visitaaponce.com

Kuasa Hukum Budi Hartono Linardi Sebut Sangkaan Pidana Terhadap Kliennya Keliru

Kuasa Hukum Budi Hartono Linardi Sebut Sangkaan Pidana Terhadap Kliennya Keliru
(Ilustrasi)

MAJELIS Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum terdakwa Budi Hartono Linardi 12 tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi impor besi atau baja dan turunannya. Pemilik PT Meraseti Logistik Indonesia (MLI) ini dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Penerapan sangkaan pidana korupsi yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 adalah keliru dan tidak tepat," kata kuasa hukum terdakwa Budi Hartono Linardi, Astono Gultom kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/3).  

Menurutnya penerapan pasal dimaksud hanyalah sebagai jembatan untuk menjerat enam perusahaan importir besi beserta turunannya yang berkas perkaranya secara korporasi telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Berdasarkan fakta-fakta di persidangan, bahwa kerugian keuangan negara itu tidak terbukti. Bahkan di dalam putusan, hakim memberikan pertimbangan terkait kerugian keuangan negara hanya berdasarkan adanya hasil audit perhitungan dari BPK, tidak menjelaskan di bagian apanya atau perbuatan apa yang menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara. Faktanya di persidangan kewajiban enam importir ini sudah dibayar lunas pada saat barang dikeluarkan dari kepabeanan keluar ke gudang dari para importir ini."

Menurut Astono, kliennya telah memberikan bukti seluruh pembayaran atas 6 importir tersebut senilai Rp540 miliar yang dibayarkan kepada kas negara. Anehnya majelis dalam pertimbangan hukumnya terkait kerugian keuangan negara tidak membuat atau tidak menjadikan bukti tersebut menjadi pertimbangan, di mana bukti yang diberikan berupa bukti pembayaran kepada negara juga telah dikonfirmasi kepada Bea dan Cukai bahwa seluruh hak-hak negara telah dibayar seluruhnya sebelum barang tersebut dikeluarkan.

"Nah, di dalam persidangan juga, ada tiga terdakwa dalam perkara ini, yaitu Tahan Banurea (ASN Kemendag), pihak swasta atau klien kami Hartono Linadri dan Taufik (Manajer PT MLI). Namun di dalam putusannya majelis hakim membebaskan terdakwa Tahan Banurea karena dianggap tidak memiliki peran, tidak memiliki kewenangan di dalam perkara," ujarnya.

Menurut dia, adalah suatu kejanggalan hukum jika kliennya sebagai swasta dinyatakan turut serta melakukan tindak pidana korupsi dengan ASN, namun pihak ASN tersebut justru diputus bebas.

"Yang lucu adalah dalam pertimbangannya klien kami dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengurusan surat penjelasan sebagai pengecualian izin impor adalah dengan Wira Chandra. Sementara Wira Chandra sudah lama meninggal, tidak dapat lagi dimintai konfirmasi."

Di dalam mengambil pertimbangan hukum terdakwa Budi Hartono Linardi dan Taufik yang dinyatakan bersalah, imbuhnya, hakim diduga mengambil pertimbangan bukan berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, tetapi hanya berdasarkan asumsi yang dibangun oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagaimana dalam surat dakwaannya maupun di dalam surat tuntutannya.

Rekan Astono, Yonatan Christofer menambahkan pembuktian yang digunakan dalam persidangan tersebut patut dipertanyakan alias versi siapa yang dipakai. "Karena tidak ada yang menjelaskan baik transkrip maupun aliran dana ke Chandra tidak ada pembuktian di persidangan," terang dia.

Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum terdakwa Budi Hartono Linardi dan Taufiq masing-masing selama 12 dan 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, Senin (27/3). Sementara terdakwa eks analis perdagangan pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tahan Banurea yang sebelumnya dituntut 8 tahun penjara justru divonis bebas. (J-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat