visitaaponce.com

Uji Materiil UU Pemilu, Pemohon Pertanyakan Ketentuan Surat Keterangan Sehat Rohani

Uji Materiil UU Pemilu, Pemohon Pertanyakan Ketentuan Surat Keterangan Sehat Rohani
Ketua Majelis Hakim MkK Sadil Isra (kanan) menyimak keterangan saksi.(MI/Usman Iskandar )

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 92 ayat (2) huruf c dan huruf d serta Pasal 117 ayat (1) huruf g dan huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Selasa (11/4).

 

Dalam sidang tersebut, pemohon Suryadin asal Nusa Tenggara Barat (NTB) mengajukan keberatannya atas ketentuan atau syarat surat keterangan sehat rohani dalam seleksi anggota Bawaslu. Hal itu berdasarkan pengalamannya yang mengikuti seleksi anggota Bawaslu provinsi pasa 2017 dan 2022 silam.

“Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 117 ayat (1) huruf g dan huruf h beserta penjelasannya dan lampiran UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Suryadin dalam sidang MK, Selasa (11/4).

Baca juga: Ahli: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Sudah Waktunya di Evaluasi

Menurutnya, syarat surat keterangan sehat rohani tidak diberlakukan dalam seleksi Panwaslu Kabupaten Dompu. Padahal dalam Pasal 117 ayat (1) huruf g dan huruf h UU Pemilu juga menyebut Panwaslu sebagai penyelenggara Pemilu yang harus memenuhi syarat yang sama.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam nasihat Majelis Sidang Panel mengatakan agar pemohon mencermati Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 yang di dalamnya memuat struktur permohonan di MK. Selanjutnya pemohon juga diharapkan dapat menjelaskan alasan kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya norma yang diujikan.

Baca juga:  Bawaslu Soroti Iklan Partai Politik di TV, Mestinya di 21 Hari Akhir Masa Kampanye

“Pada petitum, dimintakan adanya tentang penjelasan pasal yang diujikan, sementara pada permohonan tidak disebutkan hal tersebut. Untuk itu, hal ini harus jelas karena nanti akan dapat dikatakan kabur karena tidak sama antara alasan permohonan dan petitumnya,” jelas Saldi.

Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan pemohon perlu mempelajari putusan-putusan MK terdahulu yang terkait dengan persoalan yang diajukan. Terutama untuk memperkuat alasan permohonan dengan pertentangan norma yang belum terlihat pada permohonan ini.

“Sehingga perlu kerja berat untuk menggambarkan ne bis in idem dengan permohonan terdahulu, baru ke posita. Pelajari juga aturan-aturan Bawaslu dan lihat aturan serta undang-undangnya secara komprehensif sehingga terlihat keterkaitan masalahnya,” terang Enny.

MK pun menyatakan bahwa pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Selanjutnya naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Rabu, 26 April 2023 pukul 13.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (Van/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat