visitaaponce.com

JPPR Perubahan Sistem Pemilu Berpotensi Ganggu Konsentrasi Pemilih

JPPR: Perubahan Sistem Pemilu Berpotensi Ganggu Konsentrasi Pemilih
Ilustrasi(Dok MI )

MANAJER Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu mengatakan perubahan sistem pemilihan umum legislatif (pileg) akan mengganggu tahapan pemilu serta membuat bingung rakyat dan bakal calon anggota legislatif (caleg). Hal itu ia sampaikan merespons polemik gugatan soal sistem proporsional pemilu legislatif yang saat ini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM sekaligus advokat Denny Indrayana menggulirkan isu bahwa MK dapat menjatuhkan putusan dengan mengubah sistem pemilu saat ini dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.

Sistem proporsional tertutup akan mengganggu tahapan dan konsentrasi pemilih. Ada hal yang membuat pemilih merasa tidak percaya dengan proses pelaksanaan pemilu jika tiba-tiba sistem proporsional tertutup,” ujar Aji ketika dihubungi, Minggu (4/6).

Sistem proporsional terbuka telah diterapkan sejak 2004, yang mana pemilih dapat mencoblos langsung caleg di kertas suara. Sedangkan sistem proporsional tertutup, yang ada di kertas suara hanya gambar partai politik, partai yang nantinya menentukan siapa kader yang akan duduk sebagai wakil rakyat di legislatif. Aji menuturkan MK perlu memperhatikan suara masyarakat. Tidak semua masyarakat, ujar Aji, memahami mekanisme sistem proporsional tertutup.

Baca juga : MK Diminta tidak Ubah Sistem Pemilu di Tengah Jalan

“Publik harus mengetahui terlebih dahulu mekanisme ketika mereka harus memilih (hanya) partai politik, siapa yang kemudian dijadikan caleg oleh partai politiknya mekanisme seperti apa yang dikatakan demokratis. Baik demokratis dari sisi rakyat maupun dari sisi parpol. Ada mekanisme yang jelas dahulu agar masyarakat mengetahui,” tutur Aji.

Ia juga menyampaikan wacana yang dilontarkan Denny Indrayana bisa menjadi tolak ukur seberapa jauh publik mengetahui soal sistem kepemiluan. Sebagai pemilih, ujar Aji, publik perlu mengetahui plus dan minus masing-masing sistem kepemiluan. Menurutnya kebermanfaatan sistem pemilu datangnya dari masyarakat. Di samping itu, ia juga menyebut pentingnya respons dari para bakal calon anggota legislatif yang sudah didaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) apabila ada perubahan sistem pemilu.

“Ini juga penting karena menjelang pemilihan, banyak yang sudah bekerja untuk pemenangan di daerah pemilihan. Mereka sudah mengeluarkan banyak uang kemudian (jika putusan MK sistem pemilu) tertutup. Belum tentu mereka dipilih oleh partai politiknya untuk mendapat kursi di legislatif. Ini mengganggu konstelasi politik,” papar Aji.

Menurutnya penentuan sistem kepemiluan tidak seharusnya diputuskan oleh MK. Tetapi, rakyat atau melalui perwakilannya DPR Komisi II. Oleh karena itu ia menilai perubahan sistem di tengah tahapan pemilu 2024 akan menjadi polemik di masyarakat.

Polemik mengenai sistem pemilu mengemuka setelah adanya pengujian materiil UU Pemilu ke MK. Permohonan itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022, diajukan oleh anggota partai politik dan warga negara. Para pemohon menilai sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini menegasikan peran parpol dalam menentukan anggota legislatif. Permohonan itu direspons oleh mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI agar MK tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat