visitaaponce.com

Lemhanas Indonesia Bisa Belajar dari Operasi Udara dan Laut Rusia

Lemhanas: Indonesia Bisa Belajar dari Operasi Udara dan Laut Rusia
Kendaraan tempur Howitzer Caesar TNI AD berjalan keluar dari pesawat Hercules C-130 TNI AU.(Antara/Risyal Hidayat)

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Andi Wijayanto mengatakan Indonesia bisa mempelajari operasi udara dan laut yang dilakukan Rusia guna mempertahankan wilayah. Dalam perang melawan Ukraina, Rusia menerapkan titik-titik serangan yang dilakukan menggunakan rudal atau senjata hipersonik yang tidak bisa ditangkal.

“Kita bisa mempelajari daya jangkau dan serangan artileri dan rudal Rusia,” ujar Andi dalam webinar yang diselenggarakan oleh Laboratorium Indonesia 2045 (Lab45) di Jakarta, Rabu (15/3).

Sementara, ia melihat operasi laut Negeri Beruang Merah tidak terlalu signifikan sampai November 2022.

“Kita sudah bisa melihat kemungkinan-kemungkinan pergerakan Angkatan Laut Rusia yang nanti mengarah kepada pengepungan pelabuhan terbesar di Ukraina di Odesa,” tuturnya.

Selaras dengan Andi Wijayanto, Kepala Staf Komando Operasi Udara Nasional Marsekal Muda TNI Jorry Koloay juga berpandangan banyak pelajaran yang bisa diambil dari operasi udara pada konflik Rusia dan Ukraina.

Seperti penguasaan teknologi kedirgantaraan, pengembangan latihan yang kompleks, penggunaan sistem senjata presisi, serta pengintegrasian sistem komando kendali yang kuat menjadi kekuatan utama keunggulan di udara.

“Konsep multidomain operations menggabungkan konsep operasi udara, informasi, dan siber. Konsep perang udara modern dalam operasi gabungan pada kampanye militer melalui pengembangan doktrin, taktik, dan strategi,” tutur Jorry.

Dari sisi operasi laut, Kepala Staf Komando Armada RI Laksamana Muda TNI Didong Rio Duta menuturkan itu sangat membutuhkan perlindungan udara secara mutlak. Selain itu, diperlukan juga penguasaan teknologi mutakhir, seperti AI dan cloud oleh prajurit.

Didong menekankan pentingnya pertahanan laut Indonesia yang didasarkan pada strategi multilayered defense, seperti yang bisa diamati dalam perang Rusia-Ukraina, yang terdiri atas penangkalan, pertahanan berlapis, dan pengendalian laut.

“Perang konvensional antarnegara masih sangat relevan terjadi. Untuk itu, Indonesia tidak boleh menjadi sekadar objek dari kekuatan besar. Indonesia perlu secara konsisten membangun kapabilitas militer dan nonmiliter,” jelas Didong. (Ant/Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat