visitaaponce.com

Keterwakilan Perempuan Caleg Disoal, KPU Ubah Aturan di Tengah Jalan

Keterwakilan Perempuan Caleg Disoal, KPU Ubah Aturan di Tengah Jalan
Ilustrasi(MI)

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI mengubah haluan soal aturan keterwakilan perempuan bakal calon legislatif (bacaleg) di tengah jalan.

Komisioner KPU RI Idham Holik menerangkan saat uji publik pihaknya masih melakukan rancangan penormaan sesuai dengan PKPU No 20 tahun 2018 silam. Artinya, KPU belum memasukkan aturan Pasal 8 ayat (2) huruf b yang mengatur soal pembulatan desimal ke bawah.

Namun di tengah jalan ketika proses konsultasi atau konsinyering dengan komisi II DPR, Idham mengaku mengalami dinamika dan menggunakan pendekatan matematika murni sehingga memilih menggunakan opsi pembulatan ke bawah.

Baca juga : KPU Kota Makassar Tolak Berkas Pendaftaran Bacaleg PKS

Setelah disetujui bersama Komisi II DPR, aturan tersebut berubah menjadi pembulatan hitungan matematika yang mana bila nol koma lima kurang maka akan dibulatkan kebawah dan jika nol koma lebih maka akan dibulatkan ke atas.

“Pada saat pembahasan bersama pembentuk UU dan itu juga dihadiri oleh penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan DKPP,” ungkap Idham saat ditemui di KPU, Jakarta, Senin (8/5). Idham mengeklaim pertimbangannya mengubah aturan untuk mengikuti Pasal 246 ayat 2 UU No. 7 Tahun 2017. Pasal tersebut menyatakan di dalam daftar bakal calon setiap 3 orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 orang perempuan bakal calon.

Baca juga : Aturan Baru KPU soal Keterwakilan Caleg Perempuan Bakal Dikaji Bawaslu

Menanggapi itu, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai seharusnya KPU tak tunduk dari tekanan ketika menentukan aturan.

“Mengapa KPU mengubah kebijakan yang sudah diberlakukan sejak 2019 dan itu tidak menunjukan permasalahan yang substansial. KPU dalam hal ini tidak menjelaskan pada publik secara terbuka sehingga ada, dari sisi partisipasi sesungguhnya ini pencederaan terhadap proses partisipasi,” terang Titi, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (8/5).

Titi menyebut jika KPU mendapat tekanan dari parpol seharusnya KPU mampu mengelak karena pandangan yang tidak sejalan.

“Artinya memang KPU menyadari sepenuhnya dan menginginkan pengaturan yang mengurangi keterwakilan perempuan dengan mengubah itu,” ucap Titi.

“KPU berubah berarti kan KPU memang menyadari sadar betul atas keputusan yang diambil dan itu menegaskan problem ketidakberpihakan KPU terhadap keterwakilan perempuan memang nyata,” tambahnya.

Desak Bawaslu revisi PKPU

Sementara itu, koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyambangi Bawaslu untuk meminta rekomendasi agar KPU segera merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023.

Perewakilan koalisi masyarakat peduli keterwakilan perempuan, Valentina Sagala mendesak Bawaslu untuk menjalankan perannya dalam melakukan pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dalam waktu 2x24 jam.

“Sesuai kewenangannya Bawaslu harus menerbitkan Rekomendasi kepada KPU untuk segera merevisi Pasal 8 PKPU 10/2023 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemilu,” ucap Valentina di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (8/5).

Jika dalam waktu 2x24 jam Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi kepada KPU, Valentina menuturkan pihaknya akan melakukan sejumlah upaya hukum dengan melaporkan ke DKPP dan juga melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat