visitaaponce.com

MK Tolak Uji Materi Presidential Threshold, Hakim MK Saldi Isra Miliki Pandangan Berbeda

MK Tolak Uji Materi Presidential Threshold, Hakim MK Saldi Isra Miliki Pandangan Berbeda 
Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Ketua MK Anwar Usman (tengah)(MI )

HAKIM MAHKAMAH Konstitusi (MK) Saldi Isra memiliki pandangan yang berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan MK denganNomor Perkara 16/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold.) yang dimohonkan oleh Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). 

Berbeda dengan 8 hakim MK lain, Saldi menilai pemohon yakni Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) merupakan pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap proses dan tata cara pengusulan pencalonan presiden dan wakil presiden.

“Dengan demikian, secara konstitusional tidak terdapat cukup alasan untuk menyatakan pemohon tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Artinya, sebagai partai politik peserta Pemilihan Umum 2024, tidak ada keraguan bagi pemohon untuk mengajukan penilaian terhadap inkonstitusionalitas norma Pasal 222 UU 7/2017,” sebut Saldi dalam sidan MK di Jakarta, Kamis (30/3).

Baca juga : MK Kembali Tolak Uji Materi Presidential Threshold

Pada kesempatan tersebut, MK menolak permohonan uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh PKN. Dalam pertimbagannya MK menilai PKN tidak memiliki kedudukan hukum untuk menggugat ketentuan presidential threshold Pemilu 2024 yang diatur berdasarkan perolehan suara parpol dalam Pemilu 2019. Mengingat PKN bukanlah peserta Pemilu 2019. 

Baca juga : Sidang MK: Pasal Karet dalam UU ITE Bikin Resah Masyarakat

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan bahwa ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dimaksudkan untuk mengatur ambang batas minimum perolehan suara. 

Hal itu sebagai syarat yang berlaku bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang telah mengikuti pemilu sebelumnya dalam mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. 

"Tidak dapat diterima atas permohonan tersebut karena batasan/ketentuan dalam Pasal 222 UU Pemilu tidak dapat diberlakukan bagi pemohon," ungkapnya dalam sidang MK, Kamis (30/3).

Wahiduddin menjelaskan bahwa ketentuan tersebut terkait persyaratan pengusulan pasangan capres berdasarkan perolehan kursi DPR atau suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Sehingga hal tersebut tidak berarti menghalangi hak konstitusional pemohon sebagai partai politik (parpol) baru untuk turut serta mengusung pasangan capres dan cawapres pada pemilu yang akan datang. 

"Sebab pemohon tetap dapat menggabungkan diri dengan partai politik atau gabungan partai politik lain yang telah memenuhi syarat ambang batas dalam pencalonan presiden dan wakil presiden," jelasnya.

Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut, mahkamah berkesimpulan berwenang mengadili permohonan a quo.

 "Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan pemohon tidak dipertimbangkan,” ucapnya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat