visitaaponce.com

Presidential Threshold Kembali Diuji ke MK

Presidential Threshold Kembali Diuji ke MK
Ketua majelis hakim Saldi Isra memimpin sidang uji materiil undang-undang Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK),(MI / Susanto)

ATURAN mengenai  ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tersebut disampaikan oleh Partai Buruh untuk kesekian kalinya. 

Perkara Nomor 80/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Buruh ini menjadi permohonan ketiga puluh dua yang menguji Pasal 222 UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Feri Amsari selaku kuasa hukum Pemohon menyebutkan pihaknya dirugikan dalam pemberlakuan syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik dalam mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. 

Di samping itu, Pemohon juga melihat partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi ketentuan Pasal 222 UU Pemilu lalu tidak ada yang mencerminkan, memperjuangkan, atau memiliki tujuan yang sejalan dengan perjuangan dan gagasan Pemohon.

Baca juga : Ini Perbedaan Antara Bacapres dan Capres

"Sebab sebagai partai politik yang memiliki fokus pada isu perburuhan, pertanian, agraria, lingkungan hidup, masyarakat adat, Partai Buruh bercita-cita mewujudkan negara kesejahteraan yang di antaranya berlandaskan pada kedaulatan rakyat, lapangan kerja, pemberantasan korupsi, jaminan sosial," ujar Feri dalam sidang MK, Rabu (23/8).

Baca juga : MK Tolak Uji Materi Presidential Threshold, Hakim MK Saldi Isra Miliki Pandangan Berbeda 

Sementara dalam memenuhi syarat ambang batas itu, dibutuhkan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional. Berpedoman pada Pemilu Legislatif sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hanya memperoleh 8,21%, sedangkan Partai Demokrat hanya 7,77%, bahkan gabungan kedua partai politik itu pun tidak memenuhi ketentuan Pasal 222 UU Pemilu.

“Ideologi Partai Buruh sungguh berbeda dengan partai lainnya sehingga penyamarataan ini membuat diskriminasi melalui koalisi partai dengan menyatukan suatu yang berbeda di alam demokrasi. Dengan demikian telah cukup alasan dan kerugian bagi Pemohon I karena pemberlakuan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu dan telah memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan ini,” sebut Feri.

Feri juga menambahkan Pemohon mengajukan agar yang mulia Majelis Hakim Konstitusi berkenan menjatuhkan putusan sebelum tanggal 19 Oktober 2023, memberikan waktu yang cukup bagi para pemohon, KPU dan instansi terkait lainnya untuk mengadakan penyesuaian yang diperlukan atas hasil putusan a quo. 

Sementara dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Persyaratan pengusulan Pasangan Calon tidak diberlakukan bagi Partai Politik Peserta Pemilu yang belum pernah mengikuti Pemilu anggota DPR sebelumnya. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat