visitaaponce.com

NasDem Sampaikan ke MK tentang Pencatutan Nama Partai

NasDem Sampaikan ke MK tentang Pencatutan Nama Partai
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta(MEDIA INDONESIA/ADAM DWI)

BADAN Advokasi Hukum (BAHU) NasDem menyampaikan keterangan sebagai pihak terkait di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang uji materi pasal 168 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur tentang sistem proporsional pemilu. Keterangan NasDem dibacakan oleh Risky Dewi Ambarwati yang mewakili Wakil Sekjen NasDem Hermawy Taslim.

Risky menyampaikan pengujian sistem proporsional pemilu berkaitan langsung terhadap hak konstitusional NasDem sebagai partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.

“Karena salah satu pemohon dalam permohonan a quo atas nama Yuwono Pintadi (Pemohon IV) telah mengunakan atribut dan identitas Partai Nasdem sebagai pemohon di MK,” ujar Risky dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya, di Gedung MK, Kamis (16/2/2023).

Dalam keterangan yang dibacakan Risky, NasDem menegaskan bahwa pemohon perkara 114/PUU-XX/2022 bernama Yuwono Pintadi bukan anggota atau kader Partai NasDem. Yuwono tidak tercatat dalam sistem keanggotaan Partai Nasdem. 

NasDem pun telah mengeluarkan surat edaran atau kebijakan kepada seluruh anggota partai yang telah mempunyai kartu tanda anggota (KTA). KTA lama berakhir pada 2019 sehingga tiap kader wajib memperbarui KTA.

“Jika tidak memperbarui maka dianggap mengundurkan diri. Menurutnya, perbuatan dan tindakan atas nama Yuwono Pintadi tersebut sama sekali tidak mewakili sikap Partai Nasdem dalam mengajukan permohonan a quo,” ungkap Risky.

Risky lantas membeberkan argumentasi NasDem untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka dalam pemilu legislatif. 

“Lahirnya sistem proporsional terbuka murni berawal dari dikabulkannya gugatan judicial review oleh MK terhadap ketentuan Pasal 14 UU 10 Tahun 2008. Pasal tersebut dinilai inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substansi kedaulatan rakyat dan bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UUD 1945,” ujar Risky.

NasDem menilai sistem proporsional terbuka merupakan bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. Sistem tersebut merupakan antitesis terhadap sistem yang sebelumnya, yakni sistem proporsional tertutup yang digunakan pada saat era Orde Lama dan Orde Baru.

“Wacana sebagaimana dalam permohonan PUU a quo yang pada intinya meminta kembali ke sistem proporsional tertutup dalam pemilu adalah sebuah kemunduran demokrasi,” tandas Risky. (P-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat