visitaaponce.com

BSSN Minta Diberikan Kewenangan Menyidik

BSSN Minta Diberikan Kewenangan Menyidik
Logo(Dok BSSN)

BADAN Siber dan Sandi Negara (BSSN) memiliki peran penting dalam menjamin keamanan siber. Namun selama ini BSSN tidak memiliki kewenangan khususnya dalam penyidikan dan penindakan karena tidak diatur dalam UU ITE.

Tugas di bidang keamanan informasi selama ini dilaksanakan oleh Direktorat Keamanan Informasi Kemenkominfo antara lain tugas penyidikan dan penindakan.

"Sedangkan Kemenkominfo saat ini lebih fokus pada serangan yang bersifat sosial seperti hoaks dan lainnya seperti konten pornografi perjudian dan lain-lain. Sedangkan area kejahatan cyber yang bersifat teknis belum ditangani secara optimal," ujar Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian saat RDP dengan Komisi I DPR.

Baca juga : BSSN Klaim Maraknya Serangan Malware Akibat Software Bajakan

Kepada DPR, Hinsa memaparka BSSN mampu mendeteksi 127 kasus melalui dark web Sebelum menjadi viral di ranah publik. Dari setiap kasus tersebut pihaknya telah memberikan notifikasi kepada penyelenggara sistem elektronik namun sebagian besar notifikasi tersebut tidak ditindaklanjuti.

Tidak adanya kewenangan BSSN dalam menyelidiki di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik mengakibatkan tidak optimalnya penanganan kasus serangan cyber.

Baca juga : Komisi I DPR Dukung BSSN Berperan Aktif dalam Pemilu 2024

"Ini menunjukkan tingkat kepatuhan penyelenggara sistem elektronik dalam merespon notifikasi masih rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kewenangan kami tidak dapat memaksa penyelenggaraan sistem elektronik untuk menindaklanjuti notifikasi accident cyber," tegasnya.

Menghadapi situasi tersebut BSSN meminta kepada DPR untuk menambahkan pada batang tubuh Pasal 43 ayat 1 undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE untuk BSSN bisa melakukan penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

"Mohon kiranya komisi 1 DPR dan panitia kerja RUU perubahan kedua undang-undang pembentukan PPNS di lingkungan BSSN dengan perubahan Pasal 43 ayat 1 atau penjelasan Pasal 43 ayat 1 undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE," kata Hinsa.

Dalam menanggapi permintaan itu anggota Komisi I DPR Christina Aryani pesimis penambahan kewenangan itu bisa diakomodir dalam perubahan UU ITE. Sebab pembahasan yang tengah berlangsung ini sudah memasuki masa akhir pembahasan perubahan.

"Kalau tiba-tiba kita memberikan tambahan kewenangan pada suatu institusi yang memang sebelumnya tidak ada, ini akan kesannya memaksakan memaksakan masuk. Kecuali memang pemerintah mau merubah dan memasukkan mulai dari ketentuan umum. Jadi tidak hanya ujug-ujug menambahkan kewenangan itu kalau dari sisi legal drafting itu terlihat banget seolah-olah pemesanan sesuatu," tegasnya.

Menekankan revisi undang-undang ITE ini terbatas dengan pasal-pasal yang dinilai problematik. Namun DPR tidak menolak untuk melakukan perubahan sesuai yang diajukan oleh BSSN.

"Kita tidak terpaku dengan efisien yang diajukan oleh pemerintah jadi kalau kita bisa melakukan hal-hal lain yang kita rasa perlu. Karena momen merubah undang-undang ITE itu tidak mungkin 10 tahun ada. Jadi kalau ada urgensi untuk itu tidak apa-apa tapi sikap pemerintah harus disamakan dulu surpresnya itu kepada siapa harus berkoordinasi dulu. Jadi kami bisa menyampaikan pemerintah sepakat dengan ini," tukasnya. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat