visitaaponce.com

Jangan Hanya Lihat Partai, Tapi Kinerja Caleg Perlu Diteropong

 Jangan Hanya Lihat Partai, Tapi Kinerja Caleg Perlu Diteropong
Ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta Brando Susanto (kiri).(Ist)

KETUA DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta Brando Susanto menyoroti soal sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup yang saat ini hangat dibicarakan masyarakat. 

Dikatakan Brando, sistem proporsional terbuka dan tertutup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Hal ini dapat dilihat dari sudut pandang partai politik dan masyarakat yang memilih, di mana keduanya adalah element utama dalam sistem demokrasi. 

"Masyarakat tanpa partai politik dalam konteks demokrasi tentu akan makin anarkis bentrokannya (no rules) dalam kontestasi politiknya," ucapnya.

"Hal ini berimbas pada absennya kesepakatan bersama yang dihormati dalam kontestasi. Demikian pula partai politik tanpa masyarakat yang terwakili jadi omong kosong," ungkap Brando dalam keterangan pers. Sabtu (31/12) .

Baca juga: Golkar Dukung Proporsional Terbuka di Pileg 2024, Alasannya Lebih Demokratis

Di sisi lain, lanjut Brando, masyarakat yang partisipasinya rendah atau tidak dihiraukan oleh elite partai politik akan mematikan api demokrasi. Sehingga keduanya punya peran utama yang harus berjalan beriringan, bukan menegasikan satu dengan yang lain. 

"Namun Indonesia sedari awal pemilunya berazaskan demokrasi Pancasila terkandung salam sila keempat (IV) yakni  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sehingga, bukan demokrasi liberal (ala Barat), maupun demokrasi terkondisikan model Tiongkok" tegas Brando. 

Walaupun, tambahnya, terdapat masih banyak debat point dari Barat bahwa demokrasi mereka adalah “soko guru”,

Sementara Tiongkok mengklaim demokrasi adalah kerja seperti yang dijelaskan dalamm buku putih China: Democracy That Works. 

"Sistem proposional tertutup artinya partai dan platformnya dipilih konstituen. Sehingga tidak individualistik peran para calegnya," katanya.

"Biaya kampanye menjadi sentralistik sehingga cenderung lebih murah, karena persaingan internal partai tidak terjadi di forum-forum terbuka publik." Jelas Brando. 

Namun sistem tersebut memiliki kekurangannya, like or dislike internal partai harus bisa dikurangi secara tajam dengan meritokrasi berbasis kinerja para dewannya kelak. 

Ia berpendapat, proporsional tertutup alat ukurnya kadang jelas, tapi penerapannya masih kurang tegas cenderung bernuansa eweuh pakewueh Timur 

"Sementara, proporsional terbuka, membuat kontestasi internal maupun external partai lebih dinamis, maka biaya akan tinggi," jelas Brando.

"Masyarakat akan disajikan ribuan pilihan yang mungkin saja banyak yang over-rated atau dilebih-lebihkan di tengah gencarnya sosial media dan rendahnya edukasi informasi termasuk pengawasan berita hoaks," ujarnya. 

Menurut Brando, proporsional terbuka memiliki kelebihan yakni keterlibatan masyarakat pemilih lebih tinggi. Hal ini bisa dicek secara detail sampai ke jejak rekam pribadi para calegnya, tidak hanya parpolnya. 

Brando berharap agar kontestasi pemilu yang dibangun dengan sistem proporsional terbuka maupun tertutup, perlu adanya gerakan sadar politik, sehingga masyarakat dan seluruh elemen memaknai sungguh-sungguh bahwa demokrasi menghendaki perubahan untuk kebaikan bersama bagi peradaban manusia. 

"Akhirnya, perlu bikin sadar politik, Demokrasi adalah alat bukan tujuan. Tujuan sistem Pemilu apapun, hendaknya membawa kebaikan bagi peradaban manusia," tutup alumni FISIP Unpar tersebut. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat