visitaaponce.com

Koalisi Besar Dinilai Sulit Terbentuk

Koalisi Besar Dinilai Sulit Terbentuk
Presiden Jokowi usai hadir dalam acara silaturahim ramadan di kantor DPP Partai Amanat Nasional (PAN)(MI/Susanto )

DIREKTUR Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam mencermati dinamika politik mutakhir. Menurutnya, koalisi besar akan sulit terwujud. Sebab koalisi akan terbentuk jika partai-partai anggota koalisi bisa menegosiasikan kepentingan dan membentuk kesepakatan yang bisa mengikat kolektivitas atau kebersamaan.

"Dalam proses negosiasi itu, koalisi besar harus bisa menentukan; platform politiknya apakah keberlanjutan atau perubahan? Siapa capresnya yang akan diusung? Siapa cawapresnya yang akan diusung? Bagaimana komposisi kabinet atau portofolio pemerintahannya ke depan? Bagaimana skema pengadaan dan belanja logistik politiknya? Dan lain sebagainya. Semua itu harus clear menjadi pokok pembahasan," ujarnya.

Jika dicermati lagi dari faktor platform, mayoritas partai-partai di koalisi besar memiliki spirit keberlanjutan. Namun, ketika masuk di ranah penentuan cawapres-cawapres potensi faksionalisme akan terbuka.

Baca juga: Ditanya Rencana Pembentukan Koalisi Besar, Airlangga Sebut Hubungan Lima Ketum Parpol Cair

"Koalisi besar tampak kerepotan dalam menentukan komposisi capres-cawapres. Buktinya, sudah muncul pernyataan sikap PKB, yang menegaskan koalisi besar akan terwujud jika Cak Imin yang menjadi capres"

Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/4) Umam menekankan publik mengetahui yang dimaksud Presiden Jokowi sebagai capres koalisi besar adalah Prabowo Subianto. Sedangkan cawapresnya yakni Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Baca juga: Puan Maharani: PDIP Setuju Ada Koalisi Besar untuk Pemilu 2024

"Memang bisa saja statement PKB itu untuk meningkatkan daya tawar Cak Imin untuk menjadi cawapres di koalisi besar. Namun mencermati intensitas manuver elite Gerindra sendiri, tampak jelas gelagat mereka yang lebih memilih Khofifah Indar Parawansa menjadi cawapres Prabowo, bukan Muhaimin," ungkapnya.

Dengan demikian harapan koalisi besar akan terbentur oleh pertarungan sengit dalam menentukan cawapres. Setidaknya ada tiga gerbong besar yang siap mengantri menjadi cawapres. Pertama, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai pelaksanaan amanah Munas Golkar dan tidak mungkin Golkar memberikan tiket gratis kepada capres yang belum tentu menang, jika tidak dikompensasi dengan posisi cawapres. Kedua, Ketum PKB Muhaimin Iskandar yang sejak 2018 lalu sangat berkeinginan menjadi cawapres dengan tagline Cawapres Jaman Now.

"Karena itulah, PKB melangkah begitu cepat mendekati Gerindra untuk membentuk koalisi agar kemungkinan (possibility) Muhaimin menjadi cawapres lebih tinggi. Tapi jika masuk dalam koalisi besar, kemungkinan itu akan menurun lagi"

Di sisi lain yang juga masuk dalam radar cawapres yakni cawapres berasal dari gerbong politik PAN yang besar kemungkinan akan mengangkat Erick Thohir. Dengan logistiknya, Erick seolah telah membeli dua kekuatan politik Islam, yakni PAN sebagai representasi kekuatan politik Muhammadiyah dan juga pengaruh PBNU yang seolah memberikan panggung besar kepadanya selaku figur yang baru saja dinaturalisasi sebagai Nahdliyin. Kesan transaksionalnya cukup tinggi.

"Dalam konteks koalisi besar, Erick tampaknya akan menggunakan PAN sebagai alat bargaining position untuk mendapatkan posisi cawapres. Jadi, benturannya kuat dan akan sulit tercapai negosiasi," imbuhnya.

Sementara itu PPP bukan tidak mungkin, akan bergeser ke PDI Perjuangan. Karena selain PPP harus membayar utang budi setelah diselamatkan dalam Pemilu 2019 lalu, kini PDIP juga membutuhkan penguatan dari elemen islam dalam gerbong koalisinya. Mencermati besarnya potensi gesekan kepentingan dan sulitnya negosiasi antar partai, maka besar kemungkinan partai-partai pemerintah akan mengalami diaspora dan perpecahan. Misalnya, PDI Perjuangan bisa bersatu dengan PPP, lalu Gerindra dengan PAN sebagaimana di Pilpres 2014 lalu, kemudian Golkar dengan PKB. Semua skema itu bisa memenuhi Presidential Threshold 20%.

"Jadi rasanya koalisi besar rasanya agak sulit terwujud. Kecuali jika PDI Perjuangan sendiri mau tunduk dan menurunkan marwah atau harga dirinya dengan menyerahkan golden tiket yang dimiliki kepada arus koalisi besar, sehingga menambah kepercayaan diri dan peluang menang yang lebih besar. Jika ini terjadi, partai-partai kelas menengah akan berpikir ulang untuk membentuk sekoci-sekoci baru berupa koalisi alternatif menuju Pilpres 2024 mendatang," tukasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat