visitaaponce.com

Pengamat Cawe-cawe Jokowi Skandal Politik di Akhir Masa Jabatan

Pengamat: Cawe-cawe Jokowi Skandal Politik di Akhir Masa Jabatan
Presiden Joko Widodo.(MI)

PENGAMAT politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengenai penggunaan informasi intelijen dalam politik sangat mengejutkan. Hal itu dinilai sebagai bagian dari upaya cawe-cawe Jokowi di akhir masa jabatannya sebagai presiden.

Seperti diketahui, Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya memiliki akses ke informasi intelijen tentang partai politik. Pernyataan tersebut mendapat respon keras dari banyak pihak dan menyebutnya sebagai skandal serta penyalahgunaan wewenang.

"Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) demi kepentingan politik pragmatis pribadi. pernyataan tersebut mempunyai implikasi dan ancaman yang sangat serius terhadap kualitas, nilai-nilai dan roh demokrasi itu sendiri," ujar Pangi dalam keterangannya, Senin, (18/9).

Baca juga: Jokowi Sebut Nama Erick Thohir ketika Persilakan Relawan Panaskan Mesin Politik Pilpres 2024

Menurutnya, alat-alat atau organ negara, seperti data intelijen tidak tepat dipakai untuk memata-matai ketua umum parpol, memonitor jeroan dan keputusan partai politik, serta operasi partai politik.

"Tanda tanya besar saya adalah data intelijen ini dipakai untuk apa? Betulkah data intelijen untuk keamanan negara? Atau jangan sampai persepsi publik menangkap bahwa data intelijen dipakai untuk operasi partai politik, menakut-nakuti ketua umum parpol dalam rangka mempengaruhi intensitas dan arah koalisi? Seperti seolah-olah presiden terkesan jadi dealer partai politik," ucapnya.

Baca juga: PDIP Nilai Logis Jokowi Miliki Data Intelejen Parpol

Penting untuk memahami bahwa penggunaan data intelijen dalam politik adalah isu yang sangat sensitif. Harusnya data intelijen dipakai untuk politik negara bukan politik pemilu musiman 5 tahunan. Data intelijen seharusnya digunakan untuk kepentingan keamanan nasional dan bukan untuk tujuan politik kelompok dan golongan tertentu. Menggunakan informasi intelijen untuk memantau atau memata-matai lawan politik adalah tindakan tidak bisa dibenarkan dan dapat merusak integritas sistem politik dan pemilu.

"Yang lebih mengkhawatirkan, Presiden seharusnya netral dan tidak gunakan kekuasaan untuk memuluskan agenda pribadi," imbuhnya.

Keinginan Masyarakat

Survei terbaru Voxpol Center Research and Consulting per tanggal 2 Agustus 2023 menunjukkan bahwa masyarakat mendukung netralitas Presiden (77,3%). Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus netral dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Namun dia menilai kalau secara pribadi Jokowi punya intensitas atau interest tertentu terhadap calon presiden meskipun tidak bisa dilarang.

Temuan menarik lainnya, sebesar 59,0% tidak setuju dan sangat tidak setuju presiden Jokowi terlibat aktif dan mempengaruhi (cawe-cawe) dalam proses pemilihan presiden 2024. Artinya menolak campur tangan Presiden Jokowi atau menolak presiden yang partisan.

Pangi menegaskan bahwa demokrasi membutuhkan transparansi, keadilan, dan integritas. Termasuk ada sebesar 51,4% keterlibatan Presiden Jokowi cawe-cawe dalam pilpres 2024 dapat mempengaruhi hasil pemilu. Angka yang cukup terbilang besar yakni 36,4 % endorsement Presiden Jokowi berpengaruh cukup kuat untuk menggiring pemilih kepada salah satu calon/kandidat presiden tertentu.

Ancaman terhadap demokrasi sangat nyata saat pemimpin gunakan informasi intelijen untuk politik. Ini merusak kepercayaan publik (trust building) dan melemahkan fondasi demokrasi. Penyalahgunaan data intelijen bukan masalah sepele, ini adalah skandal politik yang sangat memalukan. Untuk pertahankan integritas, data intelijen seharusnya digunakan untuk ancaman terhadap kepentingan dan keamanan negara, bukan untuk politik pribadi dan memata-matai lawan politik.

"Sangat kita sayangkan presiden showforce soal beliau mengantongi data intelijen soal parpol, kita juga paham semua informasi intelijen automatically menempel dan melekat sama presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tentu presiden mendapat laporan semua dan tahu soal banyak hal terkait data informasi intelijen, namun apakah semua yang presiden tahu harus disampaikan ke publik? Sehingga memantik kegaduhan dan bising karena santer pembicaraan ruang publik," tandasnya.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat