visitaaponce.com

Pengamat Soroti Kerawanan IKN di sisi Perairan dan Ruang Udara

Pengamat Soroti Kerawanan IKN di sisi Perairan dan Ruang Udara
Ilustrasi(Antara)

Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia Chappy Hakim menyoroti kerawanan wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) terutama dari sisi perairan dan ruang udara.

Chappy menjelaskan wilayah IKN di Kalimantan Timur berada di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang merupakan perairan terbuka sebagaimana diatur dan dilindungi dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

Kendati demikian, Chappy saat memberi paparan dalam seminar yang digelar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Jakarta, Kamis, menjelaskan masih ada perdebatan dalam memahami keterbukaan wilayah perairan yang diatur UNCLOS dengan kedaulatan ruang udara suatu negara yang disepakati oleh negara-negara dalam Konvensi Chicago 1944.

Baca juga: Ahli Tata Kota ITB: Rendahnya Minat Investor di IKN Sudah Diduga

"IKN berdekatan dengan ALKI. Kalau bicara ALKI kita bicara hukum udara internasional, hukum laut internasional, dan masih ada perdebatan di situ. UNCLOS memberi pengakuan kita sebagai negara kepulauan dengan satu imbalannya, persyaratannya, kita harus memberikan innocent passage (perairan bebas dan terbuka). Kita harus memberi jalur bebas melintas," tutur Chappy Hakim.

Namun, hukum udara internasional, sebagaimana disepakati dalam Konvensi Chicago 1944, tidak mengenal ruang udara yang bebas.

Baca juga: Ekonom Sebut Keuntungan Investasi di IKN Butuh Waktu Lama

"Konvensi Chicago mengatakan kedaulatan ruang udara nasional penuh dan eksklusif," ucap kata mantan Kepala Staf TNI AU itu.
 
Yang menjadi masalah, innocent passage tidak hanya mengatur tentang perairan. Itu juga memfasilitasi pesawat-pesawat yang diangkut kapal-kapal untuk terbang dan melintas.

"Hukum udara internasional tidak mengenal itu. Hukum udara internasional tidak mengenal innocent passage, tidak mengenal jalur bebas, tapi kita memberikan. Itu sebabnya kerawanan IKN akan terjadi," terangnya.

Kerawanan ruang udara IKN bahkan bertambah ketika ada ancaman penerbangan liar/penerbangan tanpa izin, misalnya, yang melintas dari kawasan Selat Malaka.

"Kita sulit mendeteksi karena di wilayah Selat Malaka wilayah kedaulatan kita pengelolaannya didelegasikan ke negara lain untuk 25 tahun, dan dapat diperpanjang lagi," ucapnya.

Indonesia pada awal 2022 sedianya sudah mengambil alih sebagian pelayanan ruang udara
(FIR) di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya dikelola oleh Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura mulai dari ketinggian 37.000 kaki ke atas.

Namun, Singapura masih mengelola dan menggunakan ruang udara Indonesia ketika pesawat lepas landas dari bandara Singapura karena Pelayanan jasa penerbangan (PJP) di ketinggian 0-37.000 kaki didelegasikan kepada Singapura selama 25 tahun ke depan dan itu dapat diperpanjang.

Sejak 1946, sebagian FIR wilayah Barat Indonesia, yaitu di Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna berada di bawah kendali Singapura. Kondisi itu membuat pesawat Indonesia harus melapor ke otoritas Singapura jika ingin melintas wilayah tersebut. (Ant/Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat