visitaaponce.com

Mantan Hakim MK I Dewa Palguna Jelaskan Putusan MK tidak Bisa Diubah

Mantan Hakim MK I Dewa Palguna Jelaskan Putusan MK tidak Bisa Diubah
Para hakim konstitusi memimpin sidang pengucapan putusan gugatan batas usia maksimal capres-cawapres 70 tahun(MI/Susanto )

MANTAN hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, I Dewa Gede Palguna mengatakan berkas permohonan perkara yang tidak ditandatangani, menjadikan permohonan itu tidak sah. Hal itu ia sampaikan merespons temuan pada Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Dalam laporan yang diajukan ke Mahkamah Kehormatan MK (MKMK), ditemukan kejanggalan dalam dokumen perbaikan permohonan perkara No.90/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru. Dokumen tersebut tidak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas.

"Kalau perbaikan permohonannya tidak ditandatangani dan tidak ada keterangan lain yang menjelaskan perihal itu, ya berarti permohonan itu tidak sah," terang Palguna ketika dihubungi, Kamis (2/11).

Baca juga : MKMK Fokus Dalami Integritas 9 Hakim

Palguna menambahkan bahwa ada catatan yang perlu diperhatikan untuk masalah tanda tangan tersebut.

Ia menjelaskan, jika berkas fisik dari permohonan perkara ternyata ada tanda tangannya dari pemohon, yang diberlakukan adalah yang berkas fisiknya sesuai dengan peraturan MK. Namun, sambung Palguna, intinya jika berkas permohonan itu tidak ditandatangani, permohonan itu tidak sah.

"Ya jelas bukan permohonan yang sah," terang Palguna.

Baca juga : MKMK Sebut Bukti Pelanggaran Etik Lengkap, tapi Anwar Usman Mau Dipanggil Lagi

Meskipun temuan tersebut sedang diperiksa oleh MKMK, Mahkamah telah menjatuhkan putusan atas perkara itu. MK mengabulkan sebagian permohonan soal ambang batas minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut Palguna meskipun ada persoalan dalam putusan itu, tetapi putusan MK tidak bisa diubah. Putusan MK bersifat final dan mengikat meskipun dalam perkara soal ambang batas usia capres-cawapres, putusan itu dianggap menyakitkan.

"Kalau soal itu pandangan saya mungkin terdengar legalistik, Pasal 47 UU MK tetap berlaku meskipun terasa tidak adil," terangnya.

Pasal 47 Undang-Undang No.7/2020 tentang MK menyatakan "Putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum."

Baca juga : Putusan MKMK Harus Jadi Pertimbangan untuk Pemilih Saat Pilpres

Palguna berharap persoalan tandatangan itu turut menjadi objek pemeriksaan oleh MKMK.

"Semoga ini juga diperiksa oleh MKMK.

Bukan putusannya tetapi prinsip kecermatan/kesaksamaan dan kehati-hatiannya. Itu kan ada di Sapta Karsa Hutama," terang Palguna. Sapta Karsa Hutama adalah pedoman kode etik dan perilaku hakim konstitusi. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat