visitaaponce.com

Pakar Hukum Pidana JC Berlaku Bagi Semua Kasus Tindak Pidana

Pakar Hukum Pidana: JC Berlaku Bagi Semua Kasus Tindak Pidana
Richard Eliezer, salah satu terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.(ANTARA)

PAKAR Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mengatakan bahwa Justice Collaborator (JC) dapat digunakan pada seluruh kasus tindak pidana. Ia mengatakan bahwa JC dapat dilakukan di semua tindak pidana, tidak terdapat pembatasan mengenai hal tersebut.

"Karena tidak ada pembatasan itu. Harus tindak pidana apa yang menjadi JC. Semua tindak pidana sebenarnya bisa, terutama yang berat," kata Abdul, Kamis (19/1).

Justice Collaborator, kata Abdul, merupakan cara untuk mengungkap suatu perkara pidana. Hal tersebut diperlukan untuk mengetahui pelaku utama dalam sebuah perkara pidana. "Peran JC kan bagaimana istilahnya, memancing salah satu pelaku untuk membuka keseluruhan tindak pidana yang dilakukan," sebut Abdul.

"Tujuannya kan mendapatkan the Big Fish-nya, pelaku utamanya. JC itu sebenernya," imbuhnya.

Karena itu, jika pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) dimana sebelumnya mengatakan bahwa JC tidak cocok diterapkan dalam perkara pembunuhan berencana maka seharusnya Kejagung menyampaikan pendapat tersebut secara langsung.

"Kalau memang pendapatnya begitu mestinya itu dikemukakan ke LPSK. Supaya tidak menjadi persoalan seperti sekarang ini," beber Abdul.

Ia menjelaskan bahwa LPSK dalam memberikan JC kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Richard Eliezer berdasarkan hukum yang berlaku. Status JC Richard yang dipermasalahkan oleh Kejagung, kata Abdul, merupakan ego sektoral belaka.

"Kejaksaan Agung memakai kacamata kuda, seharusnya mempertimbangkan status JC karena juga didasarkan pada peraturan perundang-undangan juga. Ini contoh nyata ego sektoral," tegasnya.

Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, status JC Richard tetap diakomodir JPU dalam surat tuntutan. Hal itu menyebabkan JPU menuntut Richard lebih rendah ketimbang terdakwa Ferdy Sambo.

Menurut Ketut, kasus pembunuhan berencana bukan termasuk yang diatur dalam pasal 28 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4/2014. Artinya, tidak ada aturan tegas pemberian JC kepada saksi pelaku pembunuhan berencana. "Yang mengungkap satu fakta hukum pertama justru keluarga korban (Yosua)," tandasnya. (OL-15)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat