visitaaponce.com

Duit Tukin Kementerian ESDM yang Dikorupsi Diubah jadi Rumah Mewah

Duit Tukin Kementerian ESDM yang Dikorupsi Diubah jadi Rumah Mewah
KPK mengatakan uang rasuah tunjangan kinerja Kementerian ESDM berubah menjadi rumah mewah di Bandung.(Dok.MI)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran sana dalam dugaan rasuah pembayaran tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aset rumah mewah milik tersangka di Bandung diusut. Informasi itu diulik dengan memeriksa tiga tersangka yakni dua pihak swasta Asep Rahmat Hidayat dan Dessy Natalia, serta Konsultan Aldi Alfarizy.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan rumah dikawasan elite di wilayah Bandung oleh tersangka CHP (Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo)," kara juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu (9/8).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu enggan memerinci harga rumah itu. Hunian itu diyakini dibeli menggunakan uang haram. "Dengan sumber uang diduga dari dana tukin fiktif di Kementerian ESDM," ucap Ali.

Baca juga: Duit Korupsi Tukin Dipakai Tersangka untuk Membeli Aset

Total, ada 10 orang tersangka di dalam kasus ini. Mereka yakni Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.

Tersangka lainnya yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.

Baca juga: KPK Lelang Tanah dan Rumah Terpidana Korupsi Tanah Munjul di Bali

Dalam perkara ini, Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar. Kemudian Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.

Kemudian, Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan. Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.

Para tersangka juga menggunakan uang haram itu untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan,pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan, dan logam mulia.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat