untuk tidak tebang pilih dalam proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Korps Adhyaksa harus profesional menuntaskan semua persoalan tersebut.

"Setiap penegakan hukum (oleh Jaksa Agung) dalam kasus apa saja, penegak hukum termasuk Kejaksaan harus tidak tebang pilih," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Johan Budi SP, di Jakarta, Senin (10/10).

Menurut mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, dalam menangani berbagai kasus, terutama yang menyita perhatian publik seperti kasus impor baja, khususnya terkait berbagai barang bukti harus diungkap secara transparan. Jangan sampai ada yang ditutupi dan ada oknum-oknum yang 'bermain' atau lolos dari jeratan hukum.

"Tentu penegak hukum yang paling tahu, sejauh mana kasus-kasus itu ada barang buktinya untuk pembuktian di Pengadilan," kata dia.

Selain itu, terang dia, Jaksa Agung juga tidak boleh membiarkan ada  oknum jaksa nakal. "Jaksa Agung tidak boleh menolelir jika ada oknum jaksa yang nakal, main proyek atau sejenisnya harus ditindak tegas."

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta Ismail Rumadan mengatakan sangat mendukung Kejagung untuk tidak diskriminatif dalam kasus dugaan korupsi kasus impor baja atau besi di Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang merugikan negara sebesar Rp23,6 triliun.

"Korupsi tidak akan pernah tuntas jika aparat penegak hukum hanya menyisir para pelaku lebel bawah saja, sementara oknum pelaku level atas tidak pernah tersentuh," kata Ismail.

Ia menambahkan, korupsi pada umumnya adalah tindak pidana yang melibatkan banyak orang terutama berkaitan dengan kebijakan yang strategis. Oleh karena itu, tidak mingkin oknum level bawah itu bekerja sendiri, apalagi dalam kasus impor besi dan baja ini tidak mungkin pihak pimpinan level ats tidak mengetahuinya.

"Ini (kasus dugaan korupsi impor besi baja) adalah kasus korupsi yang serius dan sering terjadi di Kementrian Perdagangan, maka Presiden harus memiliki perhatian khusus dengan memerintahkan Kejaksaan Agung agar tegas dalam membongkar kasua ini," harap dia.

Sebelumnya, Komunitas Aktivis Muda Indonesia (KAMI) menggelar unjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (5/10) siang. Mereka meminta Korps Adhyaksa segera meningkatkan status hukum salah satu pejabat di Kemendag menjadi tersangka.

Pengunjuk rasa yang berjumlah sekitar 200 orang juga membentangkan sejumlah spanduk tuntutan agar perkara tersebut segera dituntaskan. Pejabat yang dimaksud ialah VA, salah satu direktur di Kemendag.

Ketua Umum PB KAMI, Sultoni mengatakan pihaknya menuntut VA sebagai tersangka bukan tanpa alasan. Menurut dia, VA adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus impor besi dan baja yang merugikan negara Rp23,6 triliun. "Dia juga sudah dipanggil Kejaksaan Agung sebanyak dua kali. Tetapi hingga saat ini belum juga ditetapkan sebagai tersangka," kata Sultoni.

Ditanya apakah ada rencana pemeriksaan pihak lain termasuk pejabat Kemendag seperti VA, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Febrie Adriansyah menegaskan hal itu menjadi kewenangan penyidik. "Ada keterkaitan dengan saksi, enggak? Harus Dicek dulu. Pasti dipanggil kalau ada unsur pembuktiannya," ujar Febrie, beberapa waktu lalu.

Hingga saat ini Kejagung baru menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yaitu Kasubdit Perizinan Impor Kemendag Chandra (sudah meninggal dunia), Analis Perdagangan Ahli Muda pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tahan Banurea (TB), manajer di PT Meraseti Logistik Indonesia Taufik (T) dan pemilik PT Meraseti Logistic Indonesia (MLI) Budi Hartono Linardi (BHL).

Selain itu, Kejagung juga telah menetapkan 6 tersangka korporasi, yaitu PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU. Akibat perbuatannya, para tersangka diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Pasal 3 atau Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (J-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : MEGAPOLITAN

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat