visitaaponce.com

Komnas HAM Sebut Ada Kemajuan Kerangka Normatif HAM Pasca 1998

Komnas HAM Sebut Ada Kemajuan Kerangka Normatif HAM Pasca 1998
Logo Komnas HAM(Dok.MI)

KETUA Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Sigiro menyebut bahwa sejauh ini ada kemajuan dalam perkembangan kerangka normatif HAM pasca peristiwa 1998. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peraturan dan kelembagaan baru yang bertujuan untuk melindungi pemenuhan HAM,.

"Sejumlah peraturan perundang-undangan telah dibuat dan direvisi, dengan lebih menyangkut upaya perlindungan dan pemenuhan HAM," ujar Atnike dalam keterangannya, Rabu (19/7).

Dijelaskannya sejumlah lembaga yang sudah dibentuk seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi saksi dan korban yang terkait kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), terorisme, perdagangan manusia dan lainnya. Selain itu, ada juga Undang-Undang (UU) tentang KDRT, Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK), Pekerja Migran dan masih banyak lagi.

Baca juga: Pembela HAM: Jokowi tak Sadar Pelanggaran HAM di Papua Jadi Isu Internasional

"Spiritnya kalau kita lihat kerangka perubahan hukumnya, seperti aiming better towards human rights and non discrimination itu sudah ada," imbuhnya.

Lebih lanjut, Atnike mengatakan bahwa sejumlah hasil dari konvensi HAM Internasional telah diratifikasi, terutama pada pemenuhan HAM yang pokok. Menurutnya, reformasi hukum sudah sepatutnya berperspektif pada HAM dan tidak hanya menyasar pada UU Pidana HAM. 

Baca juga: Komnas HAM Tagih Komitmen Pemerintah Penuhi Hak Korban Pelanggaran HAM Berat

"Kalau merujuk apa yang diatur di dalam konstitusi, sudah seharusnya negara meletakkan HAM menjadi salah satu landasan nilai hukum," tegasnya.

Meski demikian, Atnike tetap menyoroti sejumlah peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan HAM. Komnas HAM masih menemukan sejumlah peraturan daerah (perda) yang tidak sinkron dengan undang-undang (UU) yang ada di pusat, dan rentan terhadap pelanggaran HAM

"Persoalannya juga ada di tingkat nasional, masih terdapat UU yang rentan jadi pelanggaran HAM," tambahnya.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah mencatat sejumlah Perda yang menyasar kelompok minoritas dan berpotensi melahirkan tindak diskriminasi dan pelanggaran HAM. Setidaknya terdapat 154 Perda yang ditemukan oleh Komnas Perempuan sejak 2009 hingga 2015 yang berpotensi melahirkan tindak diskriminasi dan pelanggaran HAM.

Sedangkan di tingkat nasional, pihaknya menyoroti UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa melanggar HAM berupa kebebasan berekspresi dan berpendapat. 

"Ini adalah UU yang bisa digunakan untuk menyerang dan mengkriminalkan orang lain yang bertentangan," tambahnya.

Selain itu, ada juga Peraturan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Pendirian Rumah Ibadah yang sering menyebabkan konflik dan diskriminasi bagi minoritas dalam mendirikan rumah ibadah.

Untuk mengatasi hal tersebut, Komnas HAM telah merilis Standar Norma dan Pengaturan (SNP) yang berisi formulasi hukum HAM Nasional dan Internasional terkait, serta pedoman tentang bagaimana HAM seharusnya diterjemahkan dalam memahami peraturan, maupun tata cara kebijakan dan rencana pembangunan. Dia berharap seluruh permasalahan perundang-undangan terkait HAM dapat diselesaikan dengan adanya SNP tersebut. (Van/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat