visitaaponce.com

Bawaslu Harus Berani Tindak Kepala Daerah Berpihak

Bawaslu Harus Berani Tindak Kepala Daerah Berpihak
Gedung Bawaslu(MI/Usman Iskandar)

BADAN Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu diminta berani menindak kepala daerah yang berpihak pada bakal calon presiden tertentu. 

Sebab, Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu telah melarang kepala daerah mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap peserta pemilu, baik sebelum, selama, maupun sesudah masa kampanye.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menyebut, ketentuan itu diatur dalam Pasal 283 ayat (1) dan (2) UU Pemilu. Ia menyarankan Bawaslu untuk menjadikan beleid itu sebagai rujukan dalam menindak kepala daerah yang menunjukkan keberpihakannya.

Baca juga : Bawaslu Ingatkan Kampanye Politik di Kampus Harus Steril Atribut Partai

"Sebagai dasar untuk menindak kepala daerah yang memberikan imbauan, seruan, atau ajakan, baik di media sosial maupun dalam suatu kegiatan," ujar Mita kepada Media Indonesia, Kamis (24/8).

Menurut Mita, kegiatan kepala daerah sebagai anggota partai harus ditempatkan pada acara internal, seperti konsolidasi dan pendidikan politik. Aktivitas politik kepala daerah di hadapan publik disebutnya tidak etis. Sebab, kepala daerah memimpin seluruh lapisan masyarakat di daerahnya.

Baca juga : Bawaslu Dalami Kegiatan Gibran Tempel Stiker Ganjar-Jokowi

Terpisah, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengingatkan kepala daerah atau wakil kepala daerah untuk menahan diri dengan tidak melakukan tindakan yang dapat mengarah atau dinilai publik sebagai aktivitas kampanye. Mengingat, masa kampanye untuk Pemilu 2024 baru akan dimulai pada 28 November mendatang.

"Kalaupun sebagai kader partai politik mereka ingin melakukan aktivitas sosialisasi politik yang dibolehkan PKPU 15/2023, tetap harus mematuhi ketentuan yang ada, yaitu tidak boleh ada ajakan untuk memilih partai politik peserta pemilu tertentu," terang Titi.

Ia sendiri menyadari, PKPU mengenai kampanye masih memiliki banyak celah. Oleh karena itu, Titi mendorong KPU untuk merevisi ketentuan yang ada agar masa tunggu sebelum dimulainya tahapan kampanye tidak dimanfaatkan oleh kepala daerah untuk melakukan kegiatan sosialisasi saat ini.

Jika terus dibiarkan, lanjut Titi, publik bakal menilai terji arena kompetisi yang tidak setara dengan memanfaatkan pejabat publik dan tidak adil bagi lawan polikik maupun kelompok nonpemerintahan. 

"Kepercayaan publik pada pemilu yang jurdil bisa tergurus dan eksesnya bisa buruk bagi legitimasi hasil pemilu serta potensial menimbulkan polarisasi disintegratif di masyarakat," ujarnya.

Adapun Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono menyebut jabatan kepala daerah tetap akan melekat kendatipun mereka melakukan kegiatan kepartaian. Sebab, fasilitas yang diberikan kepala daerah dari negara tetap melekat pada jabatan kepala daerah.

Ia meminta Bawaslu untuk menerjemahkan PKPU tentang Kampanye Pemilu dengan jelas dalam Peraturan Bawaslu. Dengan demikian, Bawaslu dapat menindak kepala daerah yang menunjukkan keberpihakannya pada calon presiden tertentu.

"Karena PKPU kan nantinya akan diterjemahkan dalam Perbawaslu untuk penindakan dalam aspek penegakan hukum pemilu. Bawaslu harus bisa menerjemahkan secara baik terkait PKPU tersebut dan melakukan penindakan secara tegas," tandasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat